Berita:
The “Khilafah Fantasy” adalah judul artikel yang ditulis dari kontributor Khaled Diab kepada The New York Times pada tanggal 2 Juli 2014. Pendapatnya mengaitkan dengan pengumuman kekhalifahan di sebagian besar wilayah Irak oleh kelompok ‘Jihad’, dan tesisnya adalah bahwa Khilafah baru ini “setidaknya tidak berhubungan dengan sejarah”.
Komentar:
Argumennya bersandar pada perbandingan yang salah dengan warisan ilmiah dan intelektual dari Kekhalifahan Abbasiyah terdahulu, yang diikuti oleh fitnah, dan cerita dongeng hubungan antara Khalifah Harun al-Rasyid dengan Abu Nawas. Penulis kemudian mencoba menjelaskan bagaimana “kesalahan ideologis Khilafah Islam ini muncul?” Bagaimanapun, kesalahan itu semuanya adalah kesalahan dia sendiri.
Pertama, tidak jelas ‘kekeliruan’ siapa yang dia coba untuk bantah. Apakah itu kesalahan kelompok Jihad yang menyatakan diri sebagai Khilafah beberapa minggu yang lalu di Irak, atau apakah serangkaian kesalahan yang lebih luas atas ‘mitos Jihad’ yang kemudian dia jadikan acuan, ataukah kesalahan itu adalah kesalahan kelompok ‘Islamis’ yang disebutkan setelah itu? Artikel ini dimulai dengan membandingkan prestasi ilmiah dan intelektual zaman Kekhalifahan Abbasiyah dengan sebuah kelompok Jihad yang sementara mengadopsi slogan kekhalifahan, namun tidak memiliki kedaulatan atas klaim negara secara praktis dan tidak mungkin bisa menawarkan suatu warisan ilmiah dan intelektual dalam beberapa minggu sejak pengumuman itu untuk membandingkannya dengan warisan beberapa generasi kekhalifahan yang mampu menuju puncak kebudayaan di zaman Kekhalifahan Abbasiyah. Itu adalah perbandingan yang tidak adil. Jika perbandingan dibuat dengan kelompok Islamis pada umumnya, maka perbandingan itu adalah salah karena logika dan sains didukung oleh banyak kelompok Islamis.
Apa yang lebih luar biasa dari yang muncul di New York Times itu adalah ironi bahwa sebuah artikel mengklaim bisa mengungkap “fantasi” ini yang didasarkan pada argumen tentang karakter fiksi dari koleksi dongeng anonim yang disebut sebagai 1001 Malam! Hubungan antara Khalifah yang sebenarnya, Harun al-Rasyid, dengan penyair Abu Nawas sangat berbeda dari versi dongeng dari penulis “Fantasi Khilafah”. Abu Nawas terpaksa melarikan diri dari Baghdad karena tulisan-tulisannya, dan kembali ke kota itu setelah kematian Harun al-Rasyid, di mana penggantinya (Khilafah al-Amin) menghukumnya karena dia mabuk-mabukan, dan pada masa pemerintahan al-Ma’mun, Abu Nawas meninggal di penjara. Menggeneralisir sekitar tiga belas abad masa kekhalifahan dari cerita salah tafsir di masa Harun al-Rasyid dalam sebuah buku dongeng yang anonim merupakan pukulan telak bagi kredibilitas New York Times.
Sebagai penutup, alasan sebenarnya dari umat Islam untuk merujuk kembali kepada Nabi Muhammad atas arah Khilafah bukanlah karena citra yang ternoda dalam dongeng 1001 Malam, tetapi adalah karena politik ekonomi yang didirikan oleh Nabi Muhammad merupakan sumber legislatif bagi kaum Muslim. Selain itu, Khilafah adalah fakta yang nyata dan bagian sejarah Islam yang tidak bisa dipisahkan yang menerapkan hukum Islam selama tiga belas abad. Orang-orang yang mengabaikan sejarah ini dan mengabaikan kekayaan besar warisan Islam yang telah terakumulasi selama berabad-abad, dengan mendukung kekeliruan dalam dongeng adalah para pembuat fantasi yang sesungguhnya.
Ditulis untuk Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir oleh
Dr Abdullah Robin