#YukNgaji Islam Bukan Sekedar Simbol

buletin_swi_edisi31

Ngomong-ngomong simbol Islam, ada dua simbol yang akhir-akhir ini santer diangkat di media, baik itu media tayang maupun media sosial. Dua simbol itu adalah jilbab (kerudung) dan bendera tauhid. Yupz, yang pertama soal isu pelarang jilbab di Bali. Berdasarkan hasil investigasi oleh Pelajar Islam Indonesia terhadap 40 sekolah, tidak semua sekolah di Bali melakukan pelarangan secara gamblang dan eksplisit. Ada yang jelas melarang, ada yang menyerahkan kepada dinas, dan ada juga yang bingung, tidak tahu apakah harus membolehkan atau tidak.

Salah satu yang sejak awal sudah membolehkan adalah SMKN III Singaraja. Adapun sekolah yang pada awalnya melarang, tapi sekarang tidak lagi adalah SMA II Denpasar.  Hal ini menjadi sorotan hingga pemerintah pusat (Kemendikbud) yang turun tangan, dan pihak sekolah seperti SMAN 2 membantah adanya larangan. Kini siswi muslimah bebas mengenakan jilbab di sekolah.

Selesai berita jilbab di sekolah, belakangan muncul berita ‘pelarangan jilbab’ di tempat kerja. Usut punya usut, yang diberitakan sebagai pelarangan sebenarnya adalah pencabutan instruksi kantor Smartfren dan kantor Jasa Marga Bali serta pusat perbelanjaan (hypermart Bali Galeria) yang pada bulan puasa lalu menginstruksikan pemakaian peci dan kerudung untuk karyawan atau petugasnya. Sebagaimana terjadi pada hari perayaan lain seperti natal, misalnya, instruksi tersebut dimaksudkan untuk menarik konsumen atau turut menyemarakkan perayaan yang sedang berlangsung.

Isu pelarangan atribut keagamaan di Pulau Dewata bermula dari surat dari perusahaan-perusahaan BUMN kepada karyawannya pada Ramadan lalu, agar memakai pakaian Muslim. Padahal, tidak seluruh karyawan di Bali merupakan Muslim, karena warga di sana didominasi oleh pemeluk agama lain. The Hindu Center of Indonesia pun meminta agar surat seperti itu tak berlaku di Bali. (republika.co.id)

Isu kedua yang cukup mengemuka adalah isu bendera tauhid laa illaha illa Allah Muhammadu rasullullah, yang dibawa oleh satu kelompok milisi di daerah Syam. Gegara isu yang menyudutkan kelompok ini, maka kayak semacam anti alias phobia Islam, seluruh masyarakat anti dengan simbol tauhid tersebut. Setiap ada kegiatan atau warga yang membawa atribut tersebut, segera aja dilaporin ke pihak berwajib.

Kasus terakhir, terjadi pada Firman Hidayat, warga Kecamatan Beji, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat, diamankan aparat Polres Depok di kediamannya, Jumat (22/8) dinihari, karena dilaporkan oleh warganya menyimpan bahkan menempel bendera tersebut di rumahnya. Belakangan, Firman dilepasin karena memang tidak terbukti terlibat kelompok tsb. Dia mendapatkan bendera tersebut beli di sebuah distro dan hanya ngefans aja sama kelompok tsb. (liputan6.com)

Simbol Otokritik

Well, dalam kasus jilbab dan bendera tauhid kali ini kayaknya kembali menegaskan dua hal kepada kita. Pertama, ada sekelompok orang yang anti dengan simbol-simbol Islam. Kedua, adalah mereka-kalo boleh jujur- yang hanya menjalankan Islam sekadar simbolnya aja, alias bisa jadi cuman ikutan-ikutan aja.

Jilbab memang salah satu simbol Islam, seseorang yang memakainya terindentifikasisebagai muslimah. Jilbab jadi tanda kalo muslimah yang memakainya itu (seharusnya) beda dengan yang nggak pake (non muslimah). Aneh bin ajaib, kalo berjilbab tapi tingkah lakunya nyablak, cekikak cekikik sama cowok, boncengan dengan cowok non mahrom, de es te.

Jilbab adalah salah satu ketentuan hukum syariat yang wajib bagi seorang muslimah ketika keluar rumah. Pakaian jilbab atau hijab terdiri dari kerudung (khimar) bisa dibaca perintahnya di QS. An-Nuur 31, dan satunya pakaian jilbab (jubah panjang) itu sendiri, perintahnya ada di QS. Al Ahzab 59. Berdasarkan penjelasan kedua ayat tersebut dan beberapa hadits pendukung yang lain, maka jilbab dipakai ketika diluar rumah, tidak ketat (membentuk lekuk tubuh) dan tidak transparan (tipis).

So, pengertian jilbab yang kayak gitu sekaligus menggugurkan sekaligus sebuah otokritik fenomena jilboobs (jilbab ketat) yang dipake oleh mereka yang di atas tadi udah disebutin memakainya hanya sekedar simbol formalitas, dan hanya bermodalkan semangat. Dan yang begini yang bisa jadi salah satu penyebab sebagian muslimah enggan berjilbab, dengan dalih “tuh yang berjilbab aja begituan, mending nggak berjilbab dan nggak gituan…”, wacaw!

Sama sekali nggak bener kalo ada yang berkicau macam gitu. Jilbab itu tabir bagi muslimah dari berbuat maksiat dan dosa. Jilbab harusnya jadi identitas kalo pemakainya juga harus sesuai dengan apa yang dipakainya. Jilbab adalah satu langkah awal untuk siap menerima aturan-aturan Allah lainnya termasuk dalam hal pergaulan, batasan dengan lawan jenis, serta interaksi lainnya.

Adapun dengan simbol bendera tauhid. Bendera dengan tulisan kalimat tauhid bukan hanya sekedar dibanggakan, tapi kudu ngerti makna didalamnya. Boleh aja berbangga dengan bendera itu, tapi sekali lagi bukan untuk dibangga-banggain tapi kosong makna. Sobat pasti inget kasus penyanyi Ahmad Dhani yang diprotes oleh salah satu organisasi Islam, gegara meletakkan kalimat tauhid di lantai saat Dhani sedang konser. Itulah sobat, sebagai bentuk dari bangga tapi kosong makna.

Bendera hitam dengan tulisan kalimat tauhid, sejatinya adalah lambang dari cincin yang dipakai oleh Rasulullah saat beliau menjadi kepala negara. Dan cincin itu dipergunakan sebagai stempel surat-surat yang dikirimkannya kepada kepala negara lain saat itu.

Maka dengan adanya fenomena yang berkembang di Indonesia, simbol itu menjadi “laku” untuk dijual-belikan. Tapi sayangnya, pembeli bahkan lebih-lebih penjualnya harusnya bisa ngasih edukasi kepada setiap orang yang beli tentang bendera tersebut. Maka sekali lagi simbol ini juga otokritik buat kita, agar tidak hanya semangat memakainya, tapi juga kudu semangat mencari tahu maknanya.

Kenapa Alergi Simbol?

Kalo terkait jilbab tadi, ada satu pihak yang enggan berjilbab karena ngeliat perilaku jilbaber yang nggak bener, di sisi yang lain ada pihak-pihak yang senantiasa nggak suka –kalo boleh dikatakan begitu- dengan simbol ini. Padahal seperti udah dijelasin di atas tadi, kalo jilbab itu memang simbol Islam (muslimah), tapi nggak sekedar simbol. Memakai kerudung, jilbab, atau hijab untuk menutup aurat adalah penerapan syariat Islam.Itu semua bukan budaya arab, namun merupakan penerapan nilai Islam yang memiliki esensi.

Kasus yang terjadi di Pulau Dewata adalah bukti nyata ada beberapa pihak alergi dengan simbol Islam. Dan tahu nggak sob, ternyata ‘alergi’ itu nggak hanya terjadi di negerinya ganteng-ganteng serigala ini saja. Di Jerman, guru-guru perempuan (muslim) dilarang berjilbab di sekolah-sekolah umum (public school). Walaupun nggak semua negara bagian menerapkan aturan itu, namun wacana larangan tersebut makin meluas dari tahun ke tahun. Padahal, dengan jumlah lebih dari 3,5 juta muslim, Jerman menjadi negara yang memiliki penduduk Islam terbesar di Eropa Barat selain Perancis.

Sedangkan Perancis, bukan hanya melarang guru untuk memakai jilbab tapi larangan tersebut juga berlaku bagi murid-murid perempuan. Denmark, Belgia, Swedia, dan Kosovo pun melakukan hal yang sama, mereka beralasan bahwa mendorong rasa kesetaraan dan mencegah terjadinya pemisahan dengan basis simbol-simbol eksternal. Begini nih, kalo demokrasi jadi alasan negara untuk melarang perempuan muslimah menggunakan jilbab.

So, Itulah bentuk islamophobia sebagai konsekuensi negeri yang menganut sekularisme, dimana Islam tak boleh mengatur kehidupan. Satu sisi umat Islam sendiri sangat phobi dengan Islam terbukti dengan ditangkapnya beberapa orang yang hanya karena membawa bendera tauhid. Padahal bendera berwarna hitam dan di dalamnya bertuliskan “La ilaha Illa Allah Muhammad Rasulullah” warna putih itu adalah panjinya Rasulullah saw. Artinya milik kaum muslimin.

Abu Hurairah  berkata, “Panji Rasulullah SAW (raayat) berwarna hitam, sedangkan liwa’ (bendera)-nya berwarna putih.”

At-Thabrani & Abu Syaikh menuturkan dari Abu Hurairah & Ibnu ‘Abbas, bahwa bendera Rasulullah SAW bertuliskan“La ilaha Illa Al-Allah Mohammad Rasul al-Allah”.

Sementara itu, sangat disayangkan, sebagian umat Islam mengenakan Islam hanya sebatas simbol, menjalankan Islam sekadar modal semangat. Ya, bukan bermaksud mengejek kepada mereka yang terbilang “pemula”, tapi bukankah kewajiban bagi setiap muslim hendaknya mencari tahu atas apa yang hendak dilakuin, sebagaimana Allah Swt sampaikan:

“Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.” (QS. Al Anbiya 7)

Itu kaidah awal bagi setiap muslim, yakni mengetahui ilmu dan hukum terkait dengan perbuatan yang kita mau kerjakan, biar ledekan ‘tong kosong nyaring bunyinya’ nggak mampir ke telinga kamu. Biar pelaksanaan dari kewajiban syariatmu nggak malah mencitraburukkan Islam. Catet ya!

#YukNgaji

Maka yuk muslimah, di balik jilbab yang kamu kenakan ada tanggung jawab besar untuk memberikan qudwah (teladan) yang baik. Jangan membuat blunder yang justru membuat orang antipati terhadap Islam, syariat maupun simbolnya.

Yuk berjuang bersama. Bagi yang belum berjilbab, ayo mulai saat ini tanamkan tekad untuk memulai sebuah perubahan dalam dirimu. Buat yang sedang dan berusaha berhijab, yuk berhijab dengan hijab yang syari’i. Untuk tahu yang syari’i #YukNgaji.

Yuk yang lagi semangat-semangatnya membela Islam, jangan hanya membela simbol-simbol Islam tapi tanpa pernah mencari tahu apa makna sesungguhnya dari simbol tersebut. Untuk tahu makna dari setiap simbol, ya ngaji. #YukNgaji Islam kaafah sebagai sistem kehidupan yang utuh, bukan sepotong-sepotong. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*