Polisi masuk mushala tanpa membuka sepatu dan menembakkan gas air mata ke dalam masjid.
Ratusan mahasiswa yang berunjuk rasa menolak kenaikan harga BBM di RRI Pekanbaru dibubarkan oleh aparat kepolisian, Selasa (25/11) sore. Polisi beralasan, sesuai undang-undang, tidak boleh demo di RRI, lantaran RRI masuk dalam obyek vital. Karena ketakutan akan dipukul polisi, akhirnya sebagian mahasiswa berlindung di dalam mushala yang ada di samping kantor RRI.
Anggota polisi tetap mengejar mahasiswa hingga masuk ke mushala tanpa melepaskan sepatu dan menginjak lantai Mushala Assyakirin komplek RRI. Atas insiden ini, puluhan mahasiswa terluka dan lemari kecil tempat menyimpan sajadah dan Alquran rusak.
Aksi brutal polisi tak berhenti hanya di Riau, di Makassar, Sulawesi Selatan, Masjid Umar Bin Khattab pun jadi sasaran tindakan polisi. Tempat ibadah umat Islam ini menjadi target tembakan gas air mata.
Bentrokan yang terjadi di depan kantor Gubernur Sulsel berimbas hingga masuk ke kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI). Polisi yang menyisir seluruh kampus juga tak melewatkan Masjid Umar Bin Khattab.
Salah satu pengguna twitter @Passompe, dalam time line-nya mengunggah foto Masjid Umar Bin Khattab di dalam Kampus UMI, dipenuhi gas air mata. Gas air mata itu ditembakkan oleh polisi saat menyerbu masuk ke dalam kampus pascabentrok mahasiswa dengan polisi di depan kantor Gubernur Sulsel, Jl Urip Sumohardjo, Kamis (27/11) malam. Bahkan dalam aksi pembubaran di UMI tersebut menimbulkan korban satu nyawa melayang—terlepaspro kontra pihak polisi atau sesama pendemo penyebabnya.
Tentu saja kebrutalan polisi hingga melanggar kemuliaan masjid mendapatkan kecaman keras dari berbagai pihak. Salah satunya dari Hizbut Tahrir Indonesia. “Ini tidak sesuai dengan slogan polisi ‘melindungi melayani’” tegas Juru Bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto, kepada Media Umat.
Menurutnya, aksi mahasiswa di kedua kota tersebut merupakan sebagian ekspresi kekecewaan sebagian rakyat dari keputusan pemerintah. Bila ada kadar mungkin berlebih-lebihan dalam aksi mereka ya itulah namanya anak-anak muda. Tapi mestinya disikapi dengan benar, dengan tepat tidak malah menimbulkan masalah.
“Memukuli peserta aksi apalagi sampai mengotori masjid itu kan tindakan yang sudah tidak pada tempatnya. Saya kira kapolri harus menindak tegas anak buahnya yang bertindak brutal seperti itu,” ungkapnya.
Nah, kalau polisinya juga begitu brutal, lalu apa bedanya dengan para demonstran yang brutal? Kalau demonstaran yang brutal itu dianggap salah, semestinya polisi yang brutal juga dianggap salah, apalagi sampai menimbulkan korban dan mengotori tempat ibadah.
“Saya khawatir ini menjadi tanda kembalinya rezim represif. Ini sudahlah mengambil keputusan yang menyengsarakan rakyat dengan menaikkan harga BBM. Lalu, cara menangani protes dari rakyat pun dengan penuh represi, penuh kebencian seperti itu sampai mengakibatkan tewasnya anak bangsa,” keluhnya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Riau juga mengutuk ulah oknum polisi yang masuk mushala tanpa melepas sepatu untuk mengejar demonstran. Hal tersebut disampaikan oleh Sekum MUI Riau, Fajriansyah.
Ia mengatakan, apapun alasan kepolisian, tidak dibenarkan memasuki tempat ibadah umat Islam dengan menggunakan sepatu. Menurutnya, oknum polisi memukul mahasiswa dari HMI dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di dalam mushala Assyakirin komplek RRI.
Kapolri Jenderal Polisi Sutarman pun menyadari peristiwa itu memang melanggar norma. “Kami akan lakukan penindakan. Mungkin itu ekses dari satu kegiatan. Saya kira itu melanggar norma yang berlaku di lingkungan tempat suci dan ibadah,” ujar Sutarman.[] joy dari berbagai sumber