Fatwa MUI Tentang Haramnya Mengikuti Perayaan Natal

Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia,
Memperhatikan:

Perayaan Natal bersama pada akhir-akhir ini disalah-artikan oleh sebagian ummat Islam dan disangkakan sama dengan ummat Islam merayakan Maulid Nabi Besar Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Karena salah pengertian tersebut ada sebagian orang Islam yang ikut dalam perayaan Natal dan duduk dalam kepanitiaan Natal.

Perayaan Natal bagi orang-orang Kristen adalah merupakan ibadah.

Menimbang:

Ummat Islam perlu mendapat petunjuk yang jelas tentang Perayaan Natal Bersama.

Ummat Islam agar tidak mencampur-adukkan aqidah dan ibadahnya dengan aqidah dan ibadah agama lain.

Ummat Islam harus berusaha untuk menambah iman dan taqwanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Tanpa mengurangi usaha ummat Islam dalam Kerukunan Antar Ummat Beragama di Indonesia.

Meneliti kembali:

Ajaran-ajaran agama Islam, antara lain:

Bahwa ummat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan, berdasarkan atas:

al-Qur’an surat al-Hujurat (49) ayat 13: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah iaalah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

al-Qur’an surat Luqman (31) ayat 15: “Dan jika keduanya (orangtuamu) memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku-lah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”

al-Qur’an surat al-Mumtahanah (60) ayat 8: “Allah tidak melarang kamu (ummat Islam) untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”

Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampur-adukkan aqidah dan peribadatan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain, berdasarkan:
al-Qur’an surat al-Kafirun (109) ayat 1-6: “Katakanlah: Hai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.”

al-Qur’an surat al-Baqarah (2) ayat 42: “Dan janganlah kamu campur-adukkan yang haq dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang kamu mengetahui.”

Bahwa ummat Islam harus mengakui kenabian dan kerasulan ‘Isa al-Masih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka (ummat Islam) kepada para Nabi dan Rasul yang lain, berdasarkan atas:

al-Qur’an surat Maryam (19) ayat 30-32: “Berkata ‘Isa: Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia memberiku al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi dimana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup. dan berbakti kepada ibuku (Maryam), dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.”
al-Qur’an surat al-Ma’idah (5) ayat 75: “al-Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa Rasul dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan (sebagaimana manusia yang lain). Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (Ahli Kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu).”
al-Qur’an surat al-Baqarah (2) ayat 285: “Rasul (Muhammad) telah beriman kepada al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya dan Rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seorangpun (dengan yang lain) dari Rasul-rasul-Nya,” dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat.” (Mereka berdoa:) “Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.””

Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih daripada satu, Tuhan itu mempunyai anak dan ‘Isa al-Masih itu anaknya, bahwa orang itu kafir dan musyrik, berdasarkan atas:
al-Qur’an surat al-Ma’idah (5) ayat 72: “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah al-Masih putera Maryam,” padahal al-Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.” Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga dan tempatnya ialah neraka, tidak ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun.”
al-Qur’an surat al-Ma’idah (5) ayat 73: “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga,” padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.”
al-Qur’an surat at-Taubah (9) ayat 30: “Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putra Allah,” dan orang-orang Nasrani berkata: “al-Masih itu putra Allah.” Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka, bagaimana mereka sampai berpaling?”

Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan ‘Isa, apakan dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya, agar mereka mengakui ‘Isa dan ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. ‘Isa menjawab; “Tidak.” Hal itu berdasarkan atas:
al-Qur’an surat al-Ma’idah (5) ayat 116-118: “Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: “Hai ‘Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?”” ‘Isa menjawab: “Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau.

Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang engkau berikan kepadaku (untuk mengatakan)nya, yaitu: “Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu,” dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada diantara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.””

Islam mengajarkan Bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala itu hanya satu, berdasarkan atas al-Qur’an surat al-Ikhlas (112): “Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan tempat meminta. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatupun yang setara dengan Dia.”

Islam mengajarkan kepada ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan, berdasarkan atas:
Hadits Nabi dari Nu’man bin Basyir: “Sesungguhnya apa-apa yang halal itu telah jelas dan apa-apa yang haram itu pun telah jelas, akan tetapi diantara keduanya itu banyak yang syubhat, kebanyakan orang tidak mengetahui yang syubhat itu. Barangsiapa memelihara diri dari yang syubhat itu, maka bersihlah agamanya dan kehormatannya, tetapi barangsiapa jatuh pada yang syubhat maka berarti ia telah jatuh kepada yang haram, misalnya semacam orang yang menggembalakan binatang di sekitar daerah larangan, maka mungkin sekali binatang itu makan di daerah larangan tersebut. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai larangan dan ketahuilah bahwa larangan Allah ialah apa-apa yang diharamkan-Nya (oleh karena itu yang haram itu janganlah didekati).”

Kaidah Ushul-Fiqih mengatakan: “Menolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahatan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasid-nya yang diperoleh, sedangkan mashalih-nya tidak dihasilkan).”

Memutuskan
Memfatwakan:

Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi ‘Isa‘alaihissalam, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang telahditerangkan diatas.
Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.
Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan Natal.

Jakarta, 1 Jumadil Awal 1401 H
7 Maret 1981
Komisi Fatwa
Majelis Ulama Indonesia
Ketua
K.H.M. Syukri G.

Sekretaris
Drs. H. Mas’udi

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*