Belanja Obral Black Friday: Penyakit Kapitalisme Yang Menggoda

black fridaySemua orang suka barang obral. Apakah itu game Xbox terbaru, peralatan dapur atau gadget elektronik, orang selalu mencari barang murah, terutama menjelang Natal. Tapi ada perbedaan mencolok antara orang-orang yang mengantri selama penjualan obral Boxing Day dan perilaku kekerasan seperti binatang yang disaksikan pekan lalu selama penjualan obral “Jumat Hitam”.

Orang-orang, yang saya kira pada hari-hari normal lainnya, akan mengantri seperti orang-orang yang berbudi pekerti, pada hari itu saling menginjak-injak dan berkelahi satu sama lain untuk mendapatkan TV layar datar. Adegan yang disiarkan di seluruh media, adalah sesuatu yang hanya anda saksikan di acara WWE Royal Rumble. Akibatnya, para pembeli terluka, dan di banyak kota lain, polisi dipanggil ke toko-toko untuk membatasi para zombie pemburu barang-barang murah itu.

Seseorang akan berpikir bahwa era perbudakan adalah suatu bab yang memalukan dalam buku-buku sejarah “Peradaban Barat”, tetapi penjualan obral dalam Jumat Hitam adalah sebuah kesaksian bahwa perbudakan psikologis atas harta benda tetap hidup di Inggris dan Amerika Serikat. Para pengecer menjadi “pemilik para budak” dalam kasus ini dan barang-barang yang dijual menjadi hadiahnya; mereka secara tidak sadar menjadi budak kapitalisme yang kehilangan rasionalitas ketika mereka melihat kata-kata “Diskon 50%!” dan “beli satu dapat satu gratis!” toko-toko pengecer itu.

Asal Muasal Jumat Hitam

Jumat Hitam (Black Friday) adalah hari setelah libur nasional “Thanksgiving” di Amerika- hari untuk mensyukuri panen pada tahun sebelumnya. Hal ini dirayakan pada hari Kamis keempat bulan November di Amerika Serikat dan pada hari Senin kedua bulan Oktober di Kanada. Jumat Hitam singkatnya, adalah awal musim belanja Natal, di mana para pengecer membuka tokonya dengan sangat awal dan menawarkan promosi diskon – obral yang biasanya berlangsung di seluruh “periode perayaan” dan setelahnya. Amazon membawa acara ini ke Inggris pada tahun 2010 dan tahun ini sebagian besar pengecer terbesar di Inggris – Currys, Littlewoods, Asda, Argos, John Lewis dan Tescos menawarkan diskon.
Tapi asal Jumat Hitam adalah tahun 1869 selama krisis keuangan pertama di Amerika Serikat, di mana dua orang spekulan – Jay Gould dan James Fisk mencoba untuk mengganggu pasar emas di New York Gold Exchange.

Gould dan Fisk menimbun emas dalam jumlah besar sehingga menyebabkan meroketnya harga logam mulia itu dan harga saham menurun. Akibatnya, harga emas ambruk selama era rekonstruksi setelah Perang Saudara Amerika.

Pada dasarnya, istilah “Jumat Hitam” melambangkan skandal politik ketika sistem ekonomi kapitalis Amerika berada di ambang kehancuran.

Sejumlah langkah diambil untuk mengatasi krisis ini seperti penjualan gandum massal ke Eropa, dan dugaan penjualan para budak dengan harga yang lebih murah untuk membantu para pemilik perkebunan pulih dari resesi.

Banyak pebisnis pada saat itu yang menggunakan tinta merah untuk menandai kerugian dan tinta hitam untuk menandai keuntungan, sehingga dalam kenyataannya, “Jumat Hitam” adalah ketika kerugian para pengecer toko ‘berubah menjadi keuntungan karena penjualan dengan diskon’.

Perbudakan kapitalisme terhadap pikiran

Tidak banyak perbedaan antara konsumen yang hiruk pikuk membeli pada hari ini dengan konsumen pada tahun 1869. Sementara para konsumen mengira mereka menang atas para pengecer, dalam kenyataannya yang terjadi adalah sebaliknya. Rakyat jelata dimanipulasi untuk berpikir bahwa mereka mengambil keuntungan dari apa yang tampaknya menjadi tawaran ‘bodoh’, sehingga membuat kaum ‘proletar’, merasa sebagai pemenang atas harga-harga tinggi yang ditetapkan oleh para pengece ‘borjuis’.

Namun, rasionalitas yang orang berlaku dalam tugas sehari-hari mereka dan pengambilan keputusan yang tidak ada lagi, dan mereka yang melakukan hal seperti para pemain rugby untuk mendapatkan TV HD, secara tidak sadar merasa kewalahan oleh sifat materialisme yang menggoda. Adegan dari penjualan Jumat Hitam adalah contoh perilaku tidak beradab dan primitif yang diciptakan oleh kapitalisme.
Pandangan individualistik dalam masyarakat liberal sekuler di Barat adalah kebangkrutanatas tujuan dan kedalaman etis yang tinggi, kecuali hanya untuk “menjalani hidup dengan penuhnya” dan mendapatkan banyak kekayaan dan harta benda yang anda bisa peroleh.

Pengejaran yang tidak pernah berakhir untuk mendapatkan kesenangan duniawi bisa mempengaruhi kita semua, dan hal itu diharapkan karena kita dipengaruhi oleh ideologi dominan dari masyarakat di mana kita tinggal.

Agak ironis bagaimana pikiran kita bisa diindoktrinasi untuk diarahkan kepada fashion, hiburan dan bahkan makanan dalam masyarakat yang membanggakan diri dalam kebebasan memilih.

Realitas yang kita tidak sadari sebenarnya adalah perbudakan atas barang-barang bermerek dan tren yang diinginkan. Memang kapitalisme adalah pelanggaran serius atas akal dan gangguan besar untuk benar-benar bisa berpikir secara mandiri dan membebaskan diri.

Namun sikap ini muncul, dan kita telah menjual pikiran kita untuk mendapatkan barang-barang setengah harga!

 

Sumber : 5pillarz

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*