HTI Press, Jember. Massa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) DPD Jember kembali turun jalan menggelar aksi damai (Masyiroh) untuk ketiga kalinya menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang ditetapkan pemerintahan Jokowi-JK, Sabtu(22/11/2014). Setelah aksi di alun-alun pada Sabtu (15/11/2014) dan unjuk rasa di bundaran gedung DPRD Jember pada Selasa (18/11/2014), aksi kali ini lebih besar lagi dengan rute yang lebih panjang. Massa HTI sejak pagi sudah memulai aksinya dari GOR Kaliwates, Jl. Gajahmada, Jl. Sultan Agung, dan berakhir finis di Alun-alun Jember. Aksi berisi kecaman terhadap kenaikan harga premium dari Rp 6.500/ per liter menjadi Rp 8.500/ liter dan solar dari Rp 5.500/ per liter menjadi Rp 7.500/ liter ini dinilai sebagai bentuk perlawanan massa HTI terhadap kebijakan pemerintahan baru yang mendzolimi rakyat dan berpihak kepada asing.
Aksi ribuan massa HTI tersebut dimulai dari double way GOR Kaliwates dengan orasi dari ketua DPD HTI Jember Ustad Abdurrahman Saleh dan aksi teatrikal. Berbeda dengan aksi teatrikal sebelumnya, para aktivis HTI ini menggambarkan pemerintahan baru saat ini tak ubahnya seperti rezim boneka yang dikendalikan kepentingan asing, yakni negara-negara kapitalis asing dan segelintir pengusaha kapitalis yang selama ini mengeruk kekayaan minyak dan gas (migas) di Indonesia.
Digambarkan, rakyat yang menanti kebijakan pemerintahan Jokowi-JK tersebut dengan harapan ”berbunga-bunga” karena diiming-imingi dengan sejumlah program yang katanya “pro rakyat”, seperti sekolah gratis. Namun, rakyat Indonesia ternyata disodori dengan kebijakan menaikkan harga BBM yang dirasakan rakyat sudah tidak populer dan menyengsarakan. Akibatnya, akan banyak usaha gulung tikar, beban biaya transportasi naik, barang-barang kebutuhan yang dirasakan rakyat melambung tinggi, dan dampak negatif lainnya yang memberikan kemudlaratan yang besar untuk rakyat.
Selain teatrikal, massa HTI DPD Jember dalam jumlah besar tersebut juga diikuti dari kalangan Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Massa juga mengusung sejumlah spanduk yang bernada kecaman terhadap kebijakan tersebut. Bahkan, sepanjang perjalanan, mereka meneriakkan agar syariah Islam dapat diterapkan secara kaffah melalui institusi Khilafah Islamiyah. Sebab, itulah satu-satunya jalan untuk memuliakan Islam dan kaum muslimin. “Al Ummah Tuurid Khilafah Islamiyah (Umat menginginkan Khilafah Islamiyah),” ujar massa secara serempak.
Selama aksi kemarin, massa HTI DPD Jember berjalan tertib dan berlangsung lancar. Meski menyusuri jalur ramai di dalam kota, arus lalu lintas berjalan lancar, sehingga tidak menyulitkan para pengguna jalan. Koordinasi panitia HTI DPD Jember dengan pihak kepolisan berjalan dengan baik, sehingga aksi tersebut mendapatkan simpatik dari warga yang menggunakan arus lalu lintas tersebut.
Dalam orasinya, Ketua HTI DPD Jember Abdurahman Saleh selama rezim kapitalistik berkuasa, rakyat disodori dengan kebijakan yang tidak menetramkan rakyatnya. Untuk itu, umat Islam yang menjadi mayoritas di Indonesia dan menjadi kekuatan muslim terbesar di dunia sudah saatnya bergerak untuk kembali kepada Islam. Dikatakan, migas serta kekayaan alam yang melimpah lainnya dalam pandangan Islam merupakan barang milik umum yang pengelolaannya harus diserahkan kepada negara untuk kesejahteraan rakyat. “Akan tetapi, karena kebijakannya kapitalistik, justru pengelolaannya diserahkan kepada asing dan segelintir pengusaha kapitalis. Dan, kenyataannya, rakyat semakin menderita, bukan sejahtera,” tegasnya.
Sebagai gantinya, lanjut Abdurrahman, migas dan SDA lain dikelola sesuai dengan tuntutan syariah untuk kemaslahatan dan kesejahteraan seluruh rakyat, baik muslim dan maupun non muslim. “Jalannya hanya satu, melalui penerapan syariah Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwah. Untuk itu perjuangan ini tidak akan berakhir, dan yakinlah bahwa janji Allah adalah benar karena akan memenangkan kaum muslimin dalam penegakan syariah Islam,” tandasnya.
Bukti pemerintah mendapatkan tekanan asing dan tidak memikirkan penderitaan rakyat adalah dipaksakannya kenaikan harga BBM ini di tengah-tengah rakyat terus menghadapi penderitaan akibat sistem Kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. “Kami juga mengingatkan kepada pemerintah bahwa menaikkan harga BBM di tengah kesulitan hidup seperti sekarang ini bisa mendorong timbulnya gejolak sosial akibat tekanan ekonomi yang tak tertahankan oleh puluhan juta rakyat miskin,” ujarnya
Humas HTI DPD Jember Ust. Henry Fathurrahman menegaskan, kebijakan kenaikan harga BBM harus ditolak dengan sejumlah argumentasi. Pertama, kebijakan dzalim, yang pasti akan menyengsarakan rakyat sementara hasil penghematan tidaklah sebanding dengan penderitaan yang dialami oleh seluruh rakyat. Fakta Sensus Ekonomi Nasional (SUSENAS 2010) yang menunjukkan bahwa pengguna BBM 65% adalah rakyat kelas bawah dan miskin, 27% menengah, 6% menengah ke atas, dan hanya 2% orang kaya. “Dari total jumlah kendaraan di Indonesia yang mencapai 53,4 juta (2010), sebanyak 82% diantaranya merupakan kendaraan roda dua yang nota bene kebanyakan dimiliki oleh kelas menengah bawah. Ini menunjukkan bahwa kenaikan harga BBM akan menyengsarakan rakyat,” tegasnya.
Alasan kedua, lanjut Ust. Henry, menaikkan BBM adalah adalah kebijakan khianat. Kebijakan menaikkan harga BBM sesungguhnya tidak lain adalah untuk menyukseskan liberalisasi sektor hilir (sektor niaga dan distribusi) setelah liberalisasi sektor hulu (eksplorasi dan eksploitasi) sempurna dilakukan. Liberalisasi migas adalah penguasaan yang lebih besar kepada swasta (asing) dan pengurangan peran negara. “Kebijakan seperti ini jelas dan nyata akan sangat menyengsarakan rakyat yang notabene adalah pemilik sumberdaya alam itu sendiri. Prakteknya, liberalisasi sejatinya dilakukan untuk memenuhi tuntutan pihak negara kapitalis asing. Dan untuk itu, pemerintah rela mematikan aspirasi mayoritas rakyatnya. Semakin nyata, kebijakan menaikkan harga BBM adalah bentuk pengkhianatan terhadap rakyat,” katanya.
Ustad Ust. Eko Heri S., S.H., aktivis HTI DPD Jember dalam orasinya mempertanyakan alasan bahwa subsidi baik BBM dan lainnya sering dikatakan jadi beban APBN karena menyedot alokasi APBN. Ia menyebutkan, besaran subsidi BBM di APBN 2013 hanya Rp. 193,8 triliun atau sekitar 12% dari total APBN. Faktanya, yang membebani APBN adalah utang dan pemborosan APBN. Tahun 2013 pembayaran bunga utang sebesar Rp. 113,2 triliun dan pokoknya Rp. 58, 4 triliun dan Surat Utang Negara yang jatuh tempo tahun 2013 sebesar Rp. 71 triliun sehingga totalnya Rp 241 triliun atau 21 % dari belanja APBN. “Padahal sebagian besar utang itu hanya dinikmati oleh segelintir orang. Untuk itu, kami mempertanyakan istilah subsidi BBM itu. Benarkah Pemerintah selama ini memberikan subsidi atau sebaliknya justru rakyat yang memberikan subsidi untuk Pemerintah dan kepentingan para kapitalis?” tegasnya disambut pekik takbir ratusan.
Sedangkan Ustad Saifudin, aktivis HTI lainnya dalam orasinya menyatakan dampak setiap kali kenaikan harga BBM tidak menguntungkan rakyat, namun jelas menyengsarakan. Buktinya, akan diikuti dengan sejumlah kenaikan harga barang-barang pokok dan kebutuhan lainnnya, ongkos transportasi naik, suku cadang naik, banyak usaha gulung tikar, jumlah anak putus sekolah naik, jumlah orang miskin naik. “Pengalaman membuktikan, kenaikan harga BBM selalu diikuti dengan kenaikan harga barang-barang, sehingga rakyat kesulitan dan sengsara. Kebijakan seperti tidak boleh terulang lagi dan harus dihentikan,” ujarnya.
Orator HTI DPD Jember lainnya, Ustad Ahmad Hadi mengungkapkan, menaikkan harga BBM bukanlah jalan keluar yang tepat. BBM adalah harta milik umum, sehingga ketika BBM ini dikelola dan dijual, maka hasilnya harus dikembalikan lagi ke masyarakat umum. Diantaranya, bisa untuk membangun sarana-sarana umum, jalan raya, gedung-gedung sarana pendidikan, rumah sakit, masjid, terminal, pelabuhan, bandara dan sebagainya. Bukan untuk fakir miskin bukan pula untuk pemegang saham karena para fakir miskin sumbernya diambilkan dari harta zakat sebagaimana telah ditetapkan dalam Al-Quran. “Barang tambang harus dikelola oleh negara atas nama rakyat kaum muslimin dalam rangka memakmurkan kehidupan rakyat,” tegasnya.
Ahmad Hadi menegaskan, langkah melakukan liberalisasi kepemilikan sumberdaya alam (SDA), baik energi atau minyak-gas kepada asing adalah bentuk kejahatan terhadap rakyat. Dalam perspektif Islam, SDA adalah milik umat sehingga harus dikelola oleh negara sedangkan hasilnya seluas mungkin diberikan kembali kepada rakyat. Ini hanya bisa dilakukan oleh pemerintahan Islam yang memiliki pandangan yang khas dalam melayani rakyatnya. “Dengan dikelola sesuai syariat Islam, rakyat bisa menikmatinya dengan gratis atau harga murah. Sehingga dapat dikatakan bahwa di dalam Islam tidak ada istilah BBM bersubsidi. Tapi, kalau dikelola dengan model Kapitalis, ya seperti sekarang ini jadinya,” ungkapnya.
Dalam orasinya, Ustad Izzat, tokoh masyarakat Jember menyatakan, seharusnya pemerintah tidak mengambil langkah kebijakan yang membawa kemudlaratan bagi rakyatnya. Sebab, rakyat mestinya dilindungi dengan cara menyediakan BBM secara murah, bukan malah menaikkan sehingga membebani rakyat kecil yang secara langsung berdampak. “Ingat, pemimpin itu berkewajiban memberikan pelayanan (riayah) yang baik dengan meringankan urusan mereka, bukan malah memberikan beban kepada rakyat. Apalagi, BBM ini urusan yang vital bagi kehidupan rakyat. Jelas, ini kebijakan yang membuat rakyat makin menderita,” ujarnya.[]