Kenapa Rasa Takut Penjajah Yahudi Hilang?

Tidak ada kata-kata yang bisa mewakili kesedihan kita terhadap nasib umat Islam di Gaza. Disaat kita berbuka dan sahur dengan makanan yang lezat dan ketenangan, saudara kita di Gaza harus berhadapan dengan serangan biadab Entitas Penjajah Zionis Yahudi.  Mereka tak peduli umat Islam di Gaza sedang menunaikan ibadah Ramadhan yang mulia ini .

Tidak hanya itu, pembunuhan umat Islam menjadi tontonan yang menyenangkan bagi warga Zionis Yahudi. Mereka bertepuk tangan setiap terdengar ledakan.Warga Israel berbondong-bondong mendatangi puncak bukti di Sderot. Membawa kursi dan minuman, berbincang santai. Mereka menyaksikan ke bawah bukit dengan asyik dan menonton Gaza dibombardir.Inilah yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Israel. Mereka menikmati saat-saat warga Gaza, baik wanita dan anak-anak, terbunuh akibat pecahan bom atau reruntuhan bangunan akibat serangan udara membabi buta Zionis.

Tentu kita bertanya ada apa ditubuh umat ini? Kenapa mereka berani menyerang kita di bulan Ramadhan? Padahal musuh-musuh Islam di masa kejayaan Islam sangat takut berhadapan dengan kaum Muslimin lebih-lebih di bulan Ramadhan. Mengingat demikian banyak peristiwa penting dan kemenangan umat Islam terjadi dibulan tersebut. Seperti Perang Badar, Perang Ahzab, Fathul Makkah, Perang ‘Ain Jalut, Penaklukan Andalusia, Pembebasan Al Quds dibawah panglima perang Sholahuddin al Ayubi.

Kuncinya antara lain, ibadah mahdah para generasi terdahulu justru memperkuat semangat juang mereka. Bukan memperlemah. Shalat yang khusus, doa yang sungguh, shaum yang ikhlas, justru menambah kedekatan mereka kepada Allah SWT (taqarrub ila Allah), menambah rasa takut mereka kepada Allah (al khauf min al Jalil). Yang kemudian berbuah pada kesungguh-sungguhan melaksanakan kewajiban-kewajiban lainnya.

Apalagi kewajiban yang masuk dalam kategori qadhiyah masiriyah (persoalan utama) umat yang berhubungan dengan persoalan hidup dan mati. Berkaitan dengan nasib umat Islam, nyawa kaum Muslimin dan penyebaran Islam. Inilah yang membuat ibadah mahdhah generasi terdahulu justru menjadi jalan kemenangan dalam perjuangan.

Terdapat pula penyakit al wahn di tubuh umat, seperti yang digambarkan oleh Rasulullah SAW jauh sebelumnya . Penyakit hubbud dunya wa karahiyatul maut (cinta dunia dan takut mati). Meskipun jumlah umat Islam banyak tapi bagaikan buih di lautan. Tidak punya pengaruh besar. Bayangkan bagaimana mungkin umat Islam jumlahnya 1,5 milyar di seluruh dunia, lumpuh berhadapan dengan entitas Zionis yang jumlahnya sekitar 7 juta orang?

Penyakit al wahn inilah yang menimpa penguasa-penguasa Saudi, Iran, Mesir, Qatar, Kuwait, dan negeri-negeri Islam lainnya. Penguasa-penguasa Muslim tersebut lebih mencintai tahta kekuasaannya yang berdiri dengan sokongan rapuh Amerika. Tahta yang membuat mereka hidup berlimpah penuh dengan kemewahan. Penguasa-penguasa negeri Islam ini takut untuk bersikap tegas terhadap Zionis Yahudi dengan tindakan nyata mengirim pasukan, karena takut berseberangan dengan kemauan tuan besar mereka, Amerika Serikat atau Inggris.

Virus berbahaya lainnya adalah nasionalisme. Nasionalisme telah menjadikan ras dan bangsa menjadi berhala, kepentingan bangsa diatas segalanya, bahkan diatas kepentingan akidah Islam. Ikatan nasionalisme menjadi ikatan yang tertinggi, bukan lagi akidah Islam.

Nasionalisme dalam sejarah menjadi penyebab penting runtuhnya khilafah, negeri-negeri Islam yang tadinya satu di bawah panji tauhid La ilaha illa Allah Muhammadur Rasulullah, terpecah lemah menjadi lebih dari 70 negeri kecil yang lemah, tak berdaya, bahkan saling bersengketa. Belenggu nasionalisme terbukti mengikis ukhuwah islamiyah dan kepedulian umat sehingga umat menjadi lemah.

Negeri-negeri Islam menjadi santapan empuk bangsa-bangsa imperialis. Dengan alasan bukan urusan kepentingan nasional, umat Islam tidak peduli terhadap nasib saudaranya yang lain. Kita biarkan Palestina tempat Masjid al Aqsha yang diberkahi Allah berada tanpa penolong, dibakar, dihancurkan.

Tentu ketiadaan khilafah menjadi penyumbang utama hilangnya rasa takut musuh-musuh Allah SWT. Dengan hancurnya khilafah,maka tidak ada lagi institusi politik umat yang menyatukan umat yang mulia ini, menerapkan hukum syara’  yang memberikan kebaikan bagi alam, dan melindungi kemuliaan Islam dan kaum Muslimin sebagai khairu ummah (umat terbaik). Semua ini membuat umat Islam menjadi lemah.

Umat Islam sekarang kehilangan Khalifah al-Mu’tashim Billah. Kepala negara yang membebaskan Muslimah yang dinodai pasukan adidaya Romawi di daerah Amuriyah. Kita kehilangan Panglima Perang Saifuddin Qutuz saat mengalahkan pasukan Tartar dalam Perang ‘Ain Jalut pada bulan Ramadhan 658 H. Mereka mengalahkan pasukan bengis  yang dalam invasinya telah membunuh lebih dari 1,5  juta umat Islam.

Kita pun kehilangan Muhammad bin Qasim, yang membebaskan wanita yang ditawan Raja Sindh. Berdasarkan mandat Khalifah, Muhammad bin Qasim mengirim tentara kaum Muslim. Tentara Islam ini  mengguncang tahta Raja Sindh, membebaskan para perempuan yang ditahan, menaklukkan Sindh dan India serta menyinari negeri itu dengan Islam.

Walhasil meskipun umat Islam memiliki tentara reguler yang banyak, senjata-senjata berat yang memadai, pesawat-pesawat tempur yang cukup, ditambah lagi dengan pasukan yang terbentuk dari rakyat yang mencintai syahid, semua potensi itu menjadi mandul.  Tidak ada yang menyatukan dan menggerakkan. Belum lagi keberadaan penguasa-penguasa negeri Islam yang justru menjadi penghalang bagi umat yang merindukan jihad fi sabilillah.  Inilah alasan logis dan syari’ kenapa Hizbut Tahrir selama ini terus menerus menyerukan penegakan Khilafah Islam. Karena inilah solusi yang nyata terhadap berbagai persoalan umat. [] Farid Wadjdi

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*