Syeikh Yusuf al-Qaradawi, Presiden Persatuan Ulama Muslim Internasional, pada hari Senin (8/12), membantah kalau suatu hari ia pernah membunuh, atau memprovokasi untuk membunuh.
Sebagaimana diberitkan oleh Arabic.rt.com,(Senin, 8/12/2014),
Qaradawi mengatakan dalam sebuah pernyataan yang ia tulis sendiri, “Saya tidak membunuh…Saya pun tidak pernah pada suatu hari memprovokasi untuk melakukan pembunuhan sehingga Interpol ada alasan memasukkan saya dalam daftar pencarian orang (DPO).”
Tiga hari lalu, Interpol mengeluarkan Red Notice(surat penangkapan dan ekstradisi) terhadap sejumlah pemimpin dan tokoh Ikhwanul Muslimin. Yang paling menonjol dari mereka adalah Qaradawi. Ia memiliki kewarganegaraan ganda, yaitu Mesir dan Qatar. Red Noticetersebut dikeluarkan atas permintaan Pemerintah Mesir.
Keputusan yang dipublikasikan di situs Interpol, yang berkantor pusat di Kota Lyon, Prancis, menyebutkan, “Red Noticetersebut dibuat atas permintaan Pengadilan Mesir, sementara Qaradawi adalah orang yang dicari dalam kasus-kasus yang sedang diselidiki dan kasus-kasus yang divonis dengan pengadilan in absentia.”
Apa yang dialami oleh al-Qaradawi tentu ironis. Di satu sisi, baru saja Pengadilan Mesir di bawah rezim Al-Sisi membebaskan mantan Presiden Mesir, Mubarak—rezim sekular nan kejam dan bengis—dari segala tuduhan pembunuhan atas ratusan demonstran selama ‘Revolusi Mesir’ berlangsung beberapa waktu lalu.
Padahal jelas, Mubarak bertanggung jawab atas ratusan korban tewas selama revolusi, selain ribuan korban tewas atau di penjara selama puluhan tahun masa kekuasaannya. Di sisi lain, rezim Al-Sisi terus memburu para ulama dan pemimpin Ikhwanul Muslimin, partai Islam yang sempat berkuasa secara demokratis di Mesir. [arif B/Bajuri]