Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke 9 G-20 di Brisbane Australia pada 15 Nopember berjalan dengan sukses. Namun apakah itu juga merupakan kesukseskan Indonesia?Temukan jawabannya dalam wawancara wartawan www.mediaumat.com Joko Prasetyo dengan peneliti Indonesia for Global Justice (IGJ) Salamuddin Daeng. Berikut petikannya.
Secara umum, kebijakan G-20 mencerminkan liberalisme?
Kalau teknis pertemuannya kan diawali dengan pertemuan menteri keungan dan menteri perdagangan seluruh anggota G-20. Di tambah dengan keterlibatan World Bank group, WTO. Kalau dilihat dari teknis seperti itu jelas membawa gagasan liberalisasi investasi dan keuangan. Itu sudah pasti! Tidak mungkin tidak. Itu terlihat dari agenda yang dibahas, tecnical meeting, kesepakatan G-20 Summit dalam tingkat kepala negara juga jelas terlihat memang mereka mengusung liberalisasi perdanganan dan keuangan.
G-20 tidak terlepas juga dari organisasi multilateral lain, seperti APEC, WTO, ASEAN, Trans Pacifik Partnership. Itu semua merupakan bagian yang integral dalam liberalisasi perdagangan. Itu dari sisi teknis pertemuan.
Kalau dari sisi cara dan filosofi pembentukannya, memang ini kan konferensi negara-negara maju yang tergabung dalam G-7, G-8, kemudian memperluas dirinya menjadi G-20.
Mengapa diperluas?
Negara maju sengaja melibatkan negara berkembang masuk sehingga menjadi G-20 (dengan memasukkan 12 negara berkembang, red) karena kalau dilihat dari sejarah ini tidak terlepas dari krisis 2008 yang dialami G-8. Untuk mengatasi krisistersebut, mereka perlu keikutsertaan negara-negara berkembang. Dengan demikian, negara-negara maju memiliki pasar bagi produk yang mereka hasilkan dan jasa-jasa yang mereka hasilkan.
Karena pusat krisis itu ada di sektor keuangan maka negara maju dalam G-20 memiliki fokus untuk memperluas ekspansi keuangan.
Krisis terjadi lantaran pecahnya gelembung balon keuangan, mereka membutuhkan sumber-sumber baru, wilayah-wilayah baru untuk membentuk kembali pasar keuangan mereka. Misalnya, mereka membutuhkan sebanyak mungkin investasi di infrastruktur, memperluas lagi ekspansi di bidang sumber daya alam, memperluas lagi penguasaan perbankan di negara berkembang, memperkuat kembali penguasaan asuransi negara —kalau di kita itu BPJS dan SJSN–, kemudian memperluas lagi ekspansi keuangan sampai ke kampung-kampung di pelosok dengan istilah pembukaan sektor keuangan.
Itu yang menjadi agendanya.
Mengapa harus ke negara berkembang?
Karena di dalam negeri negara maju sudah penuh, kredit konsumsi sudah bangkrut, sedangkan di negara berkembang kan masih banyak ruang untuk menciptakan kredit-kredit keuangan seperti properti, dll.
Apa kepentingan Jokowi menyatakan memudahkan pajak, perizinan dan mengurangi subsidi dalam konferensi G-20 itu?
Sebenarnya bukan kepentingan Jokowi, dia hanya meniru saja, latah. Dia tidak paham, maksudnya masih pada posisi belum memahami apa-apa. Apa yang orang sampaikan ke Jokowi, dia sampaikan lagi dalam konferensi, tetapi secara substansi dia belum pahami. Yakin saya!
Kalau dilihat dari akar kepentingannya dari yang dikatakan Jokowi sebenarnya semuanya kepentingan perusahaan asing, bukan kepentingan bangsa kita.
Kebijakan G-20 apa bisa memajukan ekonomi dunia?
Bukan, G-20 ini kan didirikan untuk mengatasi krisis seperti yang saya sebut barusan. Cara menguasai semuanya itu termasuk juga menguasai seluruh proyek infrastruktur mereka menggaet dunia ketiga. Dan supaya dunia ketiga ini dapat membeli proyek-proyek mereka, mereka memberi utang kepada negara dunia ketiga.
Negara diutangin, rakyat diberi kredit konsumsi, tapi itu sama dengan menjerat kita pada sisi keungan global, menyerahkan kekayaan alam kita pada pusat keuangan global, menyerahkan proyek-proyek infrastruktur yang menjadi jalur distribusi kebutuhan rakyat kepada pusat imperialisme keungan. Itu sungguh sangat berbahaya.
Singkatnya untuk kepentingan siapa G-20 itu?
Kepentingan negara-negara imperialisme, kepentingan perusahaan raksasa internasional, tidak ada kepentingan kita! Kepentingan kita ya kita akan dikasih utang, kita akan dikasih kredit. Dan kita akan diutangi untuk proyek-proyek besar seperti inrfrastruktur dan lain-lain. Tetapi penguasaan infrastruktur dan sumber daya alam itu mutlak berada di tangan mereka.
Itu bahayanya bila tetap gabung G-20?
Iya, karena akan semakin banyak tanah dan kekayaan alam kita yang mereka kuasai, infrastruktur akan banyak sekali pelabuhan, jembatan, jalan tol termasuk infrastruktur di bidang telekomunikasi semua semakin dikuasai mereka. (mediaumat.com, 21/11/2014)