Kelompok HAM Amnesty International dengan tajam menegur sistem peradilan militer AS, hari Senin, dengan mengatakan mereka telah gagal untuk menahan tentara Amerika yang bertanggung jawab karena melakukan “pembunuhan di luar hukum dan pelanggaran lainnya,” dan memberikan korban warga Afghanistan sedikit kesempatan untuk melihat keadilan.
Dengan merinci kritiknya dalam laporan luas yang berjudul “Left in the Dark,” Amnesty menfokuskan pada kematian warga sipil yang disebabkan oleh operasi militer di Afghanistan antara tahun 2009 hingga 2013 dan mengatakan praktek investigasi dan penuntutan dari militer AS jauh dari apa yang dibutuhkan untuk menjamin akuntabilitas atas tuduhan terjadinya kejahatan terhadap warga sipil. “Laporan itu, yang berdasarkan pada wawancara dengan 125 korban warga Afghanistan, para anggota keluarga mereka dan saksi mata atas serangan itu, merinci 10 insiden berbeda yang berakhir dengan kematian sedikitnya 140 warga sipil, termasuk sedikitnya 50 anak-anak.
Di antara insiden itu adalah serangan di malam hari pada sebuah rumah bulan Februari 2010 di provinsi Paktia yang menewaskan dua wanita hamil, yang mengakibatkan kematian dua pejabat peradilan pidana dan seorang gadis remaja. “Ribuan warga Afghanistan telah tewas atau terluka oleh pasukan AS sejak invasi, namun para korban dan keluarga mereka memiliki sedikit kesempatan untuk mendapatkan ganti rugi. “Sistem peradilan militer AS hampir selalu gagal untuk menahan tentaranya yang bertanggung jawab atas pembunuhan di luar hukum dan pelanggaran lainnya,” kata Richard Bennett, Direktur Amnesty International Asia Pasifik.
Laporan itu mencatat bahwa selama lima tahun terakhir, hanya ada enam kasus dimana anggota militer AS dituntut karena membunuh warga sipil Afghanistan dengan melawan hukum. Kasus yang paling menonjol adalah kasus Sersan Angkatan Darat Robert Bales, yang mengaku membunuh 16 warga sipil Afghanistan pada tahun 2012 dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat tahun lalu. Pasukan Bantuan Keamanan Internasional yang dipimpin NATO (ISAF), yang juga disebut dalam laporan itu, merespon dengan mengatakan bahwa mereka “menyelidiki semua laporan yang dapat dipercaya atas kematian warga sipil dan luka-luka ketika situasi taktis memungkinkan terjadinya hal itu,” dengan menambahkan “mengambil langkah untuk meminimalkan risiko atas warga sipil selama operasi militer.” NATO, yang akan mengakhiri misi tempurnya di Afghanistan pada akhir tahun ini, menambahkan bahwa telah terjadi “penurunan yang signifikan” atas korban sipil akibat operasi. [Sumber: Aljazeera]
Komentar :
Tentara salib tidak akan berhenti berjuang dan membunuh kaum Muslim di Afghanistan sampai mereka dipaksa pindah agama dan berhasil menundukkan Afghanistan. Allah SWT berfirman:
وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمْ عَن دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا
“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka dapat mengembalikan kamu dari agamamu kepada kekafiran, seandainya mereka sanggup.” (QS Al Baqarah: 217)