Pasca serangan terhadap kantor majalah satir Charlie Hebdo, lebih dari tiga juta orang turun ke jalan-jalan di Paris dan kota-kota lain di Prancis sebagai unjuk solidaritas dan persatuan.
Seperti yang dilaporkan BBC Indonesia online (12/1) Kementerian Dalam Negeri Prancis mengatakan jumlah peserta di seluruh Prancis mencapai setidaknya 3,7 juta orang, termasuk 1,6 juta di Paris dalam aksi Minggu (11/01).
Hadir di aksi ini Presiden Prancis, Francois Hollande, yang bergandengan tangan dengan para pemimpin dunia lain.Tak kurang dari 40 pemimpin dunia hadir, termasuk Perdana Menteri Inggris David Cameron, Kanselir Jerman Angela Merkel, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Presiden Mali Ibrahim Boubacar Keita, dan Raja Yordania Abdullah II.
Solidaritas untuk Charlie Hebdo mengkampanyekan opini melawan terorisme dkaitkan dengan yang disebut oleh Barat sebagai Islam militan. Situs CNN.com (12/01) menjuluki aksi solidaritas ini sebagai protes anti terorisme terbesar dalam sejarah Perancis. CNN pun memblowup hal ini dengan mengutip pernyataan salah seorang peserta aksi : “ orang-orang Perancis tidak harus menyerah pada rasa takut, teroris tidak akan menang,”
Menteri Luar Negeri Amerika, John Kerry mengatakan, Minggu (11/12), tidak ada tindakan teroris yang bisa menghentikan aksi solidaritas kebebasan ini. Berbicara di India, Kerry mengatakan, Amerika mendukung rakyat Perancis tidak hanya karena kemarahan, tetapi juga karena solidaritas dan komitmen untuk memerangi para ekstrimis.
Tidak hanya itu, penjagal rakyat Ghaza -Benjamin Netanyahu, ikut-ikutan berkomentar. Perdana menteri Israel, saat berbicara di Sinagog di Grand di Paris memberikan penghargaan terhadap Perancis yang berada dalam posisi tegas melawan anti semit baru dan terorisme dan Perancis. “Musuh bersama kita adalah radikal, Islam ekstrimis, bukan Islam normal,” ujarnya.
Kemana Penguasa Negeri Islam?
Patut juga dipertanyakan sikap penguasa negeri-negeri Islam yang dengan sigap ikut mengecam serangan yang menewaskan 11 orang tersebut. Termasuk hadir dalam aksi tersebut, Raja Yordania,Presiden Palestina dan beberapa lainnya. Pertanyaannya apa yang mereka lakukan saat Rosulullah SAW dihina oleh majalah Charlie Hebdo. Padahal sebagai penguasa yang memiliki kekuasaan, mereka bisa berbuat banyak untuk menghentikan penghinaan itu.
Ancaman memutuskan hubungan diplomatik, embargo ekonomi, kalaulah hal itu dilakukan bersama-sama penguasa negeri Islam, pasti akan membuat Barat berpikir panjang untuk membiarkan penghinaan terhadap Islam. Apalagi kalau penguasa negeri-negeri Islam mengirimkan pasukan tentaranya. Tapi bagaimana mungkin berharap hal itu dilakukan oleh para penguasa boneka ?
Yang menyakitkan penguasa-penguasa negeri Islam berbaris rapi , saling berpelukan justru dengan para pembantai umat Islam seperti pemimpin Inggris, Amerika, Perancis, maupun entitas Yahudi. Mereka mengecam pembunuhan belasan orang di Paris sebagai tindakan teroris . Tapi mereka tidak melakukan hal berarti saat ribuan umat Islam dibantai di Gaza, ratusan ribu umat Islam dibunuh di Suriah oleh rezim Assad, saat muslim Rohingya dibunuh dan diusir di Myanmar, ribuan tewas akibat pesawat tanpa awak drone Amerika di Pakistan, atau saat muslim Afrika Tengah dikejar-kejar bagaikan hewan untuk dibantai.
Mereka tidak berbaris rapi untuk mengecam itu. Kalau pembunuhan belasan orang dituding teroris, kenapa hal yang sama tidak ditujukan bagi negara-negara Barat yang telah melakukan pembantain jutaan umat Islam ? Sayangnya,tidak ada satu kata teroris pun yang mereka tujukan bagi negara-negara imperialis seperti Amerika Serikat, Inggris dan Prancis. Semua ini menunjukkan mereka tidak lebih dari penguasa-penguasa boneka Barat. (Farid Wadjdi)