Setiap kali Idul Fitri, kaum Muslim di seluruh penjuru dunia bersama-sama menggemakan pujian atas besaran Allah SWT. Lebih dari 1,5 miliar umat Islam di dunia menggemakan takbir, tahlil dan tahmid yang menggetarkan hati. Inilah hari kemenangan umat Islam setelah sebulan berpuasa.
Idul Fitri tentu membahagiakan kita. Namun, tak berbeda dengan tahun-tahun yang lalu, nasib umat Islam masih saja menyedihkan. Pangkal utamanya adalah ketiadaan Khilafah Islam di tengah-tengah umat. Padahal Khilafah telah diwajibkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.
Tanpa Khilafah, umat Islam tidak memiliki pelindung. Pasalnya, salah satu kewajiban utama Khalifah adalah melindungi umat. Rasulullah saw. bersabda, “Imam (Khalifah) adalah perisai; di belakang dia umat berperang dan kepada dia umat berlindung.” (HR Muslim).
Tanpa Khilafah sebagai pelindung, darah umat Islam yang mulia ini masih tertumpah di mana-mana. Nyawa umat Islam demikian murah di hadapan musuh-musuh Allah. Jerit-tangis anak-anak dan para ibu masih terdengar menyayat hati; di Suriah, Palestina, Irak, Pakistan, Myanmar dan tempat-tempat lain. Jeritan kesedihan karena ditinggal orang-orang yang mereka cintai. Jeritan harapan agar ada penolong yang menyelamatkan diri mereka yang dizalimi. Namun, tak ada yang menolong.
Pada bulan Ramadhan yang penuh berkah, zionis Israel kembali menyerang Jalur Gaza dengan jet-jet tempurnya. Serangan itu meluluhlantakkan gedung-gedung serta melukai dan membunuh umat Islam. Mereka sebelumnya juga menculik dan membakar para pemuda Palestina.
Tanpa Khilafah tak ada yang melindungi akidah umat dari serangan musuh-musuh Islam. Mereka secara sistematis dan gencar menyerang akidah anak-anak kita. Lewat kurikulum pendidikan, media massa dan sarana hiburan, mereka menanamkan pada diri anak-anak umat ini doktrin-doktrin kufur seperti sekularisme, liberalisme (kebebasan) dan pluralisme. Tujuannya adalah menyesatkan umat Islam dan menjauhkan dari Islam. Alih-alih menjadi pelindung, penguasa sekular justru mempermudah serangan ini.
Tanpa Khilafah kehormatan umat dan agama ini tak ada yang melindungi. The Jakarta Post kembali berulah, melecehkan Islam. Koran The Jakarta Post (JP) edisi Kamis (3/6) halaman 7 memuat karikatur yang menghina Islam. Karikatur tersebut menggambarkan bendera khas bajak laut tetapi dengan tulisan ‘La ilaha illalLah’ disertai logo tengkorak. Kemudian tepat di tengah tengkorak, tertera tulisan: Allah, Rasul, Muhammad’.
Perkara inilah yang dikecam keras Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia Ismail Yusanto. Menurut Ismail, ini merupakan penghinaan dan pelecahan yang berulang. Dengan karikatur tersebut mereka ingin mengasosiasikan bahwa Islam itu kekuatan destruktif, kriminal, pembunuh.
Tampaknya Islamophobia merupakan ideologi dan garis redaksi JP. Koran berbahasa Inggris milik Kompas Grup ini dan orang-orang sekular di belakangnya kerap melakukan penghinaan. Mereka juga sering memuat berita yang insinuatif (ngarang/mengkhayal), menggambarkan Islam identik dengan terorisme, kekerasan dan sebagainya.
Tanpa Khilafah umat Islam tak bisa benar-benar mewujudkan ketakwaannya secara totalitas. Padahal Allah SWT telah memerintahkan kita untuk berhukum hanya pada syariah-Nya dalam seluruh aspek kehidupan.
Tanpa Khilafah, kita hidup tanpa pemimpin yang adil. Tanpa Khilafah, pemimpin yang terpilih melalui sistem demokrasi adalah pemimpin yang berhukum pada hukum jahiliah, tidak menerapkan Islam secara menyeluruh. Sistem sekular hanya akan memunculkan pemimpin yang suka berdusta bahkan mengancam kehidupan rakyat. Abu Hisyam as-Silmi menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Kalian akan dipimpin oleh para pemimpin yang mengancam kehidupan kalian. Mereka berbicara (berjanji) kepada kalian, kemudian mereka mengingkari (janjinya). Mereka melakukan pekerjaan, tetapi pekerjaan mereka itu sangat buruk. Mereka tidak senang dengan kalian hingga kalian menilai baik (memuji) keburukan mereka, membenarkan kebohongan mereka dan memberi mereka hak yang mereka senangi.” (HR ath-Thabrani).
Tanpa Khilafah pemimpin yang muncul ditengah umat Islam adalah pemimpin ruwaybidhah; pemimpin pengkhianat dan bodoh yang berbicara tentang urusan umat. “Akan datang kepada kalian masa yang penuh dengan tipudaya saat orang-orang akan mempercayai kebohongan dan mendustakan kebenaran. Mereka mempercayai para pengkhianat dan tak mempercayai para pembawa kebenaran. Pada masa itu, ruwaibidhah akan berbicara.” Demikian sabda Nabi saw. Para Sahabat bertanya, “Apa ruwaybidhah itu?” Beliau menjawab, “Ruwaybidhah adalah orang-orang bodoh (yang berbicara) tentang urusan umat.” (HR Ibnu Majalah)
Tanpa Khilafah, kezaliman terhadap umat akan terus berulang. Ini berarti, hanya dengan Khilafah kezaliman ini bisa dihentikan. Khilafah akan menggerakkan tentara-tentara Islam—bersama-sama umat Islam—dari berbagai kawasan negeri Islam untuk membebaskan al-Quds dari zionis Israel.
Khilafah tak akan membiarkan darah umat Islam tertumpah walaupun setetes. Dengan kekuatan politik dan militer yang dimiliki, musuh-musuh Allah SWT tak akan lagi berani menganiaya umat Islam. Hal ini bukan perkara omong-kosong. Secara historis terbukti, lebih dari 1300 tahun Khilafah amat disegani dan ditakuti oleh musuh-musuh Islam.
Saat Rasulullah saw. menjadi kepala negara, beliau mampu menghinakan Yahudi Bani Qainuqa dengan mengepung dan mengusir mereka dari Madinah. Pasalnya, bangsa Yahudi ini telah melecehkan seorang Muslimah dan membunuh Muslim yang membela dia. Rasulullah juga menghukum mati laki-laki yang sudah balig dari kalangan Yahudi Bani Quraizhah. Lagi-lagi karena mereka berkhianat saat bekerjasama dengan pasukan koalisi kafir menyerang negara Islam.
Tindakan tegas Rasullullah saw. ini diikuti oleh Khalifah al-Mu’tashim Billah saat membebaskan Muslimah yang dinodai pasukan adidaya Romawi di daerah Amuriyah. Peristiwa ini diikuti oleh Panglima Perang Saifuddin Qutuz saat mengalahkan pasukan Tartar dalam Perang ‘Ain Jalut pada bulan Ramadhan 658 H. Mereka mengalahkan pasukan bengis yang dalam invasinya telah membunuh lebih dari 1,5 juta umat Islam.
Hal yang sama dilakukan Muhammad bin Qasim saat membebaskan wanita yang ditawan Raja Sindh. Berdasarkan mandat Khalifah, Muhammad bin Qasim mengirim tentara kaum Muslim. Tentara Islam ini mengguncang tahta Raja Sindh, membebaskan para perempuan yang ditahan, menaklukkan Sindh dan India serta menyinari negeri itu dengan Islam. [Farid Wadjdi]