Koresponden timur tengah untuk Independent.co.uk Robert Fisk menulis laporan mengenai serangan intensif AS terhadap ISIS, hari senin (20/10). Dalam laporannya tersebut, Robert menyatakan bahwa serangan udara yang dilancarkan AS, sudah waktunya membuat AS seperti Lockheed Martin, sebuah industri kedirgantaraan, pertahanan, dan keamanan yang menjadi produsen senjata raksasa.
Robert Fisk mengungkapkan bahwa bulan September lalu, dalam kurun waktu 24 jam sekali, kapal perang Amerika menembakkan rudal Tomahawk seharga $65,8 juta. Apakah hal ini membuat Amerika menang? Atau justru ISIS, Kurdi, Syria, atau Irak yang menang? Tentu saja tidak. Robert Fisk pun melontarkan komentar sinisnya, “Jadi mari kita memuji senjata-senjata terkenal itu dan para produsen yang membuatnya.”
Harga saham di Amerika melonjak untuk perusahaan-perusahaan penghasil bom, rudal, drone, dan pesawat yang terlibat dalam perang terbaru ini. Saham Lockheed Martin—pembuat rudal Hellfire—naik 9,3 persen dalam waktu tiga bulan terakhir. Lockheed Martin juga merupakan produsen roket yang dipasang pada pesawat Irak dan Reaper, drone tanpa awak yang terkenal menghancurkan pesta-pesta pernikahan di Afganistan dan Pakistan.
Di samping Lockheed Martin, saham Raytheon—yang banyak membuat senjata bagi Israel—naik sebesar 3,8 persen. Northrop Grumman juga naik 3,8 persen. Juga, saham General Dynamics telah naik sebesar 4,3 persen.
Ketika AS memutuskan untuk memperpanjang pengeboman di Suriah hingga September, Raytheon mendapatkan kontrak sebesar $251 juta untuk memasok angkatan laut AS dengan lebih banyak rudal jelajah Tomahawk. Kantor berita AFP mengabarkan bahwa pada tanggal 23 September lalu, kapal perang Amerika menembakkan 47 rudal Tomahawk, dengan estimasi $1,4 juta untuk harga setiap rudal. Robert Fisk pun mengomentari hal ini. Ia menyatakan jika uang tersebut dihabiskan untuk obat Ebola, tentu sudah tidak akan ada lagi virus Ebola.
Dan De Luce, seorang reporter AFP (Agence France-Presse) dan juga koresponden Pentagon, memberikan pernyatan mengenai penjualan senjata ini, “Perang berpeluang besar menghasilkan lebih banyak bisnis, tidak hanya kontrak dari pemerintah AS, tapi juga dari negara-negara yang tergabung dalam koalisi, seperti negara-negara di Eropa dan Arab… Selain jet tempur, penyerangan udara diharapkan dapat meningkatkan hasrat untuk penggunaan bahan bakar udara, pesawat pengintai seperti U-2 dan P-8, dan drone tanpa awak… Kontraktor keamanan swasta—yang banyak mendapat keuntungan dari hadirnya AS di Irak dan Afganistan—juga optimis konflik yang terjadi akan menghasilkan kontrak baru untuk memperkuat pasukan Irak.”
Robert Fisk pun mengatakan bahwa laporan De Luce adalah yang paling penting dari seluruh perang di wilayah tersebut. (riza/akmal/mediaumat)