HTI-Press. Salah satu kritik berulang terhadap Hizbut Tahrir (HT) adalah tudingan HT hanya berwacana tidak melakukan tindakan kongkrit. Langkah-langkah HTI juga dianggap terlalu mengawang-awang, tidak kongkrit. Aksi demonstrasi yang sering dilakukan HTI juga dianggap tidak memiliki peran penting untuk perubahan. Untuk menjawab pertanyaan ini redaksi melakukan wawancara dengan jubir HTI Muhammad Ismail Yusanto, semoga bermanfaat (redaksi)
Ada yang menuding Hizbut Tahrir hanya membangun wacana bukan tindakan konkrit dalam bidang politik. Tanggapan Anda?
Selama ini memang yang dipersepsi sebagai parpol itu ialah ikut pemilu kemudian mendapatkan kursi di parlemen dan berjuang di dalam parlemen. Sedangkan Hizbut Tahrir sebagai sebuah parpol Hizbut Tahrir tidak melakukan hal itu. Sehingga bisa dimengerti bila ada yang mengatakan bahsa Hizbut Tahrir seolah-olah tidak melakukan apa-apa.
Padahal sebenarnya kalau kita kembali kepada fungsi parpol di dalam teori parpol itu Hizbut Tahrir sesungguhnya telah melakukan fungsi-fungsi itu. Fungsi parpol itu kan ada empat. Pertama, fungsi edukasi, pendidikan politik. Kedua, artikulasi, menyuarakan aspirasirakyat.Ketiga, agregasi. Keempat, fungsi representasi, perwakilan.Nah, dari empat fungsi tersebut Hizbut Tahrir melakukan fungsi yang pertama, kedua, dan ketiga.
Memang tidak atau belum melakukan fungsi yang keempat. Fungsi yang keempat inlah yang menyita perhatian dan konsentrasi parpol. Karena dari sana lah eksistensi parpol akan diukur sejauh mana dia memiliki wakil-wakil rakyatnya di parlemen hasil pemilu yang dilaksanakan lima tahcun sekali di Indonesia. Jadi sebenarnya kalau dilihat Hizbut Tahrir telah melakukan tiga dari empat fungsi parpol.
Bagaimana pembangunan wacana itu mengarah kepada pembentukan kekuasaan penegakan syariah dan Khilafah.
Ya, Jadi sebenarnya kalau dilihat Hizbut Tahrir telah melakukan tiga dari empat fungsi parpol tersebut. Tapi kalau kita membaca kegiatan Hizbut Tahrir dalam perspektif perubahan sosial maka Hizbut Tahrir sesungguhnya sedang melakukan dakwah. Yang bila dikategorikan macam-macam dakwah itu, Hizbut Tahrir sedang melakukan dakwah fikriyah dan dakwah siyasiyah. Dakwah itu ada tiga macam. Pertama, dakwah fikriyah, dakwah melalui penyebaran pemikiran untuk menanamkan pemikiran Islam dan menghancurkan atau membantah pemikiran yang tidak islami. Kedua, dakwah siyasiyah, dakwah yang digerakkan untuk tercapainya tujuan politik yakni tegakknya syariah dan Khilafah. Ketiga, dakwah askariyah, dakwah melalui kekuatan militer atau jihad fisabilillah.
Hizbut Tahrir melakukan dakwah fikriyah dan siyasiyah sekaligus melalui berbagai uslub (cara) dan wasilah (sarana). Baik secara langsung maupun tidak langsung. Yang dilakukan secara langsung diantaranya seperti yang dilakukan Hizbut Tahrir melalui forum-forum publik seperti seminar, diskusi, talkshow, tabligh akbar, khutbah Jum’at, pengajian-pengajian dan lain sebagainya yang dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia. Dalam satu minggu melakukan puluhan bahkan mungkin ratusan forum-forum semacam itu.
Sedangkan yang dilakukan secara tidak langsung adalah melalui media cetak. Misalnya melalui majalah Al-Wa’ie yang terbit sebulan sekali, juga melalui buletin Al-Islam yang terbit setiap Jum’at yang tirasnya sekarang sudah lebih dari satu juta eksemplar. Ditambah lagi situs www.hizbut-tahrir.or.id yang bisa diakses para pengguna internet setiap saat.
Nah, ini semua dilakukan oleh Hizbut Tahrir dalam rangka menyebarkan pemikiran Islam dan membantah pemikiran yang bertentangan dengan Islam sehingga muncul kesadaran. Kesadaran apa? Tentu saja ini erat kaitannya dengan dakwah yang kedua yakni dakwah siyasiyah, yaitu kesadaran politik Islam. Sehingga muncullah kesadaran sebagai seorang Muslim yang mau diatur hanya oleh syariah Islam saja.
Nah melalui dakwah politik ini Hizbut Tahrir menginginkan perubahan politik yaitu perubahan tatanan dan kekuasaan sekuler menjadi Islam. Hal itu, insya Allah, akan terjadi melalui kekuatan umat. Umat yang seperti apa? Umat yang sadar politik. Politik apa? Politik Islam. Yang lahir dari mana? Dakwah siyasiyah dan fikriyah itu.
Lantas hubungannya dengan tegaknya syariah dan Khilafah apa?
Logikanya sederhana sekali. Apa pun yang diinginkan kelompok Islam basisnya itu sama yaitu kesadaran. Contohnya, ingin berkembangnya bank syariah. Perkembangan bank syariah itu juga memerlukan kesadaran seorang Muslim melihat bahwa dalam mejalankan kegiatan keuangan itu harus bebas dari riba dan betul-betul sesuai denga syariah Islam. Ketika seorang Muslim itu menyadari kesadaran semacam itu maka dia akan menjauhi bank konvensional dan kemudian akan mencari bank syariah.
Contoh lainnya, busana Muslimah. Ketika seorang Muslimah menyadari harus menutup aurat dengan menggunakan busana Muslimah maka ia akan berusaha mendapatkan dan memakainya. Nah, dari contoh-contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa basisnya itu adalah kesadaran. Jadi sebenarnya Hizbut Tahrir bergerak pada level yang sangat mendasar yaitu pada level kesadaran tadi. Terus berupaya membangun kesadaran politik Islam di tengah-tengah masyarakat. Dari kesadaran itulah maka kita akan memiliki kekuatan karena kekuatan itu berasal dari umat yang sadar. Umat itu berarti umat masyarakat luas maupun umat yang memiliki pengaruh dan kekuatan di tengah-tengah masyarakat. Sehingga ketika mereka memiliki kesadaran maka pengaruh dan kekuatannya itu digunakan untuk perubahan ke arah Islam.
Dari sanalah, sebenarnya perubahan itu bakal terjadi. Memang jauh dari pemahaman kebanyakan orang yang menganggap perubahan itu selalu menggunakan rute yang ’lazim’ melalui pemilu masuk parlemen untuk merubah undang-undang, di eksekutif memimpin. Walaupun secara praktis faktanya tidak pernah melahirkan suatu perubahan yang mendasar.
Apakah Hizbut Tahrir juga medatangi ahlun nushrah (pihak-pihak yang memiliki kekuatan riil) seperti halnya perjuangan Rasulullah SAW sehingga tegakknya Islam di Madinah?
Hizbut Tahrir dalam melakukan dakwah dan perjuangannya ini betul-betul didasarkan pada ketentuan yang ditetapkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya SAW. Itu yang disebut dengan thariqah dakwah. Dari pemahaman kita terhadap thariqah dakwah Rasul SAW itu maka dihasilkan kesimpulan-kesimpulan bahwa dakwah itu harus dijalankan, sebagiannya, seperti yang telah dikemukakan di atas.
Memang benar bahwa apa yang dilakukan Hizbut Tahrir itu adalah meniru apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW melalui dakwah fikriyah dan siyasiyah. Dalam dakwah siyasiyah itu Rasulullah SAW melakukan kontak atau melakukan komunikasi tertentu untuk kepada orang-orang yang berpengaruh dan memiliki kekuatan. Tujuannya untuk mendapatkan dukungan dari mereka. Nah, itulah yang disebut dengan thalabun nushrah.
Thalabun nushrah itu diperlukan untuk dua hal. Pertama, himayatut da’wah, perlindungan dakwah. kedua, istilamu hukmi, mendapatkan kekuasaan di suatu wilayah sehingga syariah Islam dapat diterapkan secara kaffah.
Bagaimana mengukur bahwa masyarakat ini sudah sadar?
Kita bisa menggunakannya dengan tolok ukur subjektif dan objektif. Tolok ukur subjektif itu berarti para pengemban dakwahnya saja yang bisa merasakan karena dia memang berinteraksi dengan umat sehingga bisa menangkap kesadaran itu telah muncul di tengah-tengah umat. Sedangkan tolok ukur objektif, dapat dilihat dari sejauh mana masyarakat merespon kejadian-kejadian yang ada di tengah-tengah masyarakat. Kalau mereka meresponnya dengan cara pandang Islam maka ia akan menolak pada sesuatu yang munkar dan melakukan sesuatu yang ma’ruf. Menolak segala sesuatu yang bersifat tidak islami seperti sekularistik dan menuntut perubahan-perubahan ke arah Islam dan tidak hanya sekedar simbolisasi Islam. Serta mudahnya masyarakat digerakkan untuk merespon masalah-masalah tertentu dengan sudut pandang Islam.
Sampai kapan target kesadaran itu terbentuk, sehingga tegakknya syariah dan Khilafah?
Ini pertanyaan yang sangat sulit dijawab karena terkait soal waktu. Kita sesungguhnya tidak tahu, karena ini terkait perubahan sosial. Kalaulah perubahan fisikal, semisal membangun gedung atau membuat superblock sebesar apapun kita bisa memperkirakan kapan selesainya. Karena dalam perubahan sosial di samping ada faktor internal ada juga faktor eksternal. Artinya, lingkungan sosial, politik, ekonomi, budaya, yang ada di tengah-tengah masyarakat itu bisa menambah atau mengurangi kesadaran.
Sedangkan faktor internalnya adalah sejauh mana gerakan Islam, khususnya Hizbut Tahrir bekerja penuh untuk memunculkan kesadaran itu. Nah, perubahan akan cepat terjadi ketika Hizbut Tahrir itu betul-betul bekerja dan didukung oleh seluruh aktivis dan simpatisannya untuk membangkitkan umat untuk memunculkan kesadaran Islam. Ditambah lagi, lahir kondisi sosial, politik,ekonomi, budaya yang menambah kesadaran itu. Misalnya, sekarang ini terlihat kehancuran sistem ekonomi kapitalisme atau krisis finansial global. Itu memberikan efek positif bagi kencangnya kesadaran di tengah-tengah umat. Tetapi kapannya itu kita belum tahu. Hanya saja kita bisa merasakan bahwa tuntutan untuk menegakkan syariat Islam itu semakin hari semakin kental atau semakin nyaring. Itu dibuktikan oleh survey-survey yang dilakukan oleh lembaga-lembaga Islam, independen, maupun sekuler. Ini menunjukkan adanya kenaikan kesadaran. Begitu juga dengan istilah Khilafah semakin hari semakin populer.
Apa yang sudah diperoleh Hizbut Tahrir dari geraknya selama ini?
Pertama, secara internal semakin hari semakin membesar. Dalam arti, dulu pada awal aktivitasnya hanya berpusat di Jakarta dan sekitarnya. Kemudian kini sudah berkembang di lebih dari 30 provinsi, lebih dari 300 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia. Kalau kita menggunakan tolak ukur ketersebaran parpol sebenarnya kita juga telah memenuhi ketersebaran secara nasional.
Nah, ini menunjukkan bahwa kaderisasi berjalan dan kader Hizbut Tahrir bekerja. Ketersebaran itu juga akan berpengaruh kepada aspek berikutnya yaitu pengaruhnya di tengah-tengah umat. Dari forum-forum yang diselenggarakan selalu dipadati oleh umat yang ingin mengetahui atau ingin penjelasan-penjelasan dari Hizbut Tahrir. Dari evaluasi yang kita selenggarakan mereka selalu memberikan respon positif pada gagasan yang disampaikan oleh Hizbut Tahrir dalam forum-forum tersebut.
Media kita juga sering mendapatkan respon, misalnya saja buletin Al-Islam. Pada awalnya kan hanya 500 lembar. Sekarang sudah 1,3 juta lembar. Ingat, Sebagian besar Al-Islam ini tidak dibagikan secara gratis tetapi dibeli oleh masjid-masjid atau donatur yang ingin menyebarkan Al-Islam di masjid yang mereka inginkan. Nah, tidak mungkin sampai sebanyak ini kalau tidak ada respon dari masyarakat. Ini juga menunjukan bahwa apa yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir itu semakin berkembang.
Ada yang mengatakan bahwa aksi demonstrasi damai yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir itu tidak ada gunanya. Benarkah?
Hizbut Tahrir bisa menyelenggarakan aksi damai yang sering disebut oleh orang “kalau HTI demo itu sering membawa massa yang besar” itu sudah merupakan hasil. Kita membuat forum, kursi yang disediakan pun terisi. Bahkan seringkali banyak yang tidak kebagian kursi. Ini sendiri sudah menunjukkan hasil bahwa apa yang kita lakukan selama ini mendapatkan respon.
Mereka datang bukan karena dibayar dan memang tidak pernah dibayar. Justru malah mereka mengeluarkan uang untuk datang ke tempat itu. Jadi sampai ada tokoh politik di Indonesia yang mengatakan bahwa ”yang bisa melakukan hal yang seperti itu hanyalah Hizbut Tahrir parpol yang lain tidak akan bisa kecuali harus mengeluarkan uang”.
Aksi itu sendiri pun sebenarnya adalah hasil. Secara internal buat peserta aksi, mereka akan semakin yakin bahwa gagasan syariah dan Khilafah itu terus semakin mendapatkan dukungan. Yang mempercayai gagasan itu tidak sendiri. Banyak juga orang yang sepemahaman dengan dirinya. Apalagi ketika mereka lihat bahwa perjuangan ini merupakan murni untuk Islam karena memang tidak ada tendensi politik praktis sama sekali. Karena memang Hizbut Tahrir dikenal sebagai parpol yang tidak ikut dalam perebutan kursi di parlemen atau di pemerintahan.
Fakta itu tidak bisa dikatakan sebagai percuma. Bagaimana bisa dikatakan percuma kalau orang-orang itu semakin hari semakin menyadari kewajibannya sebagai Muslim. Bukankah esensi dakwah itu di situ. Kita mau katakan apa kalau sebuah partai politik yang mengaku berdakwah tapi dia tidak menambahkan pemahaman kepada orang kecuali bahwa pragmatisme politik itu yang dituju.
Konteks demonstrasi bagi tegaknya Khilafah seperti apa?
Ini memunculkan kesadaran politik dan semangat perjuangan, artinya bahwa ketika demo itu semakin hari semakin besar, ini akan memunculkan sebuah kekuatan masa yang masif, yang saya kira cepat atau lambat orang tidak bisa mengabaikan begitu saja, karena ekspresi dari aspirasi masyarakat itu , diantaranya dalam konteks kehidupan sekarang ini tercermin dari seberapa besar masyarakat itu terlibat di dalam demonstrasi atau masyirah, semakin besar orang akan menilai bahwa ini berarti besar pula aspirasi masyarakat.
Saat ini sebagian masyarakat sulit menggambarkan perubahan yang di luar pemilu perubahan apa yang pernah terjadi yang dilakukan di luar pemilu ?
Sebenarnya seluruh perubahan besar di dunia yang terjadi di luar pemilu, termasuk di Indonesia kita lihat perubahan dari orde lama ke orde baru itu bukan melalui pemilu. Itu melakui sebuah proses politik yang ’abnormal’. Begitu juga perubahan dari orde lama ke orde reformasi bukan oleh pemilu bahkan terjadi beberapa saat setelah terjadi pemilu. Maret 1998 Soeharto dilantik jadi presiden. Mei 1998 Soeharto dijatuhkan oleh gerakan reformasi. Jadi fakta itu sendiri sebenarnya cukup membuktikan bahwa di Indonesia saja untuk sebuah perubahan yang mendasar, belum sampai kepada perubahan yang sangat mendasar, itu saja harus terjadi di luar parlemen. Yang saya tidak mengerti ialah mengapa fakta sebegitu gamblang itu seolah-oleh kita lupakan lalu kita seperti kehilangan kepercayaan untuk melakukan perubahan sesuai dengan prosedur-prosedur yang telah kita tetapkan sendiri.[FW]