Indonesia adalah negeri kaya di Khatulistiwa, tetapi rakyatnya hidup tak pernah lepas dari duka. Dinamika politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan selama 2014 menunjukkan betapa negeri ini belum mapan dan kian jauh dari harapan. Peristiwa yang menonjol dalam tahun ini antara lain:
Di bidang politik, tahun 2014 disebut tahun politik. Ini ditandai dengan diselenggarakan Pemilu. Beberapa pihak banyak berharap, hasil Pemilu baru ini akan membawa hal yang lebih baik untuk rakyat, apalagi Jokowi dicitrakan sebagai presiden yang merakyat.
Namun, masyarakat kembali harus kecewa. Kenyataannya, janji-janji Jokowi tak pernah akan terealisasi. Masyarakat juga harus siap hidup makin susah dengan kebijakan Presiden Jokowi menaikkan BBM dan kebutuhan rakyat lain seperti gas, air, dan listrik. Kebijakan ini membuat liberalisasi makin total. Itu menunjukkan watak rezim baru yang katanya mengusung Tri Sakti, sebenarnya tidak beda dengan rezim-rezim sebelumnya, yakni rezim liberal yang mengusung kapitalisme liberal.
Korupsi pada tahun 2014 makin merajalela. Koruptor di Indonesia beregenerasi dan beralih bentuk dengan cepat. Buktinya, koruptor kini cenderung berusia lebih muda.
Masih dalam bidang politik, Densus 88 Masih Tebar Kebiadaban. Detasemen yang pembentukannya disponsori oleh Amerika Serikat dan Australia ini belum banyak berubah dan tak menggubris rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komnas HAM tahun 2013.
Indonesia pun masih dalam bayang-bayang ancaman disintegrasi. Benih-benih disintegrasi justru kian menguat pada tahun 2014. Munculnya semangat disintegrasi di berbagai daerah ini tak lepas dari sistem politik demokrasi yang memberikan jaminan kepada semua warganya untuk menyatakan pendapatnya, berserikat dan berkumpul, bahkan melepaskan diri dari sebuah wilayah—hak menentukan nasibnya sendiri. Di sisi lain, sistem kapitalisme dan liberalisme memunculkan kesenjangan yang kian menganga antara di kaya dan si miskin. Hal ini dimanfaatkan oleh pihak asing dan kalangan tertentu untuk mendorong munculnya disintegrasi.
Di bidang sosial, sepanjang tahun 2014, kejahatan terhadap wanita dan anak-anak bukannya surut, malah mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Di bidang politik luar negeri, nasib Dunia Islam pun masih menyedihkan. Umat Islam masih menjadi korban penjajahan negara-negara imperialis yang bekerjasama dengan para penguasaa negeri Islam yang menjadi boneka mereka. Penguasa negeri Islam malah memberikan jalan mulus bagi penjajahan yang membunuh rakyat mereka sendiri. Kejahatan lain dari penguasa negeri Islam adalah diam terhadap penindasan yang terjadi di Dunia Islam. Inilah yang terjadi pada umat Islam di Gaza Palestina, Suriah, Pakistan, Rohingya di Myanmar, Pattani di Thailand, atau di Pilipina Selatan, Turkistan Timur (Xianjiang, China) dan lain-lain.
Hal lain yang yang menjadi sorotan Hizbut Tahrir antara lain pemberlakuan BPJS untuk PNS, TNI, dan karyawan swasta. Korban-korban pemalakan BPJS pun mulai berjatuhan.
Pemerintah juga ngotot memberikan hadiah bagi rakyat Indonesia yang baru ikut Pemilu dengan menaikkan BBM. Ini adalah tindakan zalim, bohong dan berkhianat kepada rakyat.
Sementara itu, SDA (Sumber Daya Alam) kita dirampok bebas oleh negara-negara imperialis di bawah payung hukum legal yang sangat liberal. Konsensus Washington seperti privatisasi BUMN, pengurangan subsidi, perdagangan bebas, menjadi pintu legal perampokan ini.
Menilik berbagai persoalan yang timbul di sepanjang tahun 2014 sebagaimana diuraikan di atas, Hizbut Tahrir Indonesia menyimpulkan beberapa poin penting. Pertama: Setiap penerapan sistem sekular, yakni sistem yang tidak bersumber dari Allah SWT—sang Pencipta manusia, kehidupan dan alam semesta—pasti akan menimbulkan kerusakan dan kerugian bagi umat manusia. Penguasaan sumberdaya kekayaan alam negeri ini oleh kekuatan asing, maraknya korupsi di seluruh sendi di seantero negeri, disintegrasi, kriminalitas atau kekerasan di kalangan atau yang menimpa anak dan remaja serta perempuan yang terjadi di mana-mana adalah bukti nyata dari kerusakan dan kerugian itu. Ditambah dengan kezaliman yang diderita umat di berbagai negara, semestinya semua ini menyadarkan kita semua untuk bersegera kembali ke jalan yang benar, yakni jalan yang diridhai oleh Allah SWT, dan meninggalkan semua bentuk sistem dan ideologi kufur, terutama kapitalisme yang nyata-nyata sangat merusak dan merugikan umat manusia.
Kedua: demokrasi dalam teorinya adalah sistem yang memberikan ruang kepada kehendak rakyat. Namun, dalam kenyataannya negara-negara Barat tidak pernah membiarkan rakyat di negeri-negeri Muslim membawa negaranya ke arah Islam. Mereka selalu berusaha agar sistem yang diterapkan tetaplah sistem sekular meski dibolehkan dengan selubung Islam, serta penguasanya tetaplah mereka yang mau berkompromi dengan kepentingan Barat. Itulah yang terjadi saat ini di negeri ini. Ini sebagaimana tampak dari proses legislasi di parlemen dan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah, khususnya di bidang ekonomi dan politik, yang sangat pro terhadap kepentingan Barat. Cengkeraman Barat juga tampak di negeri-negeri Muslim yang tengah bergolak seperti di Palestina dan Suriah, serta negara-negara lain di kawasan Timur Tengah. Kenyataan ini juga semestinya memberikan peringatan umat Islam untuk tidak mudah terkooptasi oleh kepentingan negara penjajah.
Ketiga: Bila kita ingin sungguh-sungguh lepas dari berbagai persoalan yang tengah membelit negeri ini seperti sebagiannya telah diuraikan di atas, maka kita harus memilih sistem yang baik dan pemimpin yang amanah. Sistem yang baik hanya mungkin datang dari Zat Yang Mahabaik. Itulah syariah Islam dan pemimpin. Adapun pemimpin yang amanah adalah yang mau tunduk pada sistem yang baik itu. Di sinilah esensi seruan “Selamatkan Indonesia dengan Syariah” yang gencar diserukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia.
Dalam rekomendasinya Hizbut Tahrir kembali menekankan harus ada usaha sungguh-sungguh dengan penuh keikhlasan dan kesabaran serta kerjasama dari seluruh komponen umat Islam di negeri ini untuk menghentikan sekularisme, liberalisme dan neo imperialisme serta menegakkan syariah dan Khilafah. Hanya dengan sistem berdasar syariah yang dipimpin oleh seorang khalifah, Indonesia dan juga dunia, benar-benar bisa menjadi baik. [Farid Wadjdi]