Oleh: Abu Deedat Syihab, M.H.
Para misionaris dan zending Kristen, di dalam misinya, menggunakan segala macam cara untuk memurtadkan dan menyesatkan kaum Muslim. Mereka melakukan berbagai macam pendekatan dan kesempatan, termasuk dalam kegiatan Natal. Perayaan Natal dijadikan sebagai strategi penginjilan (kristenisasi, pen.).
Karena itu kaum Muslim baik rakyat maupun pejabat yang latah menghadiri Natalan Bersama perlu menyadari hal ini. Di Indonesia, Perayaan Natal dijadikan sebagai strategi penginjilan dari berbagai referensi Kristen dengan tema, “Pelayanan Penginjilan di Indonesia”.
Terkait itu dinyatakan bahwa:
Setiap pelayanan penginjilan yang dilakukan saat ini bertujuan untuk menjangkau orang-orang yang belum mengenal Yesus, terutama pada masa Natal.
Ingat, Hari Natal merupakan suatu fakta istimewa—Yesus Kristus Lahir—(bahkan orang non-Kristen pun dapat menerima fakta ini). Doakanlah kita bisa memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya untuk melakukan penginjilan!
Doakan untuk setiap jiwa baru yang telah dimenangkan melalui setiap pelayanan penginjilan di berbagai tempat di Indonesia. Doakan pelayanan follow-up bagi orang-orang yang sudah dimenangkan tersebut dan setiap pekerja yang menolong para petobat baru tersebut untuk menumbuhkan iman mereka.
Berdoa bagi gereja-gereja di Indonesia terutama dalam pelayanan penginjilan yang dilakukan, agar gereja-gereja bisa bersatu untuk mengemban Amanat Agung untuk menjangkau mereka yang belum mengenal Yesus.
Doakan setiap lembaga/yayasan/organisasi Kristen Indonesia yang bergerak dalam pelayanan penginjilan dan setiap sarana yang dipakai untuk memberitakan Injil.
Berdoa supaya Tuhan memberikan hikmat sehingga mereka bisa menemukan/menerapkan ide-ide Natal untuk melakukan penginjilan dengan beragam cara yang dapat diterima oleh beragam lapisan masyarakat. (e-JEMMi 51/2002).
Berdoa supaya Natal tahun ini memacu semangat gereja dan jemaatnya dalam menjalin kerjasama dengan gereja-gereja dari denominasi lain, baik dalam doa bersama maupun dalam memberi perhatian pada kebutuhan masyarakat setempat yang sedang kekurangan.
Doakan supaya damai dan sukacita Natal dapat memberikan dampak positif bagi kehidupan jemaat Tuhan dan bagi orang-orang yang tinggal di sekitar mereka.
Mari berdoa untuk pemberitaan Kabar Suka Cita Keselamatan Yesus Kristus bagi mereka yang belum mendengar dan menerima-Nya. Biarlah pada Natal tahun ini, berita Kesukaan itu terus bergema ke seluruh penjuru tempat, baik di kota maupun di desa. (e-JEMMi 50/2002).
Beberapa kegiatan Natal yang dijadikan sebagai strategi penginjilan adalah sebagai berikut:
- Acara makan siang Natal.
Komunitas Sant’Egidio menghayati makna Natal dengan acara ”Makan Siang Natal.” Acara ini dilakukan bersama-sama dengan orang-orang yang tidak mampu yang diadakan pada Rabu (25/12/2013) di Panti Asuhan Vincetius Putra, Kramat, Jakarta Pusat dan di Seminari Wacana Bhakti, Pejaten, Jakarta Selatan. Anak-anak dari keluarga kurang mampu ini pun ikut bernyanyi dan menari bersama. Acara yang dihadiri 600 warga kurang mampu itu dipandu oleh Daniel Mananta, seorang presenter TV dan aktor. Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo pun menyapa para peserta “Makan Siang Natal” ini.
- Amankan Natal, Polisi Parepare memakai topi Sinterklas.
Kapolresta Parepare, AKBP Himawan Sinuraya, mengatakan, Operasi Lilin 2013 tahun ini bertema Sinterklas dengan kereta rusanya. Tema tersebut menjadi awal terobosan Kepolisian dalam mengamankan Natal dan tahun baru.
Tanggal 26/12/2013 pengamanan Natal dan Tahun Baru 2014 dilakukan aparat Polres Kota Parepare, Sulawesi Selatan. Untuk memberi kesan bersahabat dan perhormatan kepada umat Kristiani yang merayakan Natal, para personel pengamanan yang menjalankan tugas di pos-pos kepolisian yang tersebar di sejumlah titik strategis mengenakan topi ala Sinterklas.
Pos-pos pengamanan Natal dan jelang tahun baru mendatang juga dihiasi dengan pernah-pernik Natal seperti pohon Natal, patung rusa hingga patung Sinterklas.
- Natal dikemas dengan pagelaran wayang Kulit
Terinspirasi seorang bruder Yesuit, Kebaktian Malam Natal di Gereja Kristen Jawa (GKJ) Plengkung Kota Magelang, Jawa Tengah, berlangsung cukup unik. Pengurus gereja menggelar wayang kulit dengan latar belakang cerita dari kitab suci Injil, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.
Tokoh-tokoh yang ditampilkan pun sesuai dengan tokoh dalam kitab suci umat Kristen seperti Daud, Samuel dan Yeremia. Namun, pagelaran tetap memunculkan tokoh Punakawan dalam sesi “Gara-gara”, tetapi nama Petruk, Gareng dan Bagong digabung dengan nama murid-murid Yesus Kristus. Jadilah nama Punakawan menjadi Markus Gareng, Matius Petruk dan Yohannes Bagong.
Pagelaran wayang ini lantas disebut Wayang Wahyu. Selayaknya pagelaran wayang kulit umumnya, Wayang Wahyu tetap menggunakan pengiring musik tradisional dari gamelan dengan tembang-tembang dari Kidung Pujian umat Kristen. Salah satu ciri yang membedakan wayang kulit biasa dengan Wayang Wahyu ialah bentuk “gunungan” yang digunakan dalam “jejer” pada awal dan akhir pementasan.
Sang dalang, Sih Agung Prasetyo, menjelaskan, salah satu ciri khas Wayang Wahyu juga terletak pada gunungan wayang yang terdapat tanda salib. “Wayang ini dulu diciptakan oleh seorang pemuka agama Katolik Bruder Timo Heus Wignyo Subroto SJ tahun 1960 di Surakarta, Jawa Tengah,” kata Agung seperti dilansir Kompas.com.
Sebelum pagelaran dimulai, dipentaskan sendratari yang diambilkan dari Kejadian (Kitab Injil Perjanjian Lama) yang menceritakan tentang manusia jatuh ke dalam dosa, yakni kisah manusia pertama Adam dan Hawa yang hidup di Taman Eden. Namun, mereka jatuh ke dalam dosa akibat bujuk rayu dari ular yang merayu agar Hawa memakan buah terlarang yang ada di Taman Eden.
Suasana khidmat begitu terasa pada Malam Natal itu. Jika biasanya firman Tuhan atau khotbah disampaikan oleh pendeta, malam itu semua dilakukan oleh Ki Dalang Sih Agung Prasetyo. Pendeta Gledis Yunia Debora Angelita hanya melayani votum dan salam pada awal dan akhir kebaktian tersebut.
Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito mengapresiasi GKJ Plengkung atas pagelaran Wayang Wahyu dalam rangkaian kegiatan kebaktian kelahiran Yesus Kristus. “Pagelaran ini patut diapresiasi. Karena selain melestarikan kesenian asli Jawa, pagelaran ini mempunyai pesan moral serta tuntunan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Kristen,” tutur Sigit.
- Gereja Ganjuran, bertemu Yesus dalam wajah Jawa
Gereja Ganjuran, 20/12/2013. Gereja Hati Kudus Yesus Ganjuran, demikian nama lengkapnya, bisa dijangkau dengan mengendarai kendaraan bermotor sejauh kurang lebih 20 km dari pusat kota Yogyakarta. Hamparan sawah nan hijau dan pohon serupa cemara akan menyambut Anda begitu memasuki Desa Ganjuran, tempat gereja ini berdiri.
Mengunjungi gereja ini, Anda akan mengetahui sejarah gereja dan inkulturasi dengan budaya Jawa, terakhir mendapatkan ketenangan hati.
Kompleks Gereja Ganjuran mulai dibangun tahun 1924 atas prakarsa dua bersaudara keturunan Belanda, Joseph Smutzer dan Julius Smutzer.
Gereja ini merupakan salah satu bangunan yang didirikan sejak dua bersaudara itu mulai mengelola Pabrik Gula Gondang Lipuro di daerah tersebut tahun 1912. Bangunan lain yang didirikan adalah 12 sekolah dan sebuah klinik yang menjadi cikal bakal Rumah Sakit Panti Rapih.
Pembangunan gereja yang dirancang oleh arsitek Belanda J Yh van Oyen ini adalah salah satu bentuk semangat sosial Gereja (Rerum Navarum) yang dimiliki Smutzer bersaudara, yaitu semangat mencintai sesama, khususnya kesejahteraan masyarakat setempat yang kebanyakan menjadi karyawan di Pabrik Gula Gondang Lipuro yang mencapai masa keemasan tahun 1918-1930.
Dalam perkembangannya, kompleks gereja ini disempurnakan dengan pembangunan candi yang dinamai Candi Hati Kudus Yesus tahun 1927. Candi dengan teras berhias relief bunga teratai dan patung Kristus dengan pakaian Jawa itu kemudian menjadi pilihan lain tempat melaksanakan misa dan ziarah, selain di dalam gereja, yang menawarkan kedekatan dengan budaya Jawa.
Berjalan keliling gereja, Anda akan menyadari bahwa bangunan ini dirancang dengan perpaduan gaya Eropa, Hindu dan Jawa. Gaya Eropa dapat ditemui pada bentuk bangunan berupa Salib bila dilihat dari udara, sementara gaya Jawa bisa dilihat pada atap yang berbentuk tajug, bisa digunakan sebagai atap tempat ibadah. Atap itu disokong oleh empat tiang kayu jati, melambangkan empat penulis Injil yaitu Matius, Markus, Lukas dan Yohanes.
Nuansa Jawa juga terlihat pada altar, sancristi (tempat menyimpan peralatan misa), doopvont (wadah air untuk baptis) dan chatevummenen (tempat katekis). Patung Yesus dan Bunda Maria yang tengah menggendong putranya juga digambarkan tengah memakai pakaian Jawa. Demikian pula relief-relief pada tiap pemberhentian Jalan Salib, Yesus digambarkan memiliki rambut mirip seorang pendeta Hindu.
*****
Demikianlah cara misi Kristen dan Katolik melakukan kristenisasi lewat inkulturasi budaya dan menjadikan Perayaan Natal sebagai strategi penginjilan kepada umat Islam. []