[Al-Islam edisi 716, 12 Syawal 1435 H – 8 Agustus 2014 M]
Sebulan penuh, selama Ramadhan kita telah menghiasinya dengan puasa dan berbagai amal saleh. Semoga semua itu, terutama puasa, sukses menempa kita menjadi insan-insan yang bertakwa dan makin meningkat ketakwaannya.
Takwa itu, seperti yang diartikan para sahabat, bermakna al-khawf min al-Jalîl wa al-‘amalu bi at-tanzîl isti’dâdan li yawmi rahîl –rasa takut terhadap Zat yang Maha Agung, beramal sesuai dengan (tuntutan wahyu) yang diturunkan, sebagai persiapan menghadapi hari yang kekal-. Dengan terwujud dan makin meningkatnya ketakwaan dalam diri kita, seharusnya membuat kita makin memiliki rasa takut kepada Allah yang Maha Agung. Rasa takut yang lahir dari keimanan paripurna. Rasa takut yang mendorong kita untuk beramal dalam segala hal sesuai tuntutan wahyu. Dan semua itu kita lakukan sebagai persiapan menghadapi Hari Akhir, karena keimanan bahwa kita pasti akan menghadapinya guna mempertanggungjawabkan semua amal di dunia. Juga karena harapan agar kita meraih keridhaan Allah dan mendapat karunia dan kenikmatan yang telah Allah janjikan bagi orang-orang yang bertakwa.
Manifestasi ketakwaan itu adalah dengan melaksanakan hukum-hukum syariah secara keseluruhan. Saat ini sebagian dari hukum syariah memang bisa dilaksanakan, terutama terkait pribadi, tentang makanan, pakaian, minuman, akhlak, keluarga, dan sebagian muamalah. Di sisi lain, ada banyak hukum syariah yang belum bisa dilaksanakan saat ini terutama hukum-hukum terkait politik dalam negeri, pemerintahan, politik luar negeri, ekonomi, tata pergaulan, pidana dan hukum-hukum syariah tentang pengaturan masalah publik. Hal itu karena pra syarat pelaksanaannya belum terwujud. Padahal semua hukum itu adalah sama, yaitu hukum syariah yang bersumber dari wahyu yang tidak boleh dibeda-bedakan. Semuanya harus dilaksanakan sebagai wujud ketakwaan yang sudah ditempa selama Ramadhan. Pra syarat itu adalah adanya kekuasaan yang menerapkan syariah secara keseluruhan dan itu tidak akan terwujud kecuali dengan sistem Khilafah sebagai metode penerapan syariah yang telah ditetapkan, yang telah dilaksanakan dan dijaga oleh para sahabat dan generasi kaum Muslimin selanjutnya.
Maka untuk menyempurnakan dan melanggengkan ketakwaan yang sudah ditempa selama Ramadhan, hendaklah setiap Muslim turut terlibat secara aktif dalam perjuangan mewujudkan penerapan syariah Islam secara kaffah di bawah sistem Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. Semua itu merupakan tuntutan dari keimanan kita, penyempurna manifestasi ketakwaan, sekaligus kewajiban dari Allah SWT.
Penerapan syariah dan penegakan Khilafah itu juga kebutuhan mendesak bagi dunia umumnya dan khususnya bagi kaum Muslim di seluruh negeri mereka. Kebutuhan mendesak akan Khilafah itu dituntut oleh berbagai bencana yang menimpa umat Islam hingga saat ini.
Sejak Ramadhan lalu, saudara kita di Gaza Palestina dibombardir dengan aneka senjata pemusnah oleh entitas pendudukan Yahudi Israel. Tak sedikit yang jadi korban, dan ratusan orang gugur menjadi syuhada. Masjid, sekolah, pemukiman, rumah sakit, dan infrastruktur lainnya pun hancur. Kebiadaban dan kebrutalan invasi itu menimpa siapa dan apa saja, hingga bebatuan dan pepohonan tak luput darinya. Jeritan, rintihan dan teriakan minta tolong dari anak-anak, wanita, orang-orang tua dan penduduk Gaza umumnya, tidak mendapat jawaban yang semestinya. Para penguasa kaum Muslim, termasuk negeri sekeliling Gaza, tidak bergerak memberikan pertolongan semestinya. Mereka sibuk menghitung korban dan paling banter mengirimkan bantuan dana, pangan, obat-obatan. Namun tidak ada yang bertindak tegas menghentikan kebiadaban Israel. Padahal di tangan mereka kendali atas ratusan ribu bahkan jutaan tentara dan berbagai senjata dari semua jenis dengan segala kecanggihannya.
Palestina bukanlah satu-satunya. Di Suriah, hingga kini umat Islam harus menghadapi keganasan penguasanya sendiri, Basyar Asad. Dengan dukungan negara-negara kafir penjajah, rezim Nushairiyyah itu membantai ratusan ribu rakyatnya sendiri.
Sementara Irak dan Afghanistan masih berada di bawah penjajahan negara imperialis, Amerika Serikat. Kondisi menyedihkan juga masih terus dialami saudara-saudara kita di Pattani Thailand, Moro Philipina Selatan, Kashmir, Rohingya di Miyanmar, kaum Muslim di Afrika Tengah, China, dan lain-lain.
Semua realitas itu mengukuhkan kesimpulan bahwa umat ini memerlukan Khilafah. Dengan Khilafah, persatuan umat Islam benar-benar dapat diwujudkan dalam kehidupan. Selain ikatan aqidah, persatuan umat semakin kokoh tatkala berada dalam ikatan daulah.
Dengan Khilafah, kaum Muslimin di negeri-negeri Islam dengan segala potensinya bisa dipersatukan. Khilafah akan menjadi negara kuat yang disegani dan memimpin dunia.
Dengan Khilafah pula, umat Islam beserta agamanya terjaga. Darah, kekayaan, dan kehormatan akan terpelihara. Sebab, khalifah adalah junnah, perisai. Rasul saw bersabda:
وَإِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
“Sesungguhnya imam itu adalah perisai, orang berperang di belakangnya dan berlindung dengannya” (HR al-Bukhari)
Khalifah bukan hanya kebutuhan negeri-negeri Muslim yang terjajah secara fisik. Khilafah juga menjadi kebutuhan bagi seluruh umat Islam, termasuk negeri yang tidak dijajah secara fisik seperti negeri ini. Meskipun tidak secara fisik, namun penjajahan berlangsung dalam berbagai aspek kehidupan, seperti politik, ekonomi, budaya, pemikiran, dan peradaban. Maka, utang negara pun terus bertambah setiap tahun, sementara sebagian besar rakyatnya hidup miskin dan menderita. Ironisnya, kekayaan alam yang melimpah ruah justru dikuasai korporasi-korporasi asing. Korupsi semakin menjadi-jadi, kriminalitas merajalela, kemungkaran dan kemaksiatan lainnya semakin liar dan tak terkendali.
Rezim telah beberapa kali berganti. Pemilu, baik legislatif, presiden, maupun kepala daerah sudah diadakan berkali-kali. Namun perubahan lebih baik tak kunjung terjadi. Janji manis para politisi tinggal janji. Keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan hanya mimpi.
Bagaimana keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan bisa diwujudkan, sementara sistem yang diberlakukan justru menciptakan ketimpangan, kemiskinan, dan kesengsaraan. Bagaiaman bisa negeri ini terbebas dari penjajahan, sedangkan sistem yang diterapkan justru melempangkan penjajahan. Maka, siapa pun pemimpinnya, jika tidak menyentuh yang diterapkan, tidak akan membawa perubahan.
Inilah yang terjadi di negeri ini. Pangkal penyebab aneka problema di negeri ini adalah sistem batil dan rusak. Sistem itu adalah demokrasi dan liberalisme. Keduanya bersumber dari ideologi kufur, yakni Sekularisme-Kapitalisme.
Prinsip dasar demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Prinsip ini menjadikan manusia menjadi pembuat hukum satu-satunya. Ini jelas menafikan otoritas Allah SWT sebagai pembuat hukum. Sedangkan prinsip dasar liberalisme dalam ekonomi adalah kebebasan kepemilikan beserta pengelolaannya.
Ketika sistem tersebut diterapkan oleh negara, maka akan memiliki daya paksa terhadap rakyatnya. Rakyat dipaksa berpaling dari syariah-Nya. Hal itu akan menjerumuskan manusia ke jurang kesengsaraan. Allah SWT berfirman:
﴿وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا﴾
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit” (QS Thaha [20]: 124).
Menurut Imam Ibnu Katsir rahimahul-Lâh dalam tafsirnya, “berpaling dari peringatan-Ku” maknanya adalah menyelisihi perintah-Ku dan apa yang Aku turunkan kepada para rasul-Ku, berpaling darinya, melupakannya, dan mengambil selainnya sebagai petunjuk.
Maka akibatnya “fa inna lahu ma’îsyatan dzanka”. Maknanya adalah, tiada ketenteraman baginya, tiada kelapangan di dadanya, bahkan dadanya terasa sempit karena kesesatannya, meskipun secara lahir terlihat nikmat, berpakaian dan makan apa pun yang diinginkan, dan tinggal di mana pun dia suka. Maka hatinya tidak akan sampai pada keyakinan dan petunjuk, hatinya akan merasa gelisah, tidak menentu, dan keraguan. Hatinya selalu diliputi dengan sangsi dan kebimbangan.
Bukan hanya menyebabkan penderitaan di dunia, penolakan terhadap syariah juga akan menjerumuskan manusia ke dalam neraka. Kelanjutan ayat tersebut menegaskan:
﴿وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى﴾
“Dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta” (QS Thaha [20]: 124).
Karena itu, negeri ini dan penduduknya bahkan dunia memerlukan Khilafah. Dengan Khilafah, syariah dengan seluruh bagiannya dapat diterapkan. Sebagai hukum yang berasal dari Dzat Maha Benar dan Maha Adil, syariah adalah hukum yang benar dan adil. Dan ketika diterapkan, niscaya akan menghasilkan keadilan dan kebaikan. Kesejahteraan dan keberkahan juga akan didapatkan. Allah SWT berfirman:
﴿وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ﴾
“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi” (QS al-A’raf [7]: 96).
Harus diingat kembali bahwa Khilafah adalah kewajiban syar’i dan sumber kemuliaan kita: al-khilâfatu fardhu Rabbina wa mashdaru ‘izzinâ, Khilafah adalah kewajiban Tuhan kita dan sumber kemuliaan kita.
Wajibnya Khilafah telah diterangkan oleh para ulama mu’tabar. Tidak ada perselisihan di antara mereka. Kemuliaan juga hanya kita dapatkan tatkala kita menerapkan syariah. Sedangkan syariah secara kaffah hanya bisa diterapkan dalam daulah khilafah.
Maka, setelah menjalankan ibadah selama bulan Ramadhan, hendaklah kesuksesan itu kita langgengkan dan sempurnakan dengan turut berjuang menegakkan Khilafah. Segeralah melangkah dalam barisan para pejuang syariah dan Khilafah yang akan menerapkan syariah Islam secara kaffah dan konsisten mengikuti manhaj kenabian. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []
Komentar al-Islam:
Pertumbuhan ekonomi terus menunjukkan perlambatan sejak 2013. Terakhir, pertumbuhan ekonomi kuartal II-2014 hanya sebesar 5,12%, terendah sejak 2009.
Menteri Keuangan, Chatib Basri, menilai kondisi tersebut akan memberikan dampak terhadap upaya pengurangan pengangguran dan kemiskinan. Ini karena perlambatan ekonomi menunjukkan semakin terbatasnya lapangan kerja. (finance.detik.com, 05/08)
- Jangankan pertumbuhan melambat, pertumbuhan yang tinggi saja tak bisa mengurangi pengangguran dan kemiskinan secara signifikan.
- Jangan berharap pada sistem ekonomi kapitalisme akan bisa memberikan kesejahteraan dan kemakmuran secara merata untuk seluruh rakyat. Kalaupun pertumbuhan tinggi, sebagian besar hanya dinikmati segelintir orang saja. Sebagian besar rakyat tetap saja tidak merasakannya.
- Pertumbuhan yang baik disertai pendistribusian kekayaan secara merata dan berkeadilan yang bisa memberikan kesejahteraan dan kemakmuran, hanya bisa diwujudkan dengan sistem ekonomi Islam.