Qiyāmul lail (shalat malam) misalnya, bahwa qiyāmul lail ini memiliki keutamaan yang besar; ia merupakan jalan yang menghantarkan pada tempat (kedudukan) yang dijanjikan. Rasulullah saw bersabda: “Hendaklah kalian melakukan qiyāmul lail (shalat malam). Sebab ia merupakan habit (kebiasaan) orang-orang shalih sebelum kalian; mendekatkan kalian dengan Tuhan; menghapus keburukan-keburukan; mencegah dari melakukan dosa-dosa; dan mengusir penyakit dari tubuh. Dan di malam hari itu ada saat-saat dimana doa mustajabah (dikabulkan).”
Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya di malam hari itu ada saat-saat (waktu), tidaklah seorang hamba Muslim memohon kebaikan kepada Allah tepat di saat (waktu) itu, niscaya Allah memberikan kebaikan itu kepadanya, dan itu ada pada setiap malam.”
Apabila seorang suami bangun di malam hari, dan membangunkan juga istrinya, kemudian keduanya melakukan shalat dua rakaat, maka keduanya dicatat sebagai golongan laki-laki dan perempuan yang banyak mengingat Allah, sebagaimana hal itu telah dikabarkan oleh Rasulullah saw.
Imam Hasan al-Bashri rahimahullah (semoga Allah merahmatinya) berkata: “Aku tidak menemukan sesuatu dari ibadah yang lebih berat daripada melakukan shalat di tengah malam.” Beliau ditanya: “Mengapa mereka yang melakukan shalat tahajjud itu menjadi orang yang paling cerah wajahnya?” Beliau menjawab: “Sebab mereka telah berduaan dengan Dzat Yang Maha Pengasih, kemudian Dia memakaikan cahaya (nūr)-Nya kepada mereka.”
Diantara amalan-amalan sunnah itu adalah beriktikaf, khususnya di bulan Ramadhan, meski hanya sebentar, juga, shalat dhuha, tarwih, witir, dan shalat istikharah dalam setiap urusan, serta memperbanyak sedekah, melakukan umrah, melakukan puasa-puasa sunnah di hari-hari yang telah ditentukan syariah, dan banyak lagi amalan-amalan sunnah yang sering dilakukan oleh para salafush shālih (generasi pertama yang baik). Mereka berharap kepada Allah, bahwa semua itu menjadi jalan untuk meraih kemenangan dan mewujudkan semua tujuan.
Pada hari Senin, tanggal 19 Jumadil Ula 757 H./28 Mei 1453 M. Muhammad Al-Fatih menyerukan semua tentaranya untuk berpuasa di hari itu untuk mendekatkan dirinya kepda Allah, membersihkan jiwa mereka guna persiapan untuk penyerangan akhir, dimana Muhammad Al-Fatih telah memutuskan bahwa pada hari berikutnya ia akan melancarkan serangan terhadap Konstantinopel. Setelah matahari di hari Senin berpamitan, para mujahid melaksanakan shalat Maghrib, dan mereka semua telah berbuka, Muhammad Al-Fatih mengundang dewan perang, dan para komandan militer pada pertemuan terakhir sebelum memulai serangan, dalam pertemuan itu Muhammad Al-Fatih berkhotbah, sebagai berikut:
“Jika Allah SWT menolong kita, lalu melalui kita Allah menaklukkan Konstantinopel. Maka dengan demikian, melalui kita ini akan terwujud hadits Rasulullah saw, dan mukjizat dari mukjizat-mukjizatnya yang agung. Sehingga dari rencana kita ini ada penghargaan dan penghormatan yang terkandung dalam hadits Rasulullah saw. Sampaikan kepada anak-anak tentara kita satu per satu, bahwa kemenangan besar yang akan kita raih akan menambah kehormatan dan kebesaran Islam. Sehingga wajib atas setiap prajurit agar menjadikan ajaran-ajaran Islam ada dalam pikiran, dan tidak boleh satupun dari mereka melakukan sesuatu yang dapat merusak ajaran-ajaran tersebut. Untuk itu, hindari gereja dan kuil, jangan merusaknya; dan biarkan para pastur (pendeta), orang-orang lemah dan tidak berdaya yang tidak turut berperang.”
Ketika pertolongan Allah SWT telah diberikan, maka yang pertama dilakukan oleh Sultan Muhammad Al-Fatih adalah segera mulai melakukan sujud syukur atas kemenangan besar yang diberikan kepada kaum Muslim. Dan pada saat orang-orang Utsmani hampir memasuki kota, banyak dari mereka yang memanjat dinding yang tinggi untuk membuang bendera Bizantium yang ada di atasnya, lalu menggantinya dengan bendera Islam Utsmani. Sementara itu, puluhan Mujahidin mengumandangkan azan dengan suara tinggi dari atas tembok kota. Ketika Muhammad Al-Fatih sampai di tengah kota, beliau berhenti, lalu dengan bahasa Arab yang fasih beliau membacakan bisyārah (kabar gembira) dari Rasulullah saw. “Konstantinopel akan benar-benar ditaklukkan. Sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin yang menaklukkannya, dan sebaik-sebaik tentara adalah tentara yang menaklukkannya.”
Ketika penaklukkan Mesir terasa lambat oleh Umar bin Khattab ra, maka beliau mengirim surat kepada Amr bin al-Ash ra. “Ammā ba’du. Aku heran mengapa kalian begitu lambat menaklukkan Mesir, padahal kalian telah memeranginya sejak beberapa tahun lalu. Dan hal seperti ini tidak terjadi, kecuali kalian telah melakukan bid’ah dan kalian lebih mencintai dunia yang dicintai oleh musuh-musuh kalian. Ingat! Allah SWT tidak akan menolong suatu kaum, kecuali mereka punya niat yang tulus. Dan aku telah mengirim kepadamu empat orang (Zubair bin Awam, Miqdad bin Aswad, Ubadah bin Shamit, dan Maslamah bin Mukhlid). Aku telah memberitahu kamu bahwa satu orang di antaranya sama dengan seribu orang yang masing-masing memiliki kualitas yang sama. Apabila suratku ini telah sampai kepadamu, maka sampaikan khotbah kepada mereka, dan dorong mereka untuk memerangi musuh-musuhnya, tanamkan kepada mereka kesabaran dan niat yang baik. Jadikan empat orang itu menjadi pemimpin mereka, dan perintahkan mereka agar minimal mengalahkan satu orang. Hendaklah khotbah itu disampaikan pada siang hari Jum’at, sebab saat itu adalah waktu diturunkannya rahmat dan waktu yang mustajabah (dikabulkannya doa); dan hendaklah mereka dengan sungguh-sungguh memohon kemenangan atas musuh-musuhnya.”
Ketika surat Umar ini telah sampai, maka Amr mengumpulkan mereka, dan membacakan surat Umar kepadanya. Kemudian Amr meminta empat orang tersebut untuk berada di depan mereka. Amr meminta mereka untuk bersuci lalu melakukan shalat dua rakaat. Kemudian menanamkan kepada mereka kecintaan kepada Allah, dan memohon kepada Allah kemenangan. Sehingga akhirnya, Allah pun menaklukkan Mesir melalu mereka.
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 26/7/2014.