Perekonomian global tahun 2015 diperkirakan bakal mengalami kebangkrutan. Harga minyak terus turun dan raksasa ekonomi di beberapa kawasan, kondisinya menghawatirkan.
Para pelaku dan pakar meramalkan ekonomi dunia bakal mengalami depresi pada 2015. Bahkan, kejatuhannya bakal lebih dalam dibanding krisis ekonomi global 2008 silam.
John Ing, ekonom sekaligus CEO Maison Placements di Kanada, pernah bilang kalau krisis 2008 merupakan gladi resik dari krisis yang bakal terjadi pada 2015.
“Keruntuhan (ekonomi) kali ini akan berada pada skala yang lebih besar dari apa yang dunia saksikan pada tahun 2008,” ujar dia dalam sebuah wawancara dengan King World News.
Para pakar dari Phoenix Capital Research, mensinyalir proyek atau investasi yang didanai oleh pinjaman dolar, bakal segera meledak. Sebab, “recovery” ekonomi dalam lima tahun belakangan ini hanya dipicu oleh pelemahan dolar.
“Sekarang dolar telah keluar (dari keterpurukan), Anda akan melihat lebih banyak aset berisiko (karena pinjaman berbentuk dolar). Dan, tragedi minyak hanyalah awalan,” ujar pernyataan itu, dikutip laman Zerohedge.
Jika harga minyak terus turun, ada potensi ledakan senilai lebih dari US$9 triliun yang menunggu. “Bayangkan jika seluruh ekonomi Jerman dan Jepang meledak dan sebesar apa dampak terhadap sistem keuangan,” kata pernyataan itu lagi.
Sementara, Ambrose Evans Pritchard, salah satu wartawan ekonomi yang cukup berpengaruh di dunia memprediksi zona Eropa akan berada dalam deflasi pada Februari mendatang.
“Suku bunga riil akan lebih tinggi. Beban utang akan terus meningkat pada kecepatan yang lebih cepat dari nominal PDB. Wilayah ini akan tenggelam lebih dalam ke dalam perangkap bunga majemuk,” ujar Pritchard, yang juga editor bidang ekonomi di media The Telegraph.
Sistem keuangan bakal terkoyak pada tahun 2015. Ekonom asal Amerika Serikat, Paul Craig Robert menganalogikan sistem keuangan Barat seperti rumah kartu. Berdiri tanpa ada pondasi.
“Ini (sistem keuangan) adalah rumah kartu. Tidak ada fundamental ekonomi yang mendukung harga saham (Dow Jones). Tidak ada fundamental ekonomi yang mendukung dolar yang kuat,” ujar mantan penasihat Presiden Ronald Reagan itu.
Sementara itu, pada hari-hari terakhir 2014, “peramal” di Wall Street mengirim sebuah pesan. Isinya, berupa peringatan akan bencana obligasi dari pemerintah AS.
Aneka peringatan tersebut merupakan sebuah petunjuk awal akan terjadinya krisis global. Bahkan, pengamat pasar saham, David Tice, merasakan gelagat yang sama akan adanya krisis ekonomi. “Saya memiliki jenis nuansa yang sama dari nuansa pada 1998 dan 1999, juga 2005 dan 2006. Ini akan berakhir buruk. Saya sangat yakin (akan menimpa) di dunia,” katanya pada sebuah wawancara dengan CNBC. (viva.co.id, 6/1/2015)