Nobel Untuk Malala, Bagaimana Dengan Nabila ?

Aktivis hak anak-anak asal IndiaKailash Satyarthidan remaja PakistanMalala Yousafzai, mendapat anugerah Nobel Perdamaian. Menurut Komite Nobel, dua tokoh ini mendapatkan nobel berkat perjuangan mereka melawan penindasan anak dan perjuang hak semua anak untuk mendapat pendidikan.

Penembakan Malala seorang  gadis kecil tentu sulit untuk diterima,ini jelas merupakan tindak keji.  Namun sikap Barat yang terus menerus membangun opini kepahlawan tentang gadis kecil ini tentu patut dipertanyakan. Kenapa hanya Malala  yang mendapat perhatian dari Barat. Bagaimana dengan ribuan anak-anak yang terbunuh akibat tindakan kejam Amerika Serikat dengan pesawat tanpa awaknya?

Bisa dimengerti, Malala menjadi selebriti di media Barat karena dia adalah korban dari Taliban yang menjadi musuh Barat. Dengan memunculkan Malala, serangan bisa diarahkan kepada Taliban sebagai musuh Amerika. Sekaligus melakukan stigma negatif terhadap syariah Islam berkaitan dengan perlakukan terhadap wanita dan pendidikan untuk perempuan.

Tentu halnya berbeda kalau yang dimunculkan adalah korban keganasan Amerika dan sekutunya. Seperti menimpa Nabila Rahman yang neneknya terbunuh di depan matanya akibat serangan pesawat tanpa awak Amerika. Nabila Rahman yang berusia 8 tahun saat itu sedang bekerja di samping rumah mereka bersama kedua kakak dan nenek mereka. Tidak pernah ada permintaan maaf, penjelasan atau pembenaran yang diberikan atas peristiwa itu.

Berbeda dengan Malala, upaya Nabila bersama ayah dan saudaranya pergi ke Amerika pun sepi dari publisitas. Pejabat dan media masa Amerika menyambutnya dengan dingin. Tidak hanya mereka sudah mengalami hambatan luar biasa ketika melakukan perjalanan dari desa terpencil ke Washington ‘DC,  saat memberikan kesaksian di sidang Kongrespun mereka tidak dipedulikan. Hanya dihadiri lima dari 430 wakil rakyat yang muncul.

Malala sesungguhnya hanya korban dari permainan politik kotor Amerika dan sekutu-sekutunya  sekaligus korban pengkhianatan penguasa Pakistan.  Melalui penembakan Malala Amerika dan Pakistan berupaya melegalkan pembantaian mereka terhadap umat Islam di Waziristan. Tentu saja semua ini akan menambah korban anak-anak dan wanita yang tidak bersalah.

Tindakan Amerika dan dukungan pengusa Pakistan seakan benar, dengan alasan Amerika menyerang  Taliban yang tidak berprikemanusian terhadap anak-anak seperti Malala ! Sementara pemerintah Pakistan juga berusaha menutupi pengkhianatan keji mereka yang telah memberikan jalan seluas-luasnya bagi Amerika untuk membunuh rakyatnya sendiri atas  nama perang melawan Taliban.

Tentu bukan suatu kebetulan kalau, pasca serangan terhadap Malala Yousafzai,  jumlah korban serangan drone meningkat menjadi 18 dan 27 pada hari sebelum dan sesudahnya. Komite PBB untuk Hak-Hak Anak pernah mengeluarkan laporan ratusan anak-anak dilaporkan tewasakibat  serangan tidak pandang bulu pasukan militer AS di Afghanistan antara tahun 2008 dan 2012. Kepahlawanan Malala yang dibangun Barat sukses mengalihkan dunia dari kejahatan Amerika dan pasukan NATO-nya.

Kita perlu menegaskan apa yang diderita oleh Malala, Nabila, dan anak-anak Afghanistan lain, bukanlah akibat Islam. Tapi merupakan buah dari kebijakan kolonialisme Barat di dunia Islam. Peranglah yang dipimpin Amerikalah yang membawa derita anak-anak di sana. Mereka terluka dan terbunuh akibat pesawat drone Amerika. Perang telah membuat mereka menjadi anak-anak yang terlantar. Mereka kehilangan orang tua yang seharusnya melindungi, menafkahi mereka.

Memang perang kerap kali menjadikan sekolah-sekolah menjadi target. Menurut laporan PBB, mengenai “Anak-anak danKonflik” pada tahun 2013, sekitar 115 sekolah di Mali diserang pada, 321 sekolah di wilayah pendudukanPalestina, 167 sekolah di Afghanistan dan 165 sekolah di Yaman. Bukankan pelaku dari semua kejahatan itu berpangkal dari kebijakan imperialistik Amerika ?
Perang yang dipimpin Amerika pun telah mejadi penyebab terlantarnya pendidikan rekan-rekan Malala dan Nabila. Perang telah membuat orangtua khawatir anak-anak mereka pergi ke sekolah. Serangan tanpa pandang bulu Amerika pun membuat anak-anak tidak pernah tenang bersekolah. Bagaimana mungkin pendidikan untuk anak-anak Afghanistan bisa berjalan baik, kalau nyawa mereka bisa terancam setiap saat ?

Tidak mengherankan lebih dari 10 tahun pendudukan,hampir 9 dari 10 perempuan Afghanistan buta  huruf. Kebijakan luar negeri penjajahan Barat yang buas dan merusak, bukan hanya merampok hak anak-anak untuk mendapat pendidikan yang layak, perang buas Amerika ini pun telah merampok kehidupan dan martabat mereka.

Kita perlu tegaskan kembali hanya Khilafahlah yang bisa menjamin nyawa setiap muslim termasuk para anak-anak dan wanita. Khilafah pula yang bisa memberikan pelayaanan terbaik untuk pendidikan anak. Pendidikan berdasarkan keimanan yang berkualitas, gratis dan berlaku sama untuk laki-laki maupun perempuan. Di bawah sistem Khilafah-lah pendidikan kaum perempuan berkembang. Peradaban Islam menghasilkan banyak penemu perempuan yang cemerlang.

Sebutlah Marium al-Istirlabi yang mempelopori pengembangan astrolabe di abad ke-10 untuk menghitung posisi matahari dan bintang-bintang. Terdapat pula  insinyur terkemuka seperti Fatima Al-Fihri yang membangun universitas pertama di dunia di Qarawayyin, Moroko. Muhammad Akram an Nadwi, menulis biografi 8000 ulama perempuan yang hidup dalam peradaban Islam. Semua ini mencerminkan bagaimana Islam sangat memperhatikan pendidikan bagi perempuan. (Farid Wadjdi)

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*