Tanda tangan kontrak dengan label musik di California Amerika tinggal menghitung hari, Stefan kembali ke Denmark. Bukannya, memberi tahu keluarga tentang keberhasilannya di dunia rock metal, ia malah masuk Islam. Kok bisa? Padahal, kebencian keluarga dan sebagaimana umumnya warga Denmark terhadap agama tauhid sedang memuncak, pasca ledakan gedung kembar WTC 9/11.
Stefan Bengtsson dibesarkan di kota Greve Denmark dari keluarga yang cukup berada, dan merupakan keluarga atheis. Ibunya seorang perawat, sedangkan ayahnya seorang guru matematika dan fisika. Dia mempunyai seorang kakak laki-laki yang berusia empat tahun lebih tua.
Stefan memiliki teman akrab sejak kecil, Asghar Ahmad namanya. Mereka sama-sama satu sekolah semenjak taman kanak-kanak, sampai sekolah menengah di Kota Greve, Denmark. Asghar mengenal Stefan sebagai seseorang yang pekerja keras, sabar, telaten dan teroganisir.
Setelah menyelesaikan sekolah menengahnya pada 2001, dia pindah ke California, Amerika untuk mengejar karirnya di bidang musik rock metal. Adapun Asghar melanjutkan kuliahnya di Denmark. Walau pun berjauhan terhalang samudera, mereka berdua tetap berhubungan akrab melalui internet dan telepon.
Selama 1,5 tahun berada di Amerika, Stefan melihat kehidupan yang sebenarnya di Amerika. Tidak sebagaimana yang dibayangkannya ketika masih di kampung halaman, Stefan melihat kemiskinan dan rusaknya moral masyarakat di Amerika, sehingga itu membuat dia berpikir terhadap hakikat kehidupan yang sebenarnya.
Ditambah lagi setelah satu setengah tahun tersebut dia mendengar salah satu teman karibnya di Amerika meninggal karena kanker. Dan kematian temannya tersebut dalam keadaan sendiri dan tidak ada yang peduli.
Hal ini yang membuat Stefan sedih, dan mulai mendiskusikan dengan Asghar. Pada saat yang bersamaan, Asghar baru dikontak aktivis Hizbut Tahrir Denmark yang juga kuliah di kampus yang sama. Bukan hanya menerima dakwah dan ide yang ditawarkan, Asghar langsung mendakwahkannya lagi dan tentu saja kepada Stefan.
Singkat cerita, setelah satu tahun berdiskusi tentang Islam, ketuhanan dan permasalahan hidup manusia Stefan pulang kampung. Pada 11 April 2004, ia mengucapkan dua kalimat syahadat di apartemen tempat tinggal Asghar di Kota Rødovre. Sebagai tanda telah masuk Islam, ia pun diberi nama Ayyub.
Sehari sesudah menyatakan dirinya masuk Islam, Ayyub mengalami pergolakan yang hebat dan berpikir sangat keras akan keputusannya masuk ke dalam agama Islam. Hal ini disadarinya dengan sangat nyata bahwa keadaannya pada saat itu adalah keadaan yang sangat berat untuk memeluk Islam.
Pada tahun 2004 tersebut, situasi di Denmark tidak ‘kondusif’ untuk masuk Islam karena peristiwa 9/11, dan hanya sedikit penduduk asli Denmark yang masuk Islam, belum lagi keluarganya yang tidak akan menerimanya, dan karirnya di jalur musik pasti akan berakhir, sementara ia akan menerima kontrak untuk album rock metal yang akan segera diluncurkan.
Meski sudah berusaha meyakinkan dirinya bahwa Islam bukanlah agama yang benar, tetapi usahanya meyakinkan diri justru kian menyadarkannya bahwa apa yang dibawa Islam adalah suatu kebenaran.
Akhirnya sehari sesudah itu dia memberitahu keluarganya bahwa dia masuk Islam dan memberitahu bandnya bahwa dia akan berhenti untuk berkarir bersama mereka. Terang saja keluarga langsung shock mendengar ‘geledek di siang bolong’ tersebut.
“Orang tuanya marah sekali terutama kepada saya, karena mereka sudah begitu lama mengenal saya. Mereka merasa dikhianati dan merasa saya telah mencuci otak Stefan,” ungkap Asghar kepada Media Umat.
Lebih dari setahun mereka tidak bisa menerima masuknya Ayyub ke dalam Islam. Walaupun begitu, Ayyub masih menjaga hubungan dengan orang tuanya dan akhirnya hubungan mereka membaik. Bahkan di rumah orang tua Ayyub tidak terhidang lagi minuman beralkohol serta babi.
Sementara rekan-rekannya di dunia musik tetap menjauhi Ayyub. Namun itu tidak menjadi masalah, karena memang tidak ada kesamaan yang akan dia jalani dengan yang dijalani oleh teman-temannya di dunia musik.
Bagi Ayyub meninggalkan dunia musik memang berat di awalnya, karena merupakan cita-cita dan keinginannya semenjak kecil. Tapi menjalani Islam dengan benar jauh lebih penting daripada berkarir di dunia musik. Kebenaran Islam mengalahkan keinginannya untuk berkarir di dunia musik, maka dia lebih memilih hidup di dalam Islam.
Sesudah menyatakan diri masuk Islam, Ayyub melanjutkan belajar Islam dengan Hizbut Tahrir sampai dia menjadi anggota Hizbut Tahrir. Tindakan pertamanya setelah bersyahadat adalah belajar bagaimana melaksanakan shalat. Dia mempelajari apa yang diperlukan dengan cepat termasuk dalam mempelajari bahasa Arab. Sejak hari pertama dia serius mempelajari Islam.
“Dia mempelajari semua kitab Hizbut Tahrir, termasuk mampu berbahasa Arab, dan menguasai fiqih dan usul fiqh,” jelas Asghar.
Asghar juga menyatakan dia terkenal sebagai seorang Muslim yang sangat menyenangkan, sebagai seorang yang sabar, disiplin, dan tidak pernah sedikitpun para aktivis Hizbut Tahrir melihat atau mendengar dia marah.
Ayyub dikenal sebagai seseorang pengemban dakwah yang tangguh di dalam mendakwahkan Islam di tengah lingkungan yang tidak ramah terhadap ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Ayyub berani tampil ke publik Denmark untuk mendakwahkan Islam.
Pada Ramadhan 2013, ia merasakan sakit yang sangat pada perut. Menurut dokter, ada tumor pada usus besarnya, kemudian dokter mengoperasinya, sesudah operasi dokter melihat bahwa tumor tersebut masih ada dan menyuruh Ayyub untuk melakukan kemoterapi.
Hal ini membuat keadaan Ayyub bertambah lemah. “Walaupun kami tahu Ayyub sakit, kami tidak pernah melihat dia mengeluh sama sekali dan selalu mengucapkan Alhamdulillah selama kami mengunjungi dan berbicara dengannya,” kenang Asghar.
Yang membuat keadaan Ayyub berbeda dengan pasien lainnya, bahwa dia selalu dikunjungi oleh sahabat-sahabatnya para pengemban dakwah, sementara pasien yang lain hampir tidak ada yang menjenguk.
Hal ini juga yang membuat orang tua Ayyub merasa terkesan, dan ayah Ayyub menyampaikan kepada Asghar bahwa kesan dirinya terhadap Islam berubah 180 derajat dengan persaudaraan yang diperlihatkan sesama Muslim kepada Muslim lainnya, terutama kepada anaknya.
“Dulu dia marah anaknya masuk Islam karena khawatir anaknya menderita karena dia khawatir akan kesepian dan ditelantarkan. Tapi dia melihat sebaliknya, bahwa Ayyub mempunyai banyak saudara dan teman, dan sangat begitu diperhatikan,” ujar Asghar.
Dalam keadaan sakit dan lemah, Ayyub tetap bersikeras melakukan ibadah haji pada 2014 ini. “Alhamdulilllah dia dapat melakukan semua rukun haji yang diwajibkan,” terang Asghar.
Tiga pekan sepulang dari Tanah Suci, tepatnya pada 27 Oktober, Allah SWT memanggilnya. Ratusan Muslim Denmark mengantarkan jenazah Ayyub ke pusara. Allahummagfirlahu, warhamhu, wa’afihi, wafu’anhu…[] ardi muluk/joy