Para mahasiswa di universitas-universitas terkemuka Inggris telah mengutuk RUU kontra-terorisme yang baru dari pemerintah, yang mereka khawatirkan akan menghalangi diskusi tentang ide-ide radikal di kampus dan akan memberi “efek yang membuat dingin” hubungan antara para mahasiswa dan staf.
Kelompok-kelompok mahasiswa di perguruan tinggi seperti UCL, LSE, Queen Mary, Soas, KCL, Cardiff dan Kingston telah mengirimkan pesan darurat untuk para serikat mahasiswa pada pekan yang mendesak mereka untuk bersikap terhadap RUU ini.
Pada pertemuan para serikat mahasiswa di LSE, sebagian mahasiswa berpendapat bahwa RUU itu akan mengkriminalisasi ide-ide dan akan menghentikan para mahasiswa untuk berbicara. Yang lainnya mengatakan hasil itu akan menempatkan kewajiban yang tidak adil pada para dosen untuk memantau para mahasiswa mereka.
Buckley-Irvine, 21 tahun, Sekjen Serikat Mahasiswa LSE, mengatakan: “Saya percaya bahwa kami harus bersikap radikal, saya percaya untuk mempertanyakan nilai-nilai, dan saya percaya untuk memajukan perubahan politik dan moral. Keyakinan ini tidak akan membuat saya atau orang lain menjadi teroris dan tidak membenarkan pemantauan apapun.”
Omar Begg, mahasiswa berusia 23 tahun di LSE, mengatakan dia khawatir piara mahasiswa Muslim di kampusnya secara proporsional akan terpengaruh oleh tindakan itu.
“Mahasiswa lain yang memiliki keluhan akan dirujuk pada penasehat kesehatan mental atau layanan mahasiswa yang memadai, tetapi jika seorang Muslim mengungkapkan sentimen yang sama, profesor atau dosen kami diwajibkan untuk melaporkan kami,” katanya.
“Saya pikir kami akan takut untuk mengekspresikan pendapat kami di kelas. RUU ini pada dasarnya merusak segala sesuatu yang kami lakukan, katakan dan bagaimana kami melakukan pendekatan pada hal-hal atau mengambil tindakan. Kami akan terkurung dalam zona yang terbatas. ”
The National Union of Students juga mengutuk RUU anti-teror itu. Dikatakan: “RUU itu mengusulkan sejumlah langkah baru yang membangun kembali undang-undang pada dekade sebelumnya yang anti-ekstremisme dan telah melegitimasi pengawasan massal dan mengikis kebebasan penduduk sipil di Inggris.
“Setiap keinginan oleh negara untuk melibatkan para staf akademik untuk memantau para mahasiswa mereka sangat mengkhawatirkan, dan bisa berdampak buruk pada hubungan antara staf dan mahasiswa. Kami pada dasarnya percaya bahwa universitas dan perguruan tinggi adalah tempat pendidikan, bukan tempat pengawasan. ”
Ibrahim Ali, wakil presiden Federasi Mahasiswa Masyarakat Islam, yang mengatakan mereka mewakili lebih dari 130.000 mahasiswa Muslim, mengatakan sikap pemerintah terhadap organisasinya telah menjadi “dingin”. Dia mengatakan pemerintah telah menolak untuk terlibat dengan federasi itu sejak tahun 2010.
“Dalam sebuah lingkungan di mana para mahasiswa Muslim sudah merasa seperti berada di bawah peningkatan pengawasan, langkah-langkah yang diuraikan dalam RUU ini hanya akan memperkuat kekhawatiran mereka,” katanya. (theguardian.com, 29/1/2015)