Kampanye besar-besaran anti Islam di Barat, menurut anggota Maktab I’lami DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Farid Wadjdi, merupakan upaya pengalihan Barat atas gagalnya kapitalisme.
“Kampanye besar-besaran anti Islam tersebut merupakan upaya pengalihan Barat dari kegagalan ideologi kapitalisme untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial dan ekonomi di Barat, mengalihkan persoalan seakan-akan ancaman terbesar bagi Barat adalah Islam!” ungkapnya kepada mediaumat.com, Rabu (7/1) melalui surat elektronik.
Menurut Farid, sesungguhnya persoalan di Barat muncul akibat sistem kapitalisme sendiri, yang diterapkan Barat. “Sistem yang tidak manusiawi dan serakah yang hanya berpihak pada sekelompok orang-orang kaya saja,” tegasnya.
Adapun faktor yang menyebabkan semakin meluasnya dukungan anti Islam di Barat tidak lepas dari kebijakan pemerintah negara-negara Barat yang terus meminggirkan umat Islam dengan tudingan terorisme. “Mereka memaksa umat Islam untuk berintegrasi dengan sistem Barat dan mencapnya sebagai teroris dan ancaman negara kalau tidak setia terhadap nilai-nilai Barat,” ujarnya.
Hal itu juga menurut Farid merupakan bentuk kegagalan nyata dari konsep pluralisme yang ditawarkan Barat terhadap dunia. “Pluralisme yang diklaim akan menimbulkan harmonisasi di tengah masyarakat, justru gagal dipraktekkan negara Barat sendiri!” ungkapnya.
Namun, di tengah menguatnya gerakan anti Islam ini, juga membuat banyak pihak yang tertarik untuk lebih belajar tentang Islam, dan banyak di antara mereka yang kemudian memeluk agama Islam. Beberapa tokoh-tokoh ultranasional anti Islam justru berbalik memeluk agama Islam dan menjadi pembela Islam di Barat.
“Seperti mantan anti Islam dan mantan anggota ekstrim kanan dari partainya Geert Wilders Belanda, Arnourd Van Doorn. Subhanallah,” Farid mencontohkan.
Seperti diberitakan aljazeera.com, pada Senin 5 Januari gerakan anti Islam Patriotik Eropa Terhadap Islamisiasi Negara Barat (PEGIDA) menggalang sekitar 18.000 orang untuk turun ke jalan menentang pengaruh Islam di negara-negara Barat. Itu merupakan rekor. Karena sebelumnya, selama tiga bulan terakhir, jumlah orang yang ikut demonstrasi PEGIDA di timur kota Dresden, sebuah daerah minoritas Muslim, telah membengkak jumlahnya dari hanya beberapa ratus orang menjadi 7.500 orang sebelum Natal. (mediaumat.com, 8/1/2015)