Pengantar:
Sebagaimana tahun-tahun seelumnya, banyak yang telah dilakukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sepanjang tahun 2014 lalu. Selain terus melakukan pengkaderan dan membina umat, serangkaian kegiatan yang bersifat nasional telah sukses diselenggarakan oleh HTI. Di antaranya adalah KIP, ICMS, Liqa’ Syawal, KIN, dll.
Bagaimana hasilnya? Capaian apa saja yang telah diraih HTI melalui berbagai kegiatan tersebut? Apa saja tantangannya? Bagaimana pula peluang dan harapan HTI ke depan?
Untuk membincangkan hal itu Redaksi mewawancarai Ketua DPP HTI, Ustadz Rokhmat S. Labib. Berikut petikannya:
Apa yang sudah dilakukan oleh HTI selama setahun lalu?
Amat banyak. Rekrutmen dan pembinaan bagi kader terus digalakkan. Kegiatan untuk membangun opini umum di tengah umat juga digencarkan. Selain merespon berbagai kejadian, seperti serangan Israel terhadap Gaza, Pileg, Pilpres, kenaikan harga BBM, pelaksanaan JKN dan BPJS, dan lain-lain, kita juga mengadakan berbagai kegiatan yang sengaja kita rancang khusus untuk membesarkan opini dan ide kita.
Di antara yang menonjol dari kegiatan tersebut?
Yang paling menonjol tahun kemarin adalah KIP (Konferensi Islam dan Peradaban). Kegiatan ini kita selenggarakan pada pertengahan tahun di 80 kota, mulai dari Aceh hingga Papua. Temanya, “Indonesia Milik Allah, Saatnya Khilafah Menggantikan Demokrasi dan Sistem Ekonomi Liberal”.
Dalam kegiatan itu kita mengungkap fakta kebobrokan demokrasi dan sistem ekonomi liberal. Sistem ini telah diterapkan puluhan tahun, tetapi tidak membuat negeri ini menjadi baik, bahkan sebaliknya semakin bobrok dan terpuruk. Utang negara semakin besar. SDA-nya banyak dikuasai korporasi asing. Angka kemiskinan terus bertambah. Korupsi kian menggila. Kriminalitas merajalela. Banyak pula carut-marut lainnya.
Kita menegaskan bahwa semua persoalan sesungguhnya berpangkal pada sistem tersebut. Kondisi ini harus diakhiri. Caranya, campakkan sistem impor dari Barat itu, dan tegakkan syariah dan Khilafah!
Selain KIP?
Kita juga mengadakan konferensi khusus bagi mahasiswa, yang kita sebut ICMS (Indonesia Conference of Muslim Student). Kegiatan ini juga dilaksanakan di berbagai kota, puncaknya di Jakarta. Temanya melanjutkan opini KIP, yakni We Need Khilafah, not Democracy and Liberal Capitalism.
Pada bulan Syawal, kita kembali mengadakan pertemuan dengan para ulama dan tokoh umat dalam kegiatan Liqa’ Syawal. Kegiatan ini diadakan di lebih 90 kota.
Pada akhir tahun ini, Muslimah HTI kembali menggelar KIN (Konferensi Ibu Nusantara), yang diselenggarakan di 50 kota.
Apa yang sudah dicapai dari semua kegiatan tersebut?
Pertama kali harus dipahami, semua kegiatan itu adalah dakwah. Secara khusus, dakwah yang kita lakukan bertujuan li [i]sti’nâf al-hayâh al-Islâmiyyah (untuk melanjutkan kehidupan Islam). Kehidupan Islam itu tidak akan terwujud secara sempurna kecuali dengan tegaknya Khilafah. Alasannya, hanya dengan Khilafah seluruh syariah bisa diterapkan secara kaffah.
Bertolak dari situ, lebih mudah bagi kita melihat capaian dari kegiatan kita. Dalam dakwah, perkara yang ingin dicapai adalah penerimaan umat. Makin banyak umat menerima dakwah, semakin besar pula tingkat keberhasilan dakwah tersebut.
Alhamdulillah, penerimaan dan sambutan terhadap dakwah kita terus meningkat. Makin banyak orang tersadarkan tentang kewajiban menegakkan syariah dan Khilafah serta keharaman menerapkan sistem kufur seperti kapitalisme, demokrasi, liberalisme, dan lain-lain. Opini terkait ide-ide tersebut semakin meluas. Dukungan terus mengalir. Keyakinan umat pun semakin kuat. Bahkan tidak sedikit yang memutuskan bergabung dalam perjuangan menegakkan Khilafah bersama HT. Insya Allah, gelombang perjuangan ini kian membesar hingga suatu saat nanti tak bisa dibendung.
Bisa dicontohkan kian besarnya dukungan umat?
Banyak. Namun, saya tidak perlu menunjukkan semuanya. Cukup satu saja, Konferensi Islam dan Peradaban. Bagi kita, kegiatan tersebut tidak terkategori besar. Namun, alhamdulillah, kegiatan ini dihadiri sekitar 130 ribu orang. Jumlah itu setara dengan jumlah peserta Konferensi Rajab 2011 yang ketika itu kita anggap sebagai kegiatan besar. Ini artinya, dukungan umat semakin besar.
Kita semakin yakin, karena peserta yang datang bukan massa bayaran. Bahkan untuk bisa menjadi peserta konferensi, mereka harus mendaftar dan membayar tiket untuk infak kegiatan. Mereka hadir dengan penuh semangat mendengarkan orasi dan presentasi para orator dan narasumber kita. Respon mereka pasca acara juga melegakan. Mereka semakin paham dan yakin dengan perjuangan ini.
Ada yang mengatakan Hizbut Tahrir hanya omong doang; berputar dari konferensi ke konferensi, seminar ke seminar, dari kumpul-kumpul ke kumpul-kumpul lagi. Tanggapan Ustadz?
Pernyataan omong doang jelas salah besar. HT tidak hanya omong, namun melakukan dengan serius apa yang dikatakan. Ketika mengatakan, wajib menegakkan Khilafah, HT serius berjuang mewujudkannya. Di antara bentuk keseriusannya adalah menyusun berbagai kitab yang menjelaskan secara detail seluk-beluk sistem pemerintahan Khilafah, sistem ekonomi, sistem pergaulan, rancangan UUD, dan lain. Disusun juga metode dalam menegakkan Khilafah dan diaplikasikan dalam bentuk partai yang solid.
Ketika mengatakan, wajib melakukan tatsqîf atau pembinaan, membangun opini umum di tengah umat, dan melakukan thalab al-nushrah, maka semuanya dikerjakan HT dengan penuh kesungguhan.
Tapi, kan semua aktivitas itu masih didominasi dengan kegiatan bicara?
Jangan remehkan bicara! Bukankah kita menjadi pintar dan menguasai banyak ilmu karena ada para guru dan ustadz yang berbicara mengajari kita? Bukankah rakyat negeri ini bangkit melawan penjajah karena ada yang bicara meneriakkan tentang kewajiban jihad melawan kafir penjajah?
Apalagi dakwah bukan sembarang bicara. Dalam dakwah, isinya adalah ajakan kepada manusia untuk mengikuti Islam. Ini adalah aktivitas mulia dan diperintahkan Islam. Allah SWT pun menyebut dakwah sebagai perkataan paling baik: Wa man ahsanu qawl[an] mimman dâ’a ilâl-Lâh (Siapakah yang lebih baik ucapannya daripada orang yang mengajak kepada Allah)?
Saat Rasulullah saw. ditanya, “Ayyu al-jihâd afdhal (Apakah jihad yang paling utama)?” Beliau menjawab, “Kalimat haqq ‘inda sulthân jâir (Kalimat yang benar yang disampaikan kepada penguasa yang jahat). Jika pelakunya dibunuh, ia dikategorikan sebagai sayyid asy-syuhadâ (pemimpin para syuhada).
Lihatlah apa yang pertama kali dilakukan Rasulullah saw. untuk membangun peradaban, mewujudkan masyarakat Islami, serta menegakkan Daulah Islamiyah. Beliau tidak membangun gedung, rumah sakit, pasar, sekolah, dan lain-lain. Yang beliau lakukan adalah dakwah, mengajak umat memeluk Islam. Beliau terus melakukan dakwah meskipun menghadapi berbagai rintangan dan hambatan. Akhirnya, ada Kabilah Aus dan Khazraj beserta para pemimpinnya menerima dakwah beliau. Lalu mereka menyerahkan kekuasaannya kepada Rasulullah saw. hingga akhirnya beliau bisa mendirikan Daulah Islamiyah di Madinah.
Nah, setelah Daulah Islamiyah berdiri, Islam bukan hanya diucapkan dan dijelaskan lewat kata-kata, tetapi diterapkan secara nyata dalam kehidupan. Nasib umat Islam juga berubah. Tidak lagi tertindas dan menderita seperti sebelumnya. Mereka menjadi umat yang kuat dan disegani. Penduduk Makkah yang sebelumnya sulit menerima dakwah, ditaklukkan dan mereka masuk Islam.
Itu pula yang sekarang dilakukan HT. Sejak awal berdiri, yang dilakukan HT adalah dakwah. Konferensi, muktamar, seminar dan semacamnya hanya salah satu uslub atau cara untuk menyampaikan dakwah kepada umat. Saya tegaskan, itu bukan satu-satunya. Jika dikatakan, “Kok sering sekali?” Jawabannnya, sudah sering saja masih banyak yang belum paham, apalagi jika jarang, bahkan tidak pernah!
Memang, materi yang disampaikan dalam berbagai kegiatan itu tidak semua bisa langsung diaplikasikan. Pasalnya, untuk menerapkan itu semua memerlukan institusi negara. Contoh, ketika kita menyebut tambang migas, batu bara, emas, dan lain-lain harus diambil-alih oleh negara, tentu tidak bisa dilakukan kalau institusi negaranya tidak mau melakukan.
Oleh karena itu, siapa pun yang menginginkan HT mewujudkan semua yang dikatakan, serahkan kekuasaan kepada HT.
HT selalu mengaku sebagai partai politik. Namun, mengapa HT tidak terjun ke kancah politik praktis dan terlibat dalam Pemilu, dsb?
Politik atau as-siyâsah adalah ri’âyah syu’ûn al-ummah; artinya mengatur, mengurusi, melayani, mengelola dan memelihara urusan umat. Dikatakan sebagai politik Islam jika semua itu dilakukan berdasarkan Islam. Dalam Islam, pihak yang melakukan aktivitas ri’âyah syu’ûn al-ummah secara langsung adalah negara. Adapun umat, termasuk partai politik, bertugas melakukan muhasabah atau kontrol terhadap negara dalam melakukan pengaturan itu.
Masalahnya sekarang, sejak Khilafah diruntuhkan tahun 1924, sistem politik yang diterapkan bukanlah sistem politik Islam. Maka dari itu, sejak itu tugas utama partai politik Islam adalah menegakkan kembali Khilafah, institusi politik bagi umat Islam. Aktivitas untuk menegakkan institusi politik itu tentulah terkategori sebagai aktivitas politik. Kelompok yang melakukan itu layak disebut sebagai partai politik.
Inilah yang dilakukan oleh HT. Sejak didirikan HT terus berjuang bersama umat menegakkan kembali Khilafah Rasyidah ‘alâ Minhâj an-Nubuwwah. Maka dari itu, keberadaan HT sebagai partai politik bukanlah klaim kosong, namun demikianlah faktanya.
Tidak masuknya HT ke dalam politik praktis, dalam arti tidak mengikuti Pemilu, tidak menyebabkan HT kehilangan faktanya sebagai partai politik. Pasalnya, ikut Pemilu hanya soal jalan untuk mendapatkan kekuasaan. Jalan itu tidak ditempuh oleh HT. HT menempuh jalan lain yang diambil dari metode dakwah Rasulullah saw. di Makkah sejak beliau diutus hingga beliau berhasil menegakkan Daulah Islam di Madinah.
Apakah dengan begitu HT menjadi tidak hirau terhadap persoalan umat?
Jelas tidak. Sebagai partai politik, HT amat peduli terhadap berbagai persoalan umat. Contoh, ketika UU JKN dan BPJS ditetapkan, kita bersuara lantang menolak. Pasalnya, dengan UU itu BPJS akan memalak rakyat dengan mengharuskan mereka membayar premi asuransi setiap bulan. Demikian juga ketika rezim Jokowi-JK dengan teganya menaikkan harga BBM, kita menentang keras. Bahkan setelah malamnya diumumkan Jokowi, esok harinya kita melakukan aksi protes di berbagai kota. Selain kita sebut sebagai kebijakan zalim dan khianat, kita menegaskan bahwa pencabutan subsidi harga BBM itu adalah bagian dari liberalisasi migas.
Coba baca Buletin al-Islam, Media Dakwah al-Wa’ie, Tabloid Media Umat, Press Realese Jubir HTI, dan tulisan-tulisan di website HT. Demikian juga tema-tema yang dibahas dalam berbagai diskusi, seminar, tablig akbar dan lain-lain. Semuanya membicarakan tentang persoalan umat. Tak hanya itu, kita menawarkan solusinya.
Terasa ada upaya mengadu-domba di antara umat, bahkan hingga terjadi konflik horizontal. Bagaimana masalah ini bisa diatasi?
Kepada umat harus ditunjukkan siapa musuh mereka sebenarnya. Pasca ambruknya sosialisme-komunisme, musuh nyata bagi Islam adalah ideologi kapitalisme beserta sistem turunanya seperti liberalisme, demokrasi, pluralisme, dan lain-lain. Amerika dan negara-negara Barat lainnya adalah negara yang mengadopsi dan menyebarluaskan ideologi kapitalisme ke berbagai negara. Maka dari itu, negara-negara kafir penjajah itu adalah musuh Islam dan umatnya.
Inilah yang disampaikan di berbagai forum dan kesempatan. Jika umat memahami ini, insya Allah tidak akan mudah kita diadu-domba oleh musuh-musuh Islam.
Memang, di antara gerakan dan organisasi ada perbedaan. Ini adalah fakta. Namun, itu tidak boleh membuat mereka bermusuhan.
Terasa juga ada tekanan-tekanan hukum, politik dan lainnya terhadap dakwah. Bagaimana kita bersikap?
Pertama: kita tidak boleh mundur oleh tekanan apa pun. Sekali kita mundur, tekanan kepada kita akan semakin besar. Kita harus tetap maju dan melawan segala rintangan.
Kedua: jika memungkinkan, kita datangi pihak yang memberikan tekanan itu. Jika Muslim, kita mengingatkan bahwa menekan dan menghadang perjuangan menegakkan syariah adalah perbuatan dosa besar. Sungguh azab di akhirat amat pedih.
Ketiga: kita harus menggalang kekuatan umat, terutama simpul umat, seperti ulama, intelektual, insan media, tokoh ormas, dan lain-lain. Kita perlu menyadarkan mereka bahwa menegakkan khalafah merupakan kewajiban seluruh umat. Jika umat sadar, mereka akan bahu-membahu melawan segala tekanan. Fakta menunjukkan, banyak UU dan kebijakan penguasa terpaksa harus dibatalkan ketika umat melakukan perlawanan.
Apa agenda HTI ke depan?
Kita akan terus melakukan kaderisasi, membangun opini di tengah umat dan menggalang dukungan dari para tokoh berpengaruh, termasuk ahlual- quwwah. Kita akan terus menunjukkan kebobrokan kapitalisme beserta turunannya dan membongkar berbagai makar jahat negara-negara kafir penjajah beserta penguasa anteknya. Kita menawarkan solusinya, yakni syariah dan Khilafah.
Untuk menggemakan ide tersebut, insya Allah, pada bulan Rajab tahun 1436 H ini, kita akan kembali menyelenggarakan even akbar di berbagai kota.
Lalu bagaimana harapan dan optimisme keberhasilan perjuangan ke depan?
Kita sangat optimis. Umat ini sudah terlalu menderita dalam kungkungan sistem kufur. Mereka juga sudah apatis dengan politisi yang tak pernah membuktikan janji-janjinya. Mereka sebenarnya sedang mencari solusi yang mampu mengatasi aneka problem yang menghimpit mereka. Itu semua hanya akan mereka dapati dengan kembali pada Islam, syariah dan Khilafah. []