Kebolehan mengosongkan kolom agama dalam KTP seperti diusulkan Mendagri Tjahjo Kumolo, menurut Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Muhammad Ismail Yusanto berangkat dari paham sekuler radikal.
“Saya lebih menangkap pernyataan Mendagri itu sebagai cerminan dari paham sekularisme yang dianutnya, bukan permasalahan teknis ada orang yang agamanya tidak termasuk enam agama yang diakui negara,” ungkapnya kepada mediaumat.com, Sabtu (8/11) melalui telepon seluler.
Alasannya, pada saat yang sama Mendagri juga hendak mengevaluasi aturan-aturan yang ada di berbagai daerah yang disebut perda-perda itu yang katanya bernuansa pada agama tertentu.
“Kita sudah tahu arahnya, inilah langkah-langkah yang memang sudah lama dinyatakan PDI P bahwa mereka akan mengevaluasi perda-perda yang bernuansa syariah. Jadi arahnya ke sana,” ujar Ismail.
Pada saat yang sama juga Mendagri menyatakan bahwa negara ini harus melindungi kaum minoritas termasuk di antaranya Syiah, Ahmadiyah, Baha’i, dsb. namun Mendagri tidak menyinggung akan melindungi agama yang dianut mayoritas penduduk negeri ini.
“Dia lupa bahwa sesungguhnya negara juga harus melindungi yang mayoritas. Karena yang mayoritas ini bila tidak dilindungi akan dinistakan oleh yang minoritas,” ungkapnya.
Dan benar saja, seorang praktisi pendidikan minoritas Kristen Henny Supolo Sitepu mengusulkan kepada Mendikbud Anies Baswedan agar membuat kebijakan menghilangkan simbol agama di sekolah.
“Ini gayung bersambut. Lantas, revolusi mental seperti apa yang dimaui bila negara ini mengeliminir agama dalam kehidupan publik lebih khusus lagi dalam bidang pendidikan, dalam sekolah umum. Karena basis pembentukan mental itu kan agama. Jadi ini sebetulnya sangat berbahaya,” tegasnya.
Ismail mengingatkan Tjahjo Kumolo kan Muslim, Jokowi Muslim maka kalau dikatakan dikuasai orang kafir mereka pasti menolak. Tetapi kalau dikatakan kebijakannya itu berangkat dari pikiran sekuler, itu tidak bisa dibantah.
“Jadi, sebenarnya inilah yang disebut dengan sekularisme radikal karena hendak menghapus hal-hal yang berbau agama dan agama yang dimaksud di negeri mayoritas Muslim ini tidak bisa tidak ya Islam,” ungkapnya.
Ia juga menyebutkan rezim sekuler apalagi sekuler radikal hanya bisa hidup di dalam sistem yang sekuler seperti yang berlaku saat ini.(mediaumat.com, 9/11/2014)