Kepala Departemen Intelijen Militer Israel: Tentara Negara-negara Arab Tidak Menimbulkan Ancaman Bagi Israel

amos yadlinDirektur Tel Aviv University Institute for National Security Studies Amos Yadlin mengatakan bahwa perang yang dilancarkan oleh tentara Mesir di Semenanjung Sinai bukanlah konfrontasi terhadap Israel, tetapi untuk memerangi orang Mesir, situs berita PLS48 melaporkan pada hari Minggu.

Yadlin, yang sebelumnya menjabat sebagai jenderal Angkatan Udara dan Kepala Departemen Intelijen Militer Israel, menekankan bahwa dalam pandangannya, Presiden Mesir Abdul Fattah-Al-Sisi adalah, sebagaimana Israel, melihat gerakan perlawanan Palestina Hamas sebagai musuh. Al-Sisi memimpin kudeta militer bulan Juli 2013 yang menggulingkan presiden pertama Mesir yang terpilih secara demokratis, Mohamed Mursi.

Ketika berbicara di sebuah konferensi untuk gerakan Kibbutz Israel tentang tentara dari negara-negara di sekitar Israel, Yadlin dikutip mengatakan bahwa: “Setiap hari, Hizbullah mampu menekan tombol dan meluncurkan roket ke Israel, tetapi mereka tidak melakukannya,” namun tanpa menyebutkan alasannya.

Mengenai tentara Suriah, dia menegaskan bahwa mereka tidak memiliki kendali atas Dataran Tinggi Golan sejak tahun 1967 dan belum siap untuk melawan Israel.

Jadi meskipun terdapat fakta bahwa Israel telah hidup di bawah ancaman global selama tahun lalu, Yadlin mengatakan bahwa Israel tidak lagi menjadi target utama ancaman dan menekankan bahwa tentara Israel adalah yang terkuat di Timur Tengah dan Afrika Utara. Namun, dia menambahkan bahwa tahun-tahun tenang yang telah dirasakan Israel sejak akhir perang 2006 di Lebanon sekarang telah berakhir.

Mantan jenderal Angkatan Udara itu membantah bahwa penarikan sepihak dari Jalur Gaza yang dilakukan pada akhir masa pemerintahan Perdana Menteri Israel Ariel Sharon pada tahun 2005 adalah kesalahan. “Jika saya bisa, saya akan menanam bunga setiap hari di makam Sharon karena dia menyingkirkan 1,7 juta warga Palestina.”

Menurut Yadlin, satu-satunya kesalahan adalah Israel menjaga perbatasan antara Mesir dan Jalur Gaza agar tetap terbuka, ini seperti memfasilitasi pnyelundupan senjata.

Mengenai konflik Palestina-Israel, dia mengatakan :”Ini mempengaruhi posisi Israel di hadapan dunia … Kita harus lebih moderat mengenai masalah ini bukan untuk kepentingan Palestina, tapi untuk diri kita sendiri..”

Dalam pidatonya, ahli intelijen militer itu juga mengungkapkan beberapa terobosan yang telah dicapai pihaknya saat dia sedang bertugas aktif, dimana yang terpenting adalah penetrasi Israel ke dalam posisi sensitif di beberapa negara Arab, termasuk Mesir, Tunisia, Maroko, Irak, Sudan, Yaman, Lebanon, Libya, Palestina, Suriah, serta Iran.

Dia menjelaskan: “Departemen intelijen militer telah menyebar jaringan intelijen untuk mengumpulkan informasi di Tunisia, Libya dan Maroko dan mereka dapat mempengaruhi baik secara positif maupun negatif di semua sektor, termasuk politik, ekonomi dan sosial.”

Yadlin tidak mengungkapkan sifat jaringan intelijen ini; Namun, ia menekankan bahwa Mesir adalah taman bermain terbesar bagi bintelijen Israel, dengan mencatat bahwa pekerjaan itu telah dikembangkan sebagaimana yang direncanakan sejak tahun 1979 karena pengaturan masalah politik, keamanan, ekonomi dan militer telah dlakukan di wilayah yang berbeda. (middleeastmonitor.com, 24/11/2014)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*