HTI Press, Makassar. Penaikan harga BBM yang di umumkan oleh presiden Joko Widodo pada senin malam (17/11) menyulut amarah rakyat di berbagai daerah. Di Makassar, Aksi penolakan banyak berujung ricuh. Kemacetan total terjadi akibat massa aksi yang berhadapan dengan pihak berwajib. Bahkan dikabarkan, warga pun pada akhirnya ikut berperang melawan para pendemo.
Di tengah berbagai aksi anarkis tersebut, HTI Sulsel turut melakukan aksi penolakan di depan gedung DPRD dengan menghadirkan seribuan peserta. Longmarch HTI pagi ini (19/11) dimulai dari Mesjid Al Markaz Al Islami menuju Kantor DPRD Sulsel. Aksi jalan mundur yang menghiasi longmarch cukup mengundang perhatian warga kota Makassar yang nampak terlihat di sepanjang jl. Urip Sumoharjo. Aksi jalan mundur ini merupakan simbolisasi dari kemunduran penguasa yang di buktikan dengan adanya kebijakan yang dzholim dan khianat.
Alasan mengapa HTI Sulsel menyatakan kebijakan penaikan harga BBM adalah dzholim karena adanya fakta terkait dampak ikutan harga BBM terhadap penaikan seluruh harga barang dan jasa. Apalagi melihat kondisi perekonomian masyarakat yang tidak menentu, maka rakyat kecil lah yang menjadi tumbal pertama kebijakan ini. Rakyat kelas bawah dan miskin adalah Pengguna BBM bersubsidi terbesar dengan persentase 65%, kelas menengah ke atas 6% dan orang Kaya hanya 2% saja. Hal ini turut di sampaikan Humas HTI Sulsel Ust Dirwan Abd. Jalil ketika memimpin delegasi bertemu dengan Anggota DPRD.
“dari total kendaraan yang ada di Indonesia, 82% di antaranya adalah kendaraan roda dua yang kebanyakan di miliki kelas menengah ke bawah. Ini menunjukkan bahwa kenaikan harga BBM akan menyengsarakan rakyat banyak.” Tuturnya.
Departemen Pengkajian Politik HTI Sulsel Ust. Abdul Salam menilai pengalihan dana Subsidi BBM untuk pembangunan infrastruktur ,tidak tepat. Ini mengingat per tahunnya APBN Indonesia menyisakan banyak dana berlebih yang sebenarnya dapat di manfaatkan untuk keperluan negara. Dari data yang ada, sisa dana APBN tahun 2013 saja berada pada kisaran 20 triliyun rupiah.
Selain itu menurut salam, berbagai kebijakan yang di ambil penguasa tidak lepas dari kepentingan Asing. Kebijakan penaikan harga BBM, menurutnya adalah amanat liberalisasi yang tertuang dalam Letter of Intent (LOI) IMF. Hal ini juga menjadi syarat pemberian utang dari Bank dunia.
“Inilah problem legislasi dimana pengambilan kebijakan selalu berpihak kepada asing dan menikam rakyat.” Katanya.
Ust. Dirwan kembali mempertegas penaikan harga BBM adalah bukti nyata pengkhianatan Jokowi. Apa yang tergambar dari kebijakan ini semakin merealisasikan upaya liberalisasi Migas yang di inginkan pihak asing dengan mengurangi peran negara dan mendominasi penguasaan sektor hulu (eksploitasi dan eksplorasi) dan sektor hilir (sektor niaga dan distribusi).
“rezim yang ngakunya merakyat tapi kenyataannya mencekik rakyat, tidak pantas di dukung. Harus ada upaya sungguh-sungguh dari masyarakat untuk melahirkan rezim yang baik, amanah dan mau tunduk pada sistem yang baik, sistem yang datang dari Allah swt yakni Syariat Islam!” Pekik Dirwan. []MI Sulsel