Oleh : Adi Victoria (Penulis Buku Khilafah The Answer)
“It’s not about religion..it’s about humanity” (ini bukan masalah agama, ini adalah masalah kemanusiaan). Kalimat ini banyak tertulis pada beberapa poster peserta aksi solidaritas untuk bangsa Palestina. Pesan yang ingin disampaikan bahwa apa yang terjadi di tanah yang diberkahi tersebut bukanlah masalah masalah agama antara Islam dan Yahudi, namun yang terjadi adalah hanya sebatas tragedi kemanusiaan yang menimpa bangsa Palestina atas tindakan Zionis Yahudi yang membunuh dan membantai masyarakat di sana.
Pernyataan di atas seolah mengamini daripada apa yang disampaikan oleh Harun Syaifullah selaku Kepala Seksi Politik dan Keamanan Timur Tengah Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dalam diskusi yang bertajuk “Mendorong Perdamaian di Gaza melalui Two State Solution” di kantor Kontras, Jalan Borobudur, Jakarta, Rabu (16/7).
Pada kesempatan tersebut, Harun Syaifullah mengatakan “Harus dipahami juga bahwa konflik ini adalah persoalan kemanusiaan dan masalah penjajahan. Ini bukan masalah agama,”. Karena menurutnya pula buktinya warga negara di Amerika maupun Eropa juga turut mengecam keras konflik kemanusiaan yang terjadi di Gaza.
Dubes Palestina untuk Indonesia Fariz Mehdawi juga mengatakan bahwa konflik antara Palestina-Israel bukan berdasarkan konflik agama. Melainkan soal keadilan dan ketidakadilan. “Kami tak sendiri di sini. Kami mendapat dukungan saudara kami di Arab, Afrika, Asia, Uni Eropa, dan Amerika, bahkan juga Israel. Ada beberapa warga Israel yang membela Palestina. Konflik ini juga bukan berdasarkan konflik agama. Ini soal keadilan dan ketidakadilan.” Jelasnya kepada wartawan Republika (Republika/14/07/15)
Sampai tulisan dibuat, sudah tercatat lebih dari 200 warga Palestina yang meninggal (insya Allah syahid), dan korban terbanyak adalah wanita dan anak-anak, serta ribuan yang lain mengungsi. Israel pun terus menggempur Palestina sekitar 5 menit sekali dengan meluncurkan serangan roket. Dan korban pasti akan terus berjatuhan jika apa Israel tidak menghentikan serangannya terhadap pemukiman warga Palestina. Inilah yang kemudian oleh Fariz Mehdawi menyatakan bahwa tak ada perang di Gaza, yang ada pembantaian (Kompas/2014/07/16/).
This is not just about humanity but also about religion
Apa yang terjadi di Palestina bukan hanya masalah kemanusiaan saja, melainkan juga masalah yang berkaitan dengan persoalan agama, yakni secara aqidah dan syariah.
Secara aqidah, tanah Palestina adalah tanah yang suci dan diberkahi. Rasulullah saw. bersabda, “Kalian tidak boleh mempersiapkan untuk melakukan perjalanan ziarah, kecuali pada tiga masjid; Al-Masjid Al-Haram, Masjid Rasul saw. dan Al-Masjid Al-Aqsa.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Masjid al-Aqsha juga merupakan kiblat pertama umat Islam saat melakukan ibadah sholat, sebelum turun wahyu untuk memalingkan kiblat ka’bah. Tanah Palestina juga merupakan tempat nabi melakukan mi’raj menuju ke Sidratul Muntaha saat nabi Muhammad saw melakukan Isra’ Mi’raj.
Secara syariah, tanah Palestina adalah tanah wakaf bagi kaum Muslimin semenjak ia dibebaskan oleh Khalifah Sayyidina Umar ibnul Khaththab. r.a. pada 15 H (636 M) melalui perundingan damai. Sehingga sampai hari kiamat, tanah tersebut secara status kepemilikan adalah milik kaum muslimin sebagai tanah wakaf atau tanah kharajiah. Sehingga solusi dua negara (two state solution) adalah solusi bathil. Jika solusi itu dilakukan, maka sama artinya memberikan sebagian tanah wakaf tersebut kepada Israel untuk di duduki, serta mengkhianati isi perjanjian yang dibuat oleh Khalifah Umar dengan penduduk Illiya.
Isi perjanjian antara Umar bin Khattab dengan Penduduk ‘Iliyâ yang dikenal dengan perjanjian ‘Umariyah atau ‘Iliyâ adalah:
“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Ini adalah apa yang diberikan oleh hamba Allah, Umar, amirul mukminin kepada penduduk Iliyâ di Ammân. Saya memberikan keamanan atas jiwa dan harta mereka, gereja-gereja mereka, salib-salib mereka, orang-orang yang sakit dan yang tidak bersalah dan seluruh agama mereka. Gereja mereka tidak boleh ditempati dan dihancurkan, tidak boleh diambil bagiannya ataupun isinya, demikian pula dengan salib-salib dan harta mereka. Mereka tidak boleh dipaksa untuk meninggalkan agama mereka. Dan seorang pun dari mereka tidak boleh dimudharatkan. Dan tidak seorangpun dari orang Yahudi boleh tinggal di Iliyâ. Penduduk Iliyâ harus membayar jizyah sebagaimana halnya dengan penduduk kota lain. Mereka harus mengeluarkan orang-orang Romawi dan Lashut. Barang siapa yang keluar dari mereka maka jiwa dan harta mereka aman serta perniagaan dan salib-salib mereka dibiarkan. Dan barang siapa di antara mereka yang menetap maka mereka aman. Dan mereka harus membayar jizyah sebagaimana halnya penduduk Iliyâ. Dan siapa saja dari penduduk Iliyâ yang pergi dengan hartanya ke Romawi dan dan membawa perniagaan dan salib mereka maka mereka aman hingga mereka tiba di tempat mereka. Dan penduduk al-Ardh yang berada di Iliyâ sebelum terbunuhnya Fulan maka mereka boleh menetap namun mereka wajib memberikan jizyah sebagaimana penduduk Iliyâ. Dan siapa yang mau maka mereka boleh pergi dengan orang-orang Romawi. Dan siapa saja yang mau kembali kepada keluarganya maka tidak diambil apapun dari mereka hingga mereka memanen hasil pertanian mereka. Dan apa yang ada di dalam tulisan ini merupakan janji Allah, jaminan Rasul-Nya, jaminan para Khalifah dan kaum muslimin jika mereka memberikan jizyah. (Perjanjian) ini disaksikan oleh Khalid bin Walid, ‘Amru bin ‘Ash, Abdurrahman bin Auf dan Mu’awiyah bin Abu Sofyan (Tarikh ar-Rusul wal-Muluk: II/307).
Dalam klausul perjanjian tersebut ada tertulis Dan tidak seorangpun dari orang Yahudi boleh tinggal di Iliyâ. Ketentuan ini berlaku hingga hari kiamat. Berdasarkan klausul tersebut, kaum Yahudi tidak boleh tinggal di Palestina. Terlebih dengan cara merampas dari pemiliknya, mengusir penduduknya, dan mendirikan negara yang berkuasa di atasnya.
Dukungan yang diberikan oleh penguasa-penguasa negeri Islam eksistensi negara Israel dan dukungan berdirinya negara Palestina jelas merupakan tindakan yang dzalim sekaligus merupakan pengkhianatan terhadap kaum muslimin. Mereka tanpa malu meridhai eksistensi negara yang berdiri di atas tanah yang dirampas dari kaum muslim. Sikap ini sekaligus menunjukkan bahwa tidak lain adalah agen-agen Barat (’umalâ) yang terus mendukung berbagai strategi negara-negara penjajah untuk menghancurkan Islam dan kaum muslimin.
Solusi : Jihad & Khilafah
Penderitaan bangsa Palestina dimulai ketika Negara Zionis Israel berdiri pada tahun 1948 melalui dukungan Amerika dan PBB. Israel kemudian membangun pemukiman untuk penduduk Yahudi di atas tanah kaum muslimin Palestina. Pengusiran besar-besaran dilakukan, yang disertai dengan pembunuhan dan pembantaian, dan itu terus terjadi sampai sekarang. Ini artinya sudah lebih dari 66 tahun penderitaan ini dialami oleh bangsa Palestina sampai sekarang.
Dunia internasional melalui PBB, Liga Arab, OKI dan negara lainnya selalu menyerukan solusi melalui jalur diplomasi, bukan dengan solusi militer. Karena menurut mereka, solusi diplomasi adalah solusi yang beradab. Padahal, solusi yang beradab, hanya untuk negara yang memang memiliki adab, bukan negara yang tidak memiliki adab namun juga biadab seperti Israel. Fakta lain juga menunjukkan bahwa solusi-solusi tersebut tidak berhasil, termasuk resolusi dari PBB yang selalu diindahkan oleh Israel, juga Amerika yang selalu menggunakan hak veto-nya untuk membela anak emasnya (Israel,red) tersebut.
Jika kemudian cara-cara yang sama tersebut masih digunakan untuk menyelesaikan masalah Israel, maka,coba renungkan apa yang pernah disampaikan oleh seorang ilmuan bernama Albert Einstein Kegilaan: Melakukan hal yang sama secara terus-menerus dan mengharapkan hasil yang berbeda.
Maka, tidak ada solusi tuntas atas masalah Palestina selain daripada jihad itu sendiri. Mengerahkan aksi militer untuk menghentikan kebiadaban Israel, serta mengusirnya keluar dari tanah wakaf milik kaum muslimin tersebut.
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda: “Tidak akan datang Hari Kiamat hingga kaum muslim memerangi Yahudi. Maka kaum muslim memerangi mereka hingga mereka bersembunyi di balik batu dan pepohonan. Namun batu atau pohon itu berkata: Ya muslim, ya Abdullah ini Yahudi di belakang saya, kemarilah dan bunuhlah dia kecuali pohon gharqad karena ia adalah pohonnya orang Yahudi” (HR. Muslim dan Ahmad).
Dan itu bisa dilakukan dengan adanya persatuan kaum muslimin di seluruh dunia di bawah panji kemuliaan Islam, di bawah sistem Khilafah Islamiyyah. Khalifah akan menyeru seluruh kaum muslim untuk berjihad membebaskan tanah Palestina dari pendudukan Yahudi la’natullah tersebut.
Sebagaimana gambaran dari al-Imam al-‘Allamah as-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani ketika menggambarkan Khilafah ini dengan gambaran yang sangat akurat, seraya mengatakan, “Khilafah adalah arus utama Islam, dan apa yang selalu dikelilingi, Dengannya, agama akan terjaga, dan Islam pun akan terlindungi. Hudud akan bisa ditegakkan. Berbagai kejahatan akan bisa dicegah. Dengannya perbatasan akan bisa dijaga. Wilayah yang dilindungi akan tetap terjaga, dan tidak akan dilanggar. Wallahu a’lam bishowab.[]
Referensi Tulisan :