Berbeda dengan Tembok Berlin yang Runtuh karena ‘Kehendak Rakyat’, Tembok Apartheid akan Runtuh karena ‘Kehendak Allah’

Israeli separation wall divides Shuafat Refugee Camp, Pisgat Zeev Israeli Settlement in West BankBerita:

Sekelompok aktivis Palestina melubangi “Tembok Apartheid”—sebuah tembok pemisah yang dibangun oleh Israel—untuk memperingati jatuhnya Tembok Berlin dan mengingatkan dunia bahwa tembok ilegal buatan Israel itu masih menjadi titik besar penderitaan penduduk Palestina. Tembok tersebut juga merupakan simbol penjajahan dan penindasan Israel yang jelas-jelas masih berlangsung. (Berita Timur Tengah – Al Jazeera)

 

Komentar:

Berapa pun seringnya seruan lantang disampaikan oleh penduduk Palestina kepada Komunitas Internasional, organisasi-organisasi internasional, atau orang-orang yang berkuasa untuk pembebasan, seruan tersebut seperti disampaikan kepada orang yang tuli: berulang kali gagal dalam merespon penderitaan orang-orang yang paling rentan sekalipun muka bumi ini.

Terlepas dari retorika yang ada, hampir tidak ada satupun dukungan militer atau politik dari negara kaum Muslim maupun para penguasa mereka, sehingga naluri bertahan hidup menuntut penduduk Palestina untuk mulai memikirkan cara lain dalam membela hak-hak mereka untuk hidup bermartabat, mulia, dan terhormat di tanah mereka. Walaupun sebagian tindakan mereka hanya menjadi tindakan simbolis semata. Akibatnya, penduduk Palestina mulai bergantung pada kabar gembira tentang akan kembalinya Islam dan juga pada harapan terulangnya peristiwa bersejarah seperti keruntuhan Tembok Berlin. Mereka melakukan itu semua tidak lain sebagai bentuk harapan mereka akan masa depan yang lebih baik.

Dengan demikian, sangat penting untuk memahami bagaimana dan mengapa Tembok Apartheid ini bisa dibandingkan dengan Tembok Berlin, meskipun keduanya mungkin mirip dalam hal penyebabnya:

  1. Sungguh menarik menyaksikan bagaimana kekuatan-kekuatan negara penganiaya pembangun tembok yang menyebut sisi lainnya sebagai “fasis” untuk memenangkan opini publik. Tembok itu memberikan keuntungan bagi satu sisi tembok tapi tidak bagi sisi yang lain, sehingga mencerai beraikan keluarga-keluarga Palestina, memotong berbagai peluang untuk mendapatkan mata pencaharian, dan membatasi kebebasan bergerak melalui visa masuk yang diberikan pada kondisi-kondisi khusus (misalnya bagi para pensiunan tua, dengan alasan-alasan profesional) atau mungkin ditolak masuk tanpa ada alasan apapun.

Berbeda dengan Palestina, Jerman tidak mengalami pendudukan tanah oleh entitas orang alien (Yahudi). Penduduk Palestina harus mendapatkan visa dari penjajah yang menyerang mereka untuk melakukan perjalanan di dalam tanah air mereka sendiri dan melakukan shalat di Masjid Al Aqsa, yang seringkali mereka justru lebih sering ditolak masuk karena alasan-alasan yang mereka buat secara sewenang-wenang.

Bagaimanapun, kekuatan pendudukan Israel selalu bebas untuk melakukan pendudukan dan penyerangan sisi lain tembok itu dengan impunitas (tanpa dihukum). Tindakan ini terus meningkat dan belum pernah terjadi sebelumnya di Palestina. Jika ada upaya pembalasan yang dilakukan oleh Palestina, mereka akan menembak siapa saja yang mencoba merusak tembok itu dengan menganggap reaksi mereka sebagai suatu tindakan “ekstremisme” dan “terorisme.”

  1. Tidak mengejutkan melihat tacit approval (persetujuan diam-diam) yang diberikan AS pada kedua kasus yang mendukung keputusan untuk membangun tembok pemisah itu. Hal ini wajar karena berada dalam agenda ideologis mereka dan merupakan ujicoba kebijakan “divide and conquer” (pecah belah dan taklukkan).

Dari Tembok Berlin, AS mengharapkan kegagalan dan jatuhnya komunisme di Jerman, dan mengambil kesempatan ini untuk mendorong Kapitalisme sebagai cara hidup alternatif. Dengan cara itu, Jerman, seperti bagian lain Eropa, akan mulai berpikir dan mengadopsi cara hidup yang sama dengan Amerika, sehingga menyebabkan minimnya ancaman terhadap kekuasaan imperium AS.

Adapun dari Tembok Apartheid, AS mengantisipasi kebangkitan Islam sebagai cara hidup di Palestina seperti di tempat lain di dunia Muslim, dan mengambil kesempatan ini untuk mendorong suatu tindakan apartheid yang akan menekan kebangkitan ini, paling tidak untuk saat ini, dengan dalih “melindungi” orang-orang Yahudi, sehingga menyebabkan minimalnya ancaman untuk kepentingan yang lebih luas di Timur Tengah.

Diketahui pula bahwa dalam kapitalisme, kemanusiaan dan darah tidak ada artinya ketika membahayakan sumber utama kepentingan, dan kapitalisme juga membangun tembok untuk menghancurkan kehidupan yang harmonis sehingga menjadi alat isolasi yang sempurna.

  1. Dalam sebuah perjuangan ideologi, jatuhnya tembok itu bukan hanya berarti mengikis penghalang fisik, tapi juga menandakan pukulan atas kematian ideologi yang ada dan kelahiran suatu perubahan politik radikal alternatif.

Dalam kasus Palestina, hal itu adalah kelahiran kembali Khilafah yang akan menyebabkan keruntuhan dinding itu, Insya Allah, dan menjadi bentuk pemerintahan yang mengurusi warganya dengan tidak melihat agama mereka.

Berbeda dengan tembok Berlin, kesulitan rakyat Palestina ikut dirasakan oleh miliaran Muslim di seluruh dunia sehingga membuat kita sangat percaya bahwa Tembok Apartheid itu akan runtuh seperti runtuhnya Tembok Berlin. Perbedaan yang paling signifikan adalah alasan mengapa tembok itu harus runtuh. Jika Tembok Berlin runtuh karena “kehendak rakyat”, maka Tembok Apartheid akan runtuh karena “kehendak Allah” dan sekali lagi akan membangun otoritas Allah di negeri-negeri Muslim di bawah naungan Khilafah, yang memerintah rakyat dengan adil dan memimpin mereka dari kegelapan penghambaan kepada manusia menuju cahaya penghambaan kepada Allah SWT semata. Tembok itu akan runtuh bukan hanya penindasan dan tirani pendudukan memalukan yang telah mengambil banyak warga Palestina sebagai korban, tetapi karena tembok itu telah mengorbankan umat Islam di seluruh dunia, yang menolak untuk menjadi budak bagi apa pun selain Allah SWT.

Meskipun tembok tirani itu didukung dan didanai oleh Barat dan para penguasa Muslim, firman Yang Maha Benar akan selalu menjadi motivasi terkuat dan keimanan yang kuat dari umat Islam terhadap Kekuasaan Allah akan selalu menjadi senjata terkuat melawan penindasan fisik atau mental apapun. Senjata itu adalah ikatan Islam ideologis yang menghubungkan kaum Muslim dari seluruh dunia dan tidak dapat dirusak oleh apapun yang dilakukan oleh orang-orang kafir, meski mereka sangat membencinya.

Walaupun demikian, kemenangan tidak datang sendiri, karena itu perlu bagi umat Islam untuk bersatu, berusaha, berjuang, dan bekerja keras untuk mencapai pintu kemenangan dan mengetuk kemenangan itu, sambil berdoa kepada Allah SWT dan yakin bahwa Allah SWT akan memberikan kemenangan kepada mereka dalam bentuk Khilafah yang berlandaskan metode kenabian.

Sementara itu, sangat mengherankan melihat orang-orang kafir terus berpikir bahwa tembok itu—terlepas dari ukuran maupun bentuknya— akan menghentikan Allah SWT untuk menggerakkan umat Islam melawan mereka. Apakah orang-orang kafir belum mengambil pelajaran dari ayat dalam Al-Qur’an berikut?

 

لَا يُقَاتِلُونَكُمْ جَمِيعًا إِلَّا فِي قُرًى مُّحَصَّنَةٍ أَوْ مِن وَرَاءِ جُدُرٍ ۚ بَأْسُهُم بَيْنَهُمْ شَدِيدٌ ۚ تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّىٰ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْقِلُونَ
“Mereka tidak akan memerangi kamu dalam Keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah. yang demikian itu karena Sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti.” [QS Al-Hasyr: 14]

Ditulis untuk Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir oleh

Ummu Adyan – Australia

21 Muharram 1436 H

14/11/2014

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*