Migrant Care: Nyawa Buruh Migran Paling “Murah” di Masa SBY
Lembaga pemerhati Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri, Migrant Care, menilai politik luar negeri pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama 10 tahun ini sudah gagal meningkatkan kesejahteraan buruh migran.
“Selama masa reformasi, nyawa buruh migran yang paling ‘murah’ adalah masa pemerintahan SBY,” kata Aktivis Migran Care, Wahyu Susilo, dalam konferensi pers “Rapor Merah Kebijakan Politik Luar Negeri SBY” di Jakarta, Minggu (12/20/2014).
Selain Migrant Care, hadir perwakilan aktivis lain yang tergabung dalam Forum Masyarakat Sipil untuk Kebijakan Luar Negeri, yakni INFID, IGJ, Walhi, PWYP, PATTIRO, ASPPUK, Koalisi Perempuan Indonesia dan Bina Desa.
Wahyu mengatakan, kebijakan di masa SBY lebih berorientasi pada mengirim TKI sebanyak-banyaknya demi mendapatkan devisa besar. Namun, pemerintah tidak melindungi warganya yang berada di negara lain.
“Pemerintah memperlakukan TKI seperti komoditi dan industri. Ini kegagalan utama politik luar negeri pemerintahan SBY,” ujarnya. Sepanjang 2013 saja, kata Wahyu, setidaknya ada 398.270 kasus yang menimpa buruh migran di berbagai negara tujuan. Para korban mayoritas perempuan yang bekerja di sektor rumah tangga, khususnya di Malaysia dan Arab Saudi.
Menurut wahyu, ada 265 TKI yang terancam hukuman mati di luar negeri. Sepanjang 10 tahun masa pemerintahan SBY, kata Wahyu, ada tiga buruh migran Indonesia yang dieksekusi mati tanpa pembelaan yang berarti dari pemerintah. Tiga buruh itu adalah Yanti Iriayanti, Agus Damansiri dan Ruyati.
Sumber : KompasĀ http://nasional.kompas.com/read/2014/10/12/16183461/Migrant.Care.Nyawa.Buruh.Migran.Paling.Murah.di.Masa.SBY
Kalau mau lebih jernih, komodifikasi dan dehumanisasi jutaan perempuan Indonesia menjadi TKW tidak hanya di era SBY, tapi sudah berlangsung begitu pemimpin negeri Muslim ini ‘memutuskan’ untuk menerapkan Kapitalisme sebagai ideologi penggerak sendi perekonomian bangsa. Sejak jaman Soeharto yang menyepakati untuk pertamakalinya pengiriman TKW migran, sejak itulah praktek nista perbudakan perempuan terjadi!
Kalangan perempuan ini adalah korban dari dua pihak yakni mandulnya pemerintahan yang gagal mensejahterakan mereka dan sistem kapitalis beracun yang hanya berpihak pada segelintir orang yang memiliki kekayaan dan membiarkan rakyat banyak dalam kondisi lapar diliputi oleh kemiskinan. Inilah yang memaksa jutaan perempuan di Indonesia, Bangladesh, Pakistan dan seluruh kawasan dunia Islam lainnya harus meninggalkan rumah dan anak-anak mereka ribuan kilometer, demi mendapat pekerjaan, dan bekerja layaknya budak untuk menyambung hidup menafkahi keluarganya.
Ironisnya, Indonesia seringkali membanggakan pendapatan jutaan dolar yang berasal dari buruh migran perempuannya, dan mengklaim bahwa ini akan berkontribusi positif pada pertumbuhan ekonomi negara, meskipun pada faktanya pendapatan jutaan dolar ini dinodai dan dilahirkan dari perbudakan ekonomi dan kekerasan terhadap kaum perempuannya. Hal ini juga mencerminkan bagaimana watak asli Kapitalisme yang memandang segala sesuatu hanya sebagai masalah permintaan dan penawaran, dan bagaimana memperoleh keuntungan sebagai tujuan utama masyarakat, mendehumanisasi perempuan dan laki-laki menjadi sekedar komoditi ekonomi yang membawa keuntungan bagi negaranya, tanpa peduli derita kemanusiaan yang terjadi pada rakyatnya.
Sangat kontras dengan Kapitalisme, Islam tidak memandang perempuan sebagai komoditi ekonomi, melainkan sebagai manusia yang harus dilindungi dan selalu difasilitasi secara finansial oleh kerabat laki-laki mereka ataupun oleh negara sehingga mereka bisa memenuhi peran vital mereka sebagai istri dan ibu, sementara di saat yang sama Islam juga mengijinkan perempuan untuk mencari pekerjaan jika mereka menginginkannya. Namun perempuan harus berada dalam kondisi terbebas dari tekanan ekonomi dan sosial dalam bekerja, sehingga tanggung jawab rumah mereka tidak terganggu. Kaum perempuan juga harus terbebas dari kondisi yang menindas mereka berperan ganda sebagai pencari nafkah sekaligus pengurus rumah tangga untuk keluarga mereka.(FM)