Di tengah-tengah masyarakat setidaknya ada tiga golongan manusia. Pertama: orang yang bergaul dengan baik di masyarakat dan sabar menghadapi keburukan mereka sehingga dia cenderung disukai oleh mereka. Kedua: orang yang buruk pergaulannya di masyarakat sehingga cenderung tidak disukai oleh mereka. Ketiga: orang yang enggan bergaul dengan masyarakat, baik karena niat baik (misal: menghindari ragam keburukan yang muncul di masyarakat), karena tak sabar menghadapi keburukan masyarakat ataupun sekadar karena rasa malas saja.
Terkait dengan itu, Ibn Umar ra menuturkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Seorang Muslim yang bergaul dengan baik di tengah masyarakat serta bersabar atas keburukan mereka adalah lebih baik daripada orang yang tidak bergaul dengan mereka dan tidak sabar dengan keburukan mereka.” (HR at-Tirmidzi).
Dengan redaksi berbeda Rasul SAW juga bersabda, “Seorang Mukmin yang bergaul dengan baik di tengah masyarakat dan bersabar atas keburukan mereka adalah lebih besar pahalanya daripada seorang Mukmin yang tidak bergaul dengan mereka dan tidak sabar atas keburukan mereka.” (HR Ibn Majah).
Tentang pentingnya bergaul secara baik dengan masyarakat, Sayyid al-Musayyab ra menuturkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Puncak akal setelah keimanan kepada Allah SWT adalah bergaul dengan baik di masyarakat. Seseorang tidak akan pernah merugi selama dia sering bermusyawarah dengan orang lain. Pelaku kebaikan di dunia adalah pemilik kebaikan di akhirat.” (HR Ibn Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf dan Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman).
Bahkan bergaul baik dengan masyarakat dipandang sebagai sedekah. Jabir bin Abdillah ra menuturkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Bergaul baik dengan masyarakat adalah sedekah.” (HR Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam al-Awsath dan Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman).
Dalam sebuah hadits marfu’ dari Zaid bin Rafi’ dituturkan bahwa Rasul SAW pun bersabda, “Aku diperintahkan untuk bergaul secara baik dengan masyarakat sebagaimana aku diperintahkan shalat fardhu.” (HR Ibn Abi Syaibah).
Nazzal bin Sabrah pun menuturkan hadits marfu’ bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga perkara yang jika ketiganya ada pada diri seseorang, ia berada dalam kedamaian: ilmu, yang dengan ilmu itu kebodohan orang bodoh bisa dihilangkan; akal, yang dengan akal itu orang bergaul secara baik dengan masyarakat; sikap wara’ yang bisa mencegah seseorang dari bermaksiat kepada Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR Ibn Abi ad-Dunya’).
Salah satu pergaulan yang baik di tengah masyarakat adalah dengan selalu menunjukkan sikap santun dan lembut. Siapakah orang yang santun atau lembut? Kata Amr bin al-‘Ash ra, “Orang yang santun (lembut) bukanlah orang yang santun (lembut) terhadap orang yang santun (lembut) kepada dirinya. Akan tetapi, orang yang santun (lembut) adalah orang yang santun (lembut) baik terhadap orang yang santun (lembut) kepada dirinya ataupun yang bersikap kasar terhadap dirinya.” (HR Ibn Abi Syaibah).
Terkait sikap santun dan lembut ini Rasulullah SAW bersabda, “Manakala Allah SWT mengumpulkan seluruh makhluk pada Hari Kiamat, seseorang menyeru, ‘Dimana pelaku keutamaan?’ Rasul bersabda, “Tiba-tiba sekelompok orang berdiri. Mereka lalu berjalan dan bergegas menuju surga. Malaikat lalu menyambut mereka. Mereka kemudian ditanya, ‘Siapa kalian ini?’ Mereka menjawab, ‘Kami adalah pelaku keutamaan itu.’ Mereka ditanya lagi, ‘Apa keutamaan kalian?’ Mereka menjawab, ‘Jika kami dizalimi, kami berusaha bersabar. Jika kami diperlakukan buruk, kami memohonkan ampunan bagi pelaku keburukan tersebut. Jika kami dikasari, kami berusaha tetap bersikap lembut terhadap orang yang mengasari kami.’ Selanjutnya dikatakan kepada mereka, ‘Masuklah kalian ke dalam surga sebagai balasan terbaik bagi para pelaku kebaikan.’” (HR Ibn Abi ad-Dunya’).
Sebaliknya, Islam mencela sikap buruk atau kasar hingga membuat orang-orang tidak suka. Rasul SAW bersabda kepada Aisyah ra, “Wahai Aisyah, sesungguhnya orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada Hari Kiamat kelak adalah orang yang cenderung dijauhi atau ditinggalkan oleh manusia karena mereka khawatir terhadap keburukannya.” (HR Ahmad dan Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman).
Dalam redaksi lain Rasul SAW bersabda, “Sesungguhnya manusia terburuk pada Hari Kiamat kelak adalah orang yang (di dunia) paling dikhawatirkan lisannya atau keburukannya oleh manusia.” (HR Ibn Abi ad-Dunya’).
Nabi SAW juga bersabda kepada Aisyah ra, “Manusia terburuk adalah siapa saja yang menjadikan orang takut berkumpul dengan dia karena keburukannya.” (HR Ibn Abi ad-Dunya’).
Karena itulah Salim bin Abdillah berkata, “Di antara kebaikan adalah takut melakukan keburukan (terhadap orang lain).” (HR Ibn Abi ad-Dunya’).
Wa ma tawfiqi illa bilLah. [] abi