Apakah Pemerintah tertarik dengan masalah warga negara Inggris yang ikut berperang memakai seragam Israel di Gaza dalam beberapa minggu terakhir?
Sekarang saya pikir adalah ide yang baik bahwa pemuda berseragam biru sedang menjaga mata mereka agar tetap terbuka di Heathrow mengawasi warga Inggris yang sudah berperang di Timur Tengah. Saya berharap mereka melakukan pekerjaan yang menyeluruh – dan memang yang saya maksudkan adalah menyeluruh. Saya tidak ingin bertemu seorang pria yang telah menembakkan rudal-rudal ke keluarga-keluarga Kristen di Suriah. Namun di sisi lain, saya juga tidak ingin bertemu seorang pria yang telah menembakkan peluru tank ke rumah-rumah warga Palestina di Gaza.
Dengan kata lain, saya percaya bahwa Polisi Inggris sedang mengawasi semua ‘penjahat potensial’, apakah organisasi militer asing itu membawa label teroris atau tidak. Saya tidak tahu orang-orang Palestina yang telah menembakkan roket-roket ke Israel yang memegang kewarganegaraan Inggris – Tuan Plod harus memeriksa mereka. Tapi akan sangat menarik untuk mengetahui apakah pemerintah Inggris berminat mengetahui sebagaimana semestinya pada setiap warga negara Inggris manapun – bahkan jika mereka memiliki paspor lain – yang telah berperang dengan menggunakan seragam Israel di Gaza dalam beberapa minggu terakhir.
Biarkan saya berkata jujur. Puluhan orang Inggris pendukung Israel ikut mengabdi pada tentara Israel. Hal yang sama berlaku bagi Australia, Selandia Baru, Kanada dan Amerika Serikat. Dan orang-orang yang ikut perang itu tidak selalu menjadi penjahat perang. Inilah yang mungkin apa yang akan dikatakan orang Arab – dan ini pasti bukan hal yang disarankan oleh orang Israel. Tapi ada banyak bukti – dari tahun 1982 di Lebanon, tahun 1996 di Qana, tahun 2008-2009 di Gaza dan terjadi lagi di Gaza dalam dua minggu terakhir ini – bahwa tentara Israel individual dan para pilot telah melakukan perbuatan yang, jika menurut hukum internasional, itu adalah kejahatan perang.
Saya dikejutkan oleh kata-kata Direktur Gerakan Veteran Israel ‘Breaking the Silence’, Yehuda Shaul, yang berbicara pada pertemuan di Tel Aviv beberapa minggu yang lalu tentang efek brutal menduduki tanah orang lain. Penangkapan massal, penghapusan “siluet” mencurigakan, keluarga-keluarga yang tidak berdaya dan dipenuhi rasa takut selama penggeledahan. “Anda beradaptasi dengan semua hal itu,” kata Shaul. “Pertama kali, anda berada dalam keadaan kaget, kedua kalinya, agak sedikit kurang, dan pada akhir minggu, anda melakukannya secara alami.” Menarik. Kedengarannya seolah-olah Shaul berbicara tentang bagaimana menjadi radikal. Bukankah itu apa juga yang akan kita katakan tentang para pemuda warga Inggris lainnya yang dengan senjata melakukan perjalanan ke Timur Tengah?
Tapi apa yang kita harapkan ketika Mayor Jenderal Gadi Eizenkot – yang sekarang adalah Wakil Kepala Staf Tentara Israel – dengan tegas mengatakan dalam sebuah wawancara dengan surat kabar enam tahun lalu bahwa dia akan menggunakan kekuatan yang tidak proporsional terhadap desa-desa atau kota-kotaasal roket-roket itu ditembakan, dan dengan terkenal dia menambahkan “dari sudut pandang kami ini itu bukanlah desa-desa penduduk sipil; mereka adalah pangkalan militer”? Suatu hal yang menjelaskan banyak tentang apa yang terjadi selama dua minggu terakhir di Gaza. Dan seperti Muhammad Ali Khalidi, seorang Profesor Filsafat di York University di Toronto tunjukkan, dengan sengaja mengarahkan warga sipil untuk mencapai tujuan-tujuan politik adalah “definisi dari terorisme menurut kamus”.
Mari kita berharap dan berdoa bahwa tidak ada warga negara Inggris yang telah terlibat dalam perbuatan mengerikan tersebut. Tapi ini bukanlah ide yang buruk, bukan? jika para pemuda berseragam biru ituberbicara dengan kata-kata yang ramah dengan mereka ketika mereka (para pemuda itu) tiba kembali di Heathrow – dan mereka bersikeras tahu persis atas apa yang mereka lakukan ketika mengenakan seragam militer negara lain. (independent.co.uk, 28/7/2014)