”MEA 2015: Harapan dan Ilusi Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat.”
HTI Press. Surakarta, Ahad 16 November 2014. Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia DPD II HTI Kota Surakarta mengadakan acara Diskusi terbatas (Distas) Tokoh Muslimah di Rumah Makan Sari Bundo Surakarta. Tema Ditas ”MEA 2015: Harapan dan Ilusi Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat.” Acara diselenggarakan untuk memahamkan umat bahwa MEA 2015 berdampak pada perempuan dan generasi yang pada akhirnya tidak akan pernah memberi kesejahteraan kepada masyarakat Serta mengajak umat untuk menolak MEA dan bersama-sama memperjuangkan Islam sebagai solusinya. Hadir 25 tokoh muslimah diantaranya ormas penggerak PKK pengusaha muslimah se-Soloraya
Dalam pembukaannya, pemandu acara Nawang Ratri Anggraini menyampaikan kepada seluruh peserta mengenai gambaran MEA yang akan diberlangsungkan bulan Desember 2015, dan konsekuensi bagi Indonesia jika MEA diberlakukan, yaitu terjadinya arus barang dan jasa yang bebas masuk ke Indonesia. Persoalan MEA tersebut diperjelas melalui pemaparan materi yang disampaikan oleh Hestiyana (anggota MHTI DPD II HTI Kota Surakarta). Hestiyana menyampaikan strategi Indonesia dalam menghadapi MEA. Dari strategi yang ada dapat disimpulkan bahwa Indonesia belum mampu menghadapi MEA. Dampak yang terjadi akibat diterapkannya MEA antara lain eksploitasi perempuan dan anak serta terjadi eksploitasi finansial yang pada akhirnya akan membuat perempuan, anak, dan keluarga menjadi korban. Dalam sesi ini juga di paparkan tentang solusi yang mampu mengatasi persoalan bagaimana mensejahterakan masyarakat khususnya perempuan dan anak, keluarga tersebut yaitu dengan menerapkan sistem politik ekonomi islam dalam bingkai Khilafah Islamiyah.
Pada sesi diskusidibahas apakah Indonesia mampu menghadapi MEA, terlihat antusiasme peserta dalam memberikan berbagai tanggapan di antaranya, Sri handayani dari grogol menyatakan bahwa Indonesia berat untuk menghadapi MEA. Sementara, Yuni Menyatakan bahwa kurangnya segi kualitas dan kuantitas produktifitas dan daya saing Indonesia terhadap negara lain.
Peserta lainnya, Siska menyatakan bahwa peran negara yang tidak memihak pada rakyat kecil. Sedangkan Tutik Rusmari asal Sragen menyatakan dampak berlangsungnya MEA adalah pekerjaan yang seharusnya dapat di masuki oleh pekerja lokal akan terkalahkan oleh pekerja asing yang lebih berpendidikan dan berpengalaman kerja di tempat besar selain itu Investasi asing yang awalnya hanya di kota besar seperti karangang, akan merambat hingga ke perkampungan kecil, karena dengan diadakannya MEA berati pemerintah telah membuka jalan bagi investor baik asing maupun swasta masuk secara mudah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Indonesia belum mampu mengahadapi MEA 2015 dalam berbagai aspek.
MHTI menolak dalam penyelenggaraan MEA bukan dalam penilaian pesimis atau optimis tetapi realistis dalam melihat dampak dari MEA tersebut. Dalam berlangsungnya MEA ini yang terjadi bukan hanya pertarungan ekonomi tetapi pertarungan ideologi. Indonesia tidak berani menolak event besar ini karena keadaan dalam keadaan “terjajah”.
Dalam diskusi ini Muslimah DPD II Hizbut Tahrir mengajukan ekonomi Islam sebagai solusi untuk menggantikan sistem ekonomi kapitalisme dan mengajak untuk turut berjuang dalam mengubah sistem kapitalis menjadi sistem yang di ridhoi Allah yaitu Islam.