Saat ini sebanyak 2750 kasus kekerasan terhadap anak dilaporkan terjadi di tahun 2014 dan 58 persen diantaranya merupakan kekerasan seksual terhadap anak. Menurut Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan kondisi Indonesia sekarang ini bisa digolongkan sebagai kondisi darurat kekerasan seksual anak.
Merajalelanya situs pornografi dianggap menjadi inspirasi pelaku kejahatan seksual. Pasalnya, 49 juta pelanggan internet mengakses situs porno. “Situs porno menyumbang 38 persen dari berbagai modus. Kalau tidak di stop bisa naik jadi 40 sampai 50 persen,” ungkap Aries saat ditemui di Kawasan Bundaran HI, Jakarta, (14/12).
Selain mengupayakan penutupan situs pornografi, upaya lain yang dapat dilakukan untuk memutus mata rantau kekerasan pada anak adalah dengan meningkatkan penegakkan hukum. Komnas Anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, dan Koalisi Indonesia Satu Aksi mendesak adanya revisi undang-undang tentang perlindungan anak.
Mereka menuntut adanya perubahan hukuman 3 tahun minimal dan 15 tahun maksimal bagi para pelaku kejahatan, menjadi minimal 20 tahun dan maksimal seumur hidup. “Ini sedang dibahas di Komisi VIII (DPR),” ujar Arist.
Ia juga menambahkan perlu adanya sistem pendataan dan sistem managemen perlindungan anak yang bisa dijadikan rujukan nasional.
Selain itu, peran serta masyarakat juga dinilai penting. Masyarakat diharapkan bisa membentuk tim reaksi cepat perlindungan anak di desa, kampung, maupun RT dan RW. “Ini penting untuk melibatkan masyarakat dalam membatu anak-anak yang mengalami kekerasan,” ucap Arist.
Sampai saat ini, diperkirakan sebanyak 21 juta anak Indonesia mengalami kekerasan. Bentuknya pun beragam, mulai dari perdagangan anak, pembuangan bayi, penelantran, sampai dengan perampasan hak pendidikan anak yang berhadapan dengan hukum. (cnnindonesia.com, 14/12/2014)