Ulama itu merupakan pewaris para Nabi. Demikian sabda Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi melalui jalur Abu Darda’ ra.
Sesungguhnya ulama memiliki posisi yang mulia di sisi Allah dan Rasul-Nya. Melalui kedudukan yang agung ini, Allah memuliakan para ulama yang bertakwa dan bersih. Peran ulama tentu sangat penting dalam dakwah Islam.
Mengingat begitu sentralnya peran ulama ini, penting bagi kita memperhatikan seruan Hizbut Tahrir Indonesia kepada para ulama. Dalam nasyrah-nya tertanggal 29 Syawwal 1435 H/25 Agustus 2014 M, HTI menyampaikan beberapa poin penting untuk ulama yang mulia. Pertama: Tentang ulama. Sesungguhnya para ulama itu menjadi pewaris para nabi dalam keilmuan, iman, perjuangan dan sikap mereka. Namun, di manakah ulama seperti itu pada zaman sekarang ini? Di manakah pewaris para nabi itu?
Para ulama pada masa lalu tidak terkenal dan dikenal hingga saat ini semata karena kedalaman ilmu dan keluasan penguasan fikihnya. Sebab, para ulama’ dan fukaha pada zaman mereka sangat banyak. Namun, keagungan ulama pada masa lalu terkenal dan dikenal hingga sekarang karena sikap dan tantangan mereka dalam menghadapi problematika vital yang mereka hadapi pada zaman mereka.
Abdullah bin Abbas menantang kaum Khawarij. Said bin Jubair menantang Hajjaj bin Yusuf. Sufyan at-Tsauri bahkan tidak mau menyentuh surat Khalifah Harun ar-Rasyid dengan tangannya, karena surat itu dibawa oleh orang zalim. Beliau pun memerintahkan salah seorang muridnya untuk membalik surat tersebut dan menulis balasan di baliknya: “Kepada Harun ar-Rasyid (bukan ditulis Amirul Mukminin)… Anda telah mengakui diri Anda telah menggunakan harta kaum Muslim dengan hawa nafsu Anda. Anda jelas zalim. Saya akan bersaksi memberatkan Anda (kelak di hadapan Allah).”
Ahmad bin Hanbal telah menghadapi tantangan dalam masalah kemakhlukan al-Quran. ‘Izzuddin bin ‘Abdis Salam telah menjual Mamalik. Ibn Taimiyah telah berperang melawan Tatar.
Inilah di antara sikap para ulama yang agung pada masa lalu. Lalu di manakah ulama kaum Muslim yang agung saat ini? Di manakah Anda di hadapan problematika umat dewasa ini? Di manakah posisi Anda terhadap ucapan Imam al-Ghazali, ”Rusaknya rakyat, karena bejatnya para penguasanya. Bejatnya para penguasa itu karena rusaknya ulamanya?” Di manakah Anda terhadap firman Allah SWT (yang artinya):
“Agar kamu menjelaskannya kepada umat manusia dan kamu tidak menutup-nutupinya (QS Ali ‘Imran [3]: 187).
Mengapa Anda rela menjadi pendukung, pembantu dan alat para penguasa dan pengkhianat itu? Apa manfaatnya keberadaan Anda? Apa manfaat ilmu Anda jika Anda tidak membela kebenaran dan mencegah kebatilan; memerintahkan yang makruf, melarang yang munkar serta mengoreksi (tindakan) para penguasa?
Kedua: Tentang penegakan Khilafah. Sesungguhnya berjuang untuk menerapkan syariah dan menegakkan Khilafah di muka bumi ini merupakan kewajiban agama yang paling agung; perkara yang sudah diyakini urgensinya dalam Islam. Tak ada perbedaan pendapat di kalangan semua ulama dalam perkara ini. Imam al-Ghazali berkata, “Agama itu merupakan dua saudara kembar. Agama adalah pangkal (pondasi)-nya, sedangkan kekuasaan adalah penjaga. Sesuatu tanpa pangkal (pondasi), pasti runtuh, sedangkan sesuatu tanpa penjaga, pasti akan lenyap.”
Karena itu berjuang untuk menegakkan Khilafah bukan hanya kewajiban Hizbut Tahrir saja, tetapi kewajiban seluruh kaum Muslim, terutama para ulamanya. Siapa saja yang melalaikannya dan tidak memperjuangkannya berdosa.
Khilafah, wahai para ulama yang mulia, adalah kewajiban. Ia juga merupakan janji Rabb Anda, serta kabar gembira Nabi Anda (QS an-Nur [24: 55).
Ketiga: Permintaan Hizbut Tahrir untuk para ulama. Dalam nasyrah tersebut HTI menginginkan kepada ulama akan tiga hal:
- Agar Anda bisa menjadi pembuka mata dan penasihat. Anda bisa membuka mata mereka sehingga mengetahui bahayanya berdiam diri terhadap sistem yang rusak dan merusak ini, yaitu sistem sekular kapitalis, supaya masyarakat tidak mendapatkan murka Allah yang dahsyat itu.
- Agar Anda bisa menjadi pembuka mata dan penasihat. Anda bisa membuka mata mereka sehingga bisa mengetahui sistem yang diturunkan dari Tuhan semesta alam, yaitu Khilafah Rasyidah yang mengikuti metode kenabian. Itulah satu-satunya solusi yang mujarab dan benar untuk negeri kita.
- Al-Bukhari telah mengeluarkan hadis dari Nabi saw.:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Tidaklah salah seorang di antara kalian beriman hingga mencintai saudaranya, sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri (HR al-Bukhari).
Keempat: Dalam penutupnya Hizbut Tahrir Indonesia kembali menyerukan agar para ulama berjuang bersama-sama untuk menegakkan Khilafah:
Kami menginginkan kebaikan untuk Anda, sebagaimana kami juga menginginkan Anda sama-sama bisa meraih kemuliaan yang agung bersama kami, dengan berjuang untuk menegakkan Negara Khilafah. Kondisi yang menyakitkan ini tak lain merupakan buah dari tidak adanya Khilafah. Lalu, siapakah yang lebih utama untuk menunaikan kewajiban yang agung ini melebihi ulama? Orang alim, yang bertakwa dan bersih itu adalah orang yang paling layak untuk mengemban tugas ini, sekaligus menjadi ahlinya. Tempatnya harus di garda terdepan dalam setiap momentum kebaikan.
Maka dari itu, kami sampaikan kepada Anda, berjuanglah untuk menegakkan Khilafah; masing-masing dari posisinya. Ikutlah bersama kami dalam kebaikan ini, yang bisa dirasakan oleh semua orang. Kami yakin dengan pertolongan Allah, dan dekatnya fajar Khilafah yang akan merekah kembali.
Sudah selayaknya kita sebagai Muslim, apalagi ulama, memperhatikan seruan yang mulia ini. Sebagai tanggung jawab kita bersama terhadap umat.[Farid Wadjdi]
Seruan lantang dan dikumandangkan setiap waktu pasti seruan ini terdengar dan terjawab. Berserulah jangan berhenti, sampai seruanmu terjawab. Istiqomah dan tetaplah berseru, saling bantu membantu jangan sampai seruan ini kalah apalagi hilang. Tetaplah berseru wahai saudaraku!!! Seruanmu terdengar sampai surga. Bersaut-sautanlah berseru jangan mundur. Fajar kemenangan pasti segera tiba. Yaaa Allah tolonglah kami, tolonglah…