Anda Belum Meminta Maaf?

rupert-murdoch

Rupert Murdoch

oleh Muhammad Jilani

Atau lebih baik lagi jika Anda mengutuk? Tak masalah, apapun yang Anda kutuk, itu hanya kutukan yang tanpa arti karena Anda seorang Muslim dan Anda yang harus disalahkan. Ini adalah narasi menyakitkan dan nada yang sangat berbahaya, yang kini semakin jelas terlihat bagi semua orang setelah kejadian baru-baru ini di Perancis.

Reaksi yang terjadi dari insiden terbaru ini disalahkan pada Islam dan Muslim yang terlihat dalam banyak hal dan terasa lebih kuat daripada insiden-insiden sebelumnya. Tuntutan untuk permintaan maaf tampaknya telah tumbuh lebih kuat dan bergema di seluruh lapisan masyarakat dan kelompok sosial.

Tapi mengapa umat Islam yang harus meminta maaf? Haruskah seluruh “masyarakat” Muslim bertanggung jawab atas tindakan beberapa gelintir orang? Rupert Murdoch tampaknya berpikir begitu. Tidak penting definisi kasar dari “masyarakat”. Ini mungkin merupakan kejutan bagi banyak komentator Barat yang fanatik, tapi kaum Muslim memiliki beragam pandangan. Tidak semua dari mereka yang berpandangan dan berkeyakinan sama, ada juga yang memiliki pandangan berbeda pada berbagai isu. Namun lucunya, persyaratan untuk meminta maaf ini jarang berlaku bagi “masyarakat” yang lain.

Haruskah semua orang Kristen meminta maaf atas beberapa kasus kekerasan terhadap anak-anak yang dilakukan oleh para pendeta selama tahun 70-an dan 80-an? Haruskah semua wartawan meminta maaf atas skandal penyadapan telepon? Mungkinkah semua pemain sepak bola profesional harus meminta maaf atas tuduhan pemerkosaan oleh Ched Evans? Bahkan, karena kita membuat generalisasi yang luas, mengapa tidak semua orang meminta maaf atas tindakan Ched Evans ?

Tapi “Ah”, komentator fanatik itu akan menjawab. Penembakan di Charlie Hebdo dilakukan atas nama Muhammad (SAW) – dan itu dilakukan atas nama “Anda”, sehingga permintaan maaf diperlukan untuk memperjelas posisi “Anda” dan posisi Islam pada umumnya.

Ya, dari segi nilai, tampaknya membuat kasus ini semakin kuat. Namun, generalisasi tersebut dimaksudkan untuk melucuti kaum Muslim dan membuat mereka merasa defensif. Generalisasi harus sering dilihat dengan skeptisisme, karena faktanya, hal itu dapat menyesatkan. Setidaknya hal itu harus dilihat dengan cermat sehingga dapat membuktikan bahwa prinsip generalisasi itu benar atau tidak.

Fakta dalam kasus ini adalah bahwa tidak ada yang benar-benar tahu akan motivasi yang tepat dari para penyerang – hanya ada pernyataan yang belum diverifikasi dari lokasi serangan. Kemungkinannya adalah bahwa para penyerang itu berasal dari masyarakat Muslim Afrika Utara kelas bawah  yang hidup dalam kondisi yang “memprihatinkan” (lebih lanjut akan dijelaskan) jadi motivasi sering menjadi kabur dan tidak jelas.

Bahkan jika terdapat kasus seperti ini, apakah hal itu membuktikan segalanya? Apakah ini berarti kita semua harus meminta maaf juga/ Hal ini mirip dengan mengharapkan permintaan maaf dari semua orang Inggris atas skandal pembiayaan anggota parlemen.  Lagipula, para anggota parlemen itu berbicara atas nama publik Inggris.

Kenyataannya adalah kaum muslimin tidak memiliki alasan apapun untuk meminta maaf. Kita harus jelas tentang hal itu dan mengangkat kepala tinggi-tinggi dan mengulanginya; secara hati-hati, perlahan-lahan, dan dengan kekuatan.

Bahkan, umat Islam tidak boleh meminta maaf atau mengutuk kejadian itu. Bukan karena sikap arogansi yang tidak pada tempatnya atau kurangnya kasih sayang, tapi karena alasan yang sama sekali berbeda. Ini tidak berarti kita setuju dengan tindakan yang dilakukan oleh orang lain dan bahwa kita membenci semua orang Barat juga.

Pada tingkat yang paling mendasar, permintaan maaf menerangkan ketidakadilan besar yang telah terjadi terhadap Muslim. Charlie Hebdo susah dipercaya sebagai publikasi yang seimbang dan netral. Media atau publikasi ini telah memprovokasi umat Islam dan kelompok minoritas lainnya selama bertahun-tahun. Mereka bersikeras mendukung Je Suis Charlie (Saya Charlie), sebuah kampanye yang harus dipertanyakan pada diri sendiri apakah ini termasuk edisi majalah pengecut yang mengejek umat Islam pemberani yang dibantai oleh penguasa Mesir Jenderal Sisi setelah melakukan rapat umum (bayangkan responnya jika para satiris Muslim merespon dengan mengejek para korban Charlie Hebdo yang mati) serta edisi majalah yang mengejek para korban perkosaan ternyata dilakukan oleh Boko Haram di Nigeria.

Tetapi pada tingkat yang lebih dalam, hal tersebut benar-benar mengabaikan perlakuan Perancis terhadap minoritas Muslim. Melarang jilbab, menangkap orang-orang yang sholat shubuh di Masjid, membatasi mereka bekerja di pekerjaan sektor publik, penolakan jaminan sosial, kurangnya lapangan kerja, dan menghancurkan mereka ke negara tersebut, sejalan dengan perlakuan Hitler Yahudi. Seolah-olah serangan ini adalah awal cerita, sedangkan cerita di balik semua itu sebenarnya masih dipoles.

Namun, ada 3 hal yang sangat jelas, alasan praktis mengapa umat Islam tidak boleh meminta maaf.

Pertama, permintaan maaf adalah pengakuan bersalah, yang mengartikan bahwa kita telah melakukan sesuatu yang salah. Ini adalah masalah besar karena menyiratkan bahwa Islam menyebabkan kekejaman terjadi dan ini adalah sesuatu yang kita tidak bisa terima. Adalah tanggung jawab dan kewajiban kita untuk memperjelas posisi  kita dan membantah hubungan sebab akibat yang sudah terjadi.

Kedua, berimplikasi bahwa apakah Anda mengubah aspek keyakinan Anda agar sesuai dengan apa yang mereka sebut sebagai nilai-nilai yang “benar” seperti kebebasan berekspresi ataukah mengabaikan mereka secara total. Mari kita perjelas, serangan terhadap Islam dalam kasus Charlie Hebdo oleh orang-orang seperti Douglas Murray dirancang untuk memberikan keyakinan kepada sekelompok orang yang meminta maaf —yang memiliki lembaga yang didanai pemerintah dan dirancang untuk membuat Muslim mempertanyakan agama mereka. Hal terburuk  pada Muslim, mereka akan merasa harus diam sementara orang lain berbicara tentang mereka, yang terburuk, karena hal ini umat Islam mulai mengubah nilai-nilai sakral yang ada.

Ketiga, hal digunakan sebagai pembenaran untuk berbagai tindakan lainnya terhadap Muslim. Baik 11/9 maupun 7/7 diendapkan sebagai sebuah pembenaran untuk menargetkan Muslim. Ironisnya, hal ini membatasi hak mereka untuk mengkritik kebijakan luar negeri pemerintah, serta sejumlah langkah-langkah yang cukup ditargetkan seperti “stop and search (hentikan dan geledah)” terhadap mereka. Sangat sedikit bukti yang ada, bahwa tindakan tersebut telah menghentikan  serangan dan keberhasilannya yang rendah. Hanya orang naif yang akan berpikir undang-undang tersebut akan digunakan semata-mata terhadap umat Islam.

Tidak hanya harus menjelaskan dan mengklarifikasi posisi kita sebagai muslim, kita juga harus memastikan bahwa orang-orang yang berbicara untuk kita juga tidak perlu meminta maaf untuk kita. (hizb.org.uk, 11/1/2015)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*