HTI Press, Jakarta. Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Muhammad Ismail Yusanto menyatakan khilafah (sistem pemerintahan yang menerapkan syariah Islam secara kaaffaah) dan simbol Islam sengaja dimonsterisasi untuk menjauhkan umat Islam dari ajaran agamanya sendiri.
“Nah, untuk mencegah umat memahami bahwa menegakkan khilafah itu wajib, maka dibuatlah sesuatu yang akan membuat umat merasa takut,” ungkapnya dalam Halqah Islam dan Peradaban (HIP): Monsterisasi Khilafah dan Simbol Islam, Rabu (3/9) di Aula Gedung Juang 45, Cikini, Jakarta Pusat.
Maka, lanjutnya, ISIS —terlepas dari segala kontroversinya—, di-blow up sedemikian rupa agar umat mengira begitulah kalau khilafah ditegakkan. Sehingga dengan sendirinya umat menjadi takut untuk mempelajari Islam lebih dalam apalagi sampai berjuang menegakkan khilafah.
“Kalau orang sudah benci, kalau sudah takut, maka orang akan menjauh. Korban pertama monsterisasi adalah jihad. Orang awam sekarang kalau mendengar jihad kan bom Bali, kalau mendengar bom Bali kan teroris, jihad jadi disamakan dengan teroris,” ujarnya.
Padahal jihad merupakan kewajiban yang agung dan tidak ada hubungannya dengan bom Bali. Ismail pun mengingatkan Hari Pahlawan yang diperingati setiap 10 Nopember, itu merupakan jihad yang dicetuskan oleh Hadratussyeikh KH Hasyim Ashari. Tapi mengapa buku sejarah di sekolah hanya mengungkap perlawanan Bung Tomo dan warga Surabaya dan sekitarnya, padahal mereka berperang melawan Belanda karena resolusi jihad dari pendiri Nahdlatul Ulama tersebut.
Ismail mengingatkan, agar para aktivis Islam tetap istiqamah berdakwah serta menjelaskan kewajiban menegakkan khilafah yang sesungguhnya. Sehingga umat bisa membedakan khilafah yang mengikuti metode kenabian dengan yang selainnya. Dan tidak takut dengan segala halangan. “Karena bila hukum ini dipahami betul oleh umat, halangan apa pun tidak pernah dihiraukan,” tegasnya.
Ia pun mencontohkan, dulu waktu tahun 1980-an pemerintah melarang anak sekolah —apalagi di sekolah negeri— memakai kerudung. Anak sekolah yang keukeuh berkerudung dikeluarkan dari sekolah.
Namun seiring dengan semakin masifnya umat yang memahami berkerudung itu wajib, pemerintah pun tidak dapat menghalanginya lagi, sekarang marak di sekolah-sekolah berkerudung. “Dan bahkan yang dulu melarang pun sekarang mengenakannya,” pungkas Ismail.
Dalam talkshow yang dihadiri sekitar 150 peserta tersebut hadir pula pembicara lainnya, yakni Amirsyah Tambunan (Sekretaris MUI Pusat); Fahmi Salim (Wasekjen MIUMI); dan Rokhmat S Labib (Ketua DPP HTI).[] Joko Prasetyo. Foto: Iwan Setiawan dan Sigit NS