Sekelompok massa di Bali, belum lama ini melakukan aksi demo menentang penggunaan kerudung dan peci hitam bagi karyawan di sejumlah perusahaan untuk menyambut lebaran. Para pengunjuk rasa yang tergabung dalam Aliansi Hindu Bali, terdiri dari Cakrawahyu, Yayasan Satu Hati Ngrestiti Bali, Yayasan Jaringan Hindu Nusantara dan Pusat Kooordinasi Hindu Nusantara.
Protes itu mereka sampaikan antara lain dengan menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor PT Jasamarga Bali Tol (JBT), bertujuan mendesak agar imbauan tersebut dicabut. Dalam aksinya mereka bertemu dengan pihak PT JBT yang diwakili Hadi Purnama selaku Manager Operasional, serta Manajer PT Lingkarluar Jakarta, Budi Susetyo. Pada pertemuan itu akhirnya disepakati untuk meniadakan kebijakan itu.
Selain kepada PT JBT, protes serupa juga ditujukan kepada perusahaan lainnya di Bali, antara lain Hypermart, Smartfren, Hoka-hoka Bento dan Taman Nusa. Perusahaan-perusahaan itu juga menampilkan hal yang sama, karyawan pria berpeci dan karyawan wanita mengenakan kerudung menjelang lebaran.
Kerudung dan peci bukan gambaran pelaksanaan ajaran Islam, namun kerudung dan peci lebih bersifat nasionalisme Indonsia. Di negara-negara Timur Tengah, dimana ajaran Islam pertama kali berkembang, kerudung dan peci, justru tidak dikenal. Sebaliknya kerudung dan peci, lebih mewakili kultur bangsa-bangsa Melayu, yang banyak dikenakan di Malaysia dan juga Brunei Darussalaam.
Pengenaan peci dan kerudung menjelang lebaran hanya bentuk apresiasi sejumlah perusahaan terhadap perayaan agama itu. Berdasar catatan Republika, hal serupa juga diterapkan saat Natal, dengan mengenakan topi sinterklas. Di Bali pada saat Galungan dan Kuningan, karyawan yang bertugas pada bagian depan di sejumlah perusahaan, mengenakan udeng untuk pria dan kebaya untuk perempuan.
Saat dikonfirmasi mengenai hal itu, Humas PT JBT, Drajad Hari Suseno menjawab singkat bahwa masalah itu sudah selesai. “Sudah selesai. sudah selesai,” katanya ketika dihubungi melalui handphone. (