Ketika Remaja Berkorban
Sekarang bulan Dzulhijah kan, sobat? Nah, berarti ngomongin Lebaran Haji alias Idhul Adha alias idul qurban dan identik dengan korban kambing atau sapi. Kali ini kita bukan mau ngajakin sobat #SmartwitISLAM bakar-bakar sate kambing or sapi. Tapi buletin kesayanganmu ini mau ngajakin mengambil ibroh dari hari raya Idhul Adha, wa bil khusus pelajaran ‘berkorbannya’ Nabiyullah Ibrahim dan Ismail as. Yuk gak usah pake lama, cekidot!
Koq Jadi Korban?
Yup, sampe detik ini remaja remaji kita khususnya di negeri ini masih banyakan yang jadi “korban” ketimbang berkorban, maksudnya jadi korban jahatnya ide sekularisme kapitalisme. Mulai dari pemikiran sampe perilaku. Coba kita tengok data dan fakta terbaru remaja-remaji kita.
Kita mulai dari catatan Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Index (HDI)tahun 2013 oleh United Nations Development Programme (UNDP)-PBB, Indonesia berada di posisi ke-108 dari 187 negara (detik.com). HDI adalah alat untuk mengukur kemajuan jangka panjang dari 3 dimensi utama dari pembangunan manusia yaitu hidup yang panjang dan sehat, akses untuk ilmu pengetahuan, dan standar kehidupan yang layak.
Trus dari catatan kriminalitas remaja, kita lihat dari kasus penyalahgunaan narkoba. Penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) menemukan bahwa 50 – 60 persen pengguna narkoba di Indonesia adalah pelajar dan mahasiswa. Total seluruh pengguna narkoba berdasarkan penelitian yang dilakukan BNN dan UI adalah sebanyak 3,8 sampai 4,2 juta. Seperti disampaikan Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Kabag Humas) BNN, Kombes Pol Sumirat Dwiyanto seperti dihubungi detikHealth, Rabu (6/6/2012).
Bagaimana korban remaja di dunia Pornografi dan pornoaksi? Ternyata ada peningkatan secara signifikan peredaran video porno d iIndonesia. Dan yang paling memprihatinkan adalah kenyataan bahwa sekitar 90 persen dari video tersebut, pemerannya berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Sesuai dengan data penelitan yang dilakukan oleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. (Okezone.com, 28/3/2012).
Then, yang kalah ngerinya adalah kehidupan seks bebas di kalangan remaja. Base line survey yang dilakukan oleh BKKBN LDFE UI (2000), di Indonesia terjadi 2,4 juta kasus aborsi pertahun dan sekitar 21% (700-800 ribu) dilakukan oleh remaja.Data yang sama juga disampaikan Komisi Nasional Perlindungan Anak tahun 2008. Dari 4.726 responden siswa SMP dan SMA di 17 kota besar, sebanyak 62,7 persen remaja SMP sudah tidak perawan, dan 21,2 persen remaja mengaku pernah aborsi (Kompas.com, 14/03/12).
Next, ada catatan data tentang tawuran pelajar yang seolah jadi bagian tak terpisahkan dari perilaku pelajar. Data dari Komnas Anak, jumlah tawuran pelajar sudah memperlihatkan kenaikan pada enam bulan pertama tahun 2012. Hingga bulan Juni, sudah terjadi 139 tawuran kasus tawuran di wilayah Jakarta. Sebanyak 12 kasus menyebabkan kematian. Pada 2011, ada 339 kasus tawuran menyebabkan 82 anak meninggal dunia (Vivanews.com, 28/09/12).
Kenapa Bisa Jadi Korban?
So, masih banyak catatan buruk tentang remaja kita, meski catatan baiknya juga ada, tapi kayaknya catatan kebaikan itu tenggelam seiring karena lebih banyakan catatan buruknya. Namun masih menyisakan pertanyaan “kenaparemaja kita kita bisa jadi korban?”. Yup, pertanyaan ini penting banget, karena sebenarnya tak sedikit daya upaya udah dicoba agar angka korban nggak meningkat, tapi kayaknya nggak ngaruh.
Pertama, analoginya gini sob. Kalo semisal rumah kita bocor, seringkali kita hanya kasih ember air untuk menadahi air yang jatuh, malah justru abai terhadap sumber bocornya (genteng, atap). Nah, persis kayak itulah solusi-solusi yang selama ini dikasih buat nyelesain masalah kenakalan, kriminalitas remaja. Sering kali hanya dilihat akibatnya tanpa dilihat sebabnya.
Ambil contoh, misalnya untuk mengantisipasi penyalahgunaan penggunaan narkoba di kalangan remaja, Pemerintah gencar mengkampanyekan ‘Say No to Drugs!’. Pemerintah memfasilitasi dengan pengadaan jarum suntik steril sebagai antisipasi penyebaran virus HIV. Ada juga program substitusi (pengganti) heroin dengan metadon sebagai bagian dari terapi penyembuhan pecandu. Ini kan ironis banget!
Di satu sisi Pemerintah ngotot ingin menghentikan peredaran narkoba, namun di sisi lain justru pemerintah melestarikan pemakaian narkoba. Inilah salah satu solusi dangkal yang ditawarkan oleh sistem kapitalis sekular dalam mengatasi masalah narkoba.
Kedua, kita anologikan lagi misalnya kalo kita sakit pilek, biasanya yang kita lakukan hanya mengusap ingus dari pilek itu, tanpa memperdulikan sumber penyakit pilek itu apa. Nah, persis juga solusi yang ditawarkan selama ini menyelesaikan persoalan remaja cenderung parsial alias setengah hati atau malah justru berujung ‘manfaat’, dan manfaat itu bermuara di duit.
Contoh, solusi kondomisasi yang diyakini bisa mengurangi atau bahkan menghentikan laju virus HIV/AIDS, tapi kondomisasi sebuah solusi pragmatis yang sangat menyesatkan. Kondomisasi makin menambah masalah, karena secara nggak langsung melegalisasi seks bebas. Bukannya mengantisipasi, malah memfasilitasi. Akibatnya, kampanye kondom berpotensi menguatkan gaya hidup seks bebas.
Hal ini pernah diungkapkan oleh Mark Schuster dari Rand, sebuah lembaga penelitian nirlaba, dan seorang pediatri di University of California. Berdasarkan penelitian mereka, setelah kampanye kondomisasi, aktivitas seks bebas di kalangan pelajar pria meningkat dari 37% menjadi 50% dan di kalangan pelajar wanita meningkat dari 27% menjadi 32% (USA Today, 14/4/1998).
Dari dua analogi diatas kita bisa sedikit simpulkan bahwa upaya mengatasi kenakalan/kejahatan remaja, kebanyakan masih berkutat di permukaan yang pragmatis, belum menyentuh aspek mendasarnya, inilah yang menjadi ciri khas sistem kapitalis dalam menyelesaikan masalah.
Nah, kalo gitu ketemu dong jawaban dari pertanyaan “kenaparemaja kita kita bisa jadi korban?”. Yup, jawabannya karena kita masih kekeuh berharap pada kapitalisme, yang sudah jelas-jelas PHP alias pemberi harapan palsu.
Lalu apa ajaran, sistem, ideologi yang bisa menyelesaikan persoalan remaja? Sebelum dijawab, kita pake analogi lagi nih. Analoginya gini, kalo misalnya kita lagi ngejahit trus tiba-tiba kehilangan jarum, hilangnya didalam rumah, tapi kita mencarinya diluar rumah, kira-kira bakal ketemu nggak jarumnya? So pasti nggak bakalan ketemu.
Nah, persis kayak gitu, juga kalo kita mau menyelesaikan persoalan remaja yang notabene mereka manusia dan muslim, nggak ada cara lain ya syariat Islam solusinya. Menyelesaikan masalah remaja dengan solusi selain Islam? Siap-siap aja di PHP-in…
Ibroh dari Ibrahim-Ismail
Bukan bermaksud mengolok-olok teman kita yang sudah jadi korban keganasan sekularisme kapitalisme. Sekali lagi, yuk kita ambil pelajaran dari kasus teman-teman kita, trus kaitkan dengan Ibroh pengorbanan Nabi Ibrahim dan Ismail.
Kisah berawal ketika Nabi Ibrahim as. dan ibunda Siti Hajar menginginkan kehadiran seorang anak,meski usianya kian senja, Nabi Ibrahim as terus berdoa memohon diberikan anak yang shalih. ‘Ya Rabb, anugrahkanlah kepadaku [seorang anak] yang termasuk orang shaleh’. Maka Kami beri kabar dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. (QS ash-Shaffat 100-101)
Atas ijin dan karunia Allah, akhirnya lahirlah Ismail sang buah hati. Ismail bak satu-satunya pohon hijau yang tumbuh di kebun gersang milik seorang petani tua. Ismail mendatangkan kebahagiaan dalam hidup Ibrahim. Ismail pun merasakan penuhnya kasih sayang dan cinta ayahnya.
Akan tetapi, di tengah rasa bahagia itu, turunlah perintah Allah kepada Ibrahim untuk menyembelih putera kesayangannya itu: “Maka tatkala anak itu telah sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: hai anakku, sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu” (QS ash-Shaffat 102)
Bayangin Sob. Ada sesuatu yang kita cintai, yang deminya kita rela mengorbankan apa saja. Trus tiba-tiba kita disuruh mengorbankannya. Kira-kira berat nggak? Kalo kita masih merasa berat, maka bisa jadi sesuatu itu telah menjadi “ismail” dalam hidupmu. Setiap sesuatu yang dapat membuat dirimu tidak mendengarkan perintah Allah dan menyatakan kebenaran.
Sobat, disadari atau nggak, remaja digoda oleh “Ismail” yang berasal dari induk sekularisme. Coba perhatikan, ada remaja yang susahnya minta ampun kalo dibilangin suruh ninggalin pacaran, maka pacaran telah menjadi “ismail” bagi dirinya. Ada sebagian remaja yang keranjingan dengan narkoba, udah sulit banget dinasehatinnya, maka narkoba telah menjadi “ismail” bagi dirinya, dan begitu seterusnya. Intinya, setiap sesuatu yang menghalangimu untuk melaksanakan kewajiban-kewajibanmu sebagai seorang hamba Allah. Setiap sesuatu yang menyebabkan engkau mengajukan alasan-alasan untuk menghindar dari perintah Allah SWT, itulah “ismail”-mu.
Dan nyadar atau enggak, biasanya “ismail”-mu itu telah menjadi “an-da-dan (sesembahan)” selain Allah: “Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)” (QS. Al Baqarah 165).
Namun “Ismail” yang paling berbahaya dan adalah pangkal dari segalanya, “ismail” berupa ideologi dan pandangan hidup sekuler, seperti kapitalisme dan sosialisme atau komunisme, dan ideologi lain yang tidak bersumber dari nilai-nilai tauhid.
Sobat, saatnya berlarilah kepada Allah. Yuk belajar dari Ibrahim dan Ismail. Ketika tiba saat Ibrahim harus mengorbankan Ismail, apa yang dipilih oleh Ibrahim? Ibrahim pilih berlari kepada “kekasih sejatinya” yakni Allah Swt. Danapa jawaban Ismail ketika itu? “Lakukanlah yang diperintahkan Rabbmu” (QS. Shaffat 102)
Kalo kita mengaku cinta kepada Allah, keberanian kita berkorban demi kekasih kita ini, diuji.Jika kita mengaku cinta kepada Allah, tapi demi-Nya kita masih enggan untuk berlari kepada syariat-Nya, itu cinta palsu. “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Imron 31).
Maka ketika remaja berkorban, dia mengisi waktunya untuk ketaatan bukan kemaksiatan. Ketika remaja berkorban, apa yang dia cinta di dunia dia tinggalkan jika itu hanya menghantarkan kepada ketidaktaan. Ketika remaja berkorban, perintah dan larangan Allah didahulukan daripada mengikuti langkah-langkah syetan. Ketika remaja berkorban, menjadikan Ibrahim-Ismail sebagai teladan, bukan artis idola yang mengajari keburukan. Ketika remaja berkorban, Islam didakwahkan, syariat diperjuangkan untuk diterapkan dalam kehidupan. Allahu Akbar! []
==================================================================
Pilihan Tweet:
@dakwahremaja :Percaya deh, dgn berdakwah bikin hidup kamu lebih hidup. Abis mati bakal hidup lagi. Untuk menikmati kehidupan surga yg dinanti.
@dakwahremaja:Banyak orang yg paranoid mikirin akibatnya kalo aktif berdakwah. Tapi nggak kuatir dengan apa yang terjadi kalo mereka diam aja
@dakwahremaja:Gak ada ceritanya aktif dakwah bikin hidup kita susah. Yang ada, ogah dakwah bikin hidup terus bermasalah.
@smartwithISLAM : Kita perlu kasihan kpd teman2 kita yg masih belum “ngeh” kalau dirinya memang kudu diatur oleh Dzat Yang Menciptakan dirinya.