Di tengah meningkatnya ketegangan anti-Muslim di Australia, puluhan tokoh masyarakat Muslim dan organisasi telah menuduh Perdana Menteri Tony Abbott mengintimidasi seorang tokoh Islam paling senior di negara itu, dalam upayanya untuk membungkam pihak lawan.
“Kami menyesalkan dan mengutuk ditargetkannya secara terbuka kaum Muslim secara terus menerus melalui UU ‘anti-teror’ yang keji,” kata pernyataan itu, yang ditandatangani oleh 64 organisasi dan tokoh masyarakat dan 42 pemimpin agama, seperti yang dikutip oleh Sydney Morning Herald pada hari Minggu, 22 Februari.
“Undang-undang yang disahkan pada tahun 2014 itu telah digunakan untuk membenarkan serangan oportunistik terhadap rumah-rumah kaum Muslim, setelah terjadinya histeria di media dan masyarakat di mana pada sebagian besar kasus tidak ada kejahatan yang dilakukan, dan telah menciptakan reaksi menyedihkan dan berbahaya terhadap Muslim, terutama kaum perempuan dan anak-anak. ”
Pernyataan itu mengatakan bahwa mereka “menentang” intimidasi pemimpin Islam tertinggi di negara itu, Mufti Ibrahim Abu Muhammad, karena penentangannya terhadap upaya Abbott untuk membungkam kritik.
Abbott telah membuat marah masyarakat untuk mengkritik Mufti karena berbicara menentang kemungkinan larangan terhadap Hizbut Tahrir, dengan mengatakan komentar Mufti itu merupakan penilaian yang menyesatkan dan tidak membantu.
Dr Abu Muhammad, pemimpin Muslim di Australia, mengatakan akan menjadi “kesalahan politik” jika melarang Hizbut Tahrir.
“Kami sangat menentang ancaman politik oleh Perdana Menteri Abbott untuk ‘mengatasi’ dan ‘menindak’ kelompok-kelompok Islam seperti Hizbut Tahrir yang mengingkari dan tidak pernah mendukung aksi teroris, dan ‘kejahatan’ nya hanyalah mengkritik Abbott Pemerintah karena sikapnya terhadap kaum Muslim di dalam dan luar negeri negeri, karena mereka masih dalam hak-hak mereka untuk melakukannya, “kata pernyataan itu.
“Kami juga menentang intimidasi terhadap Sheikh Dr Ibrahim Abu Muhammad oleh Abbott karena kritikannya terhadap upaya Abbott untuk membungkam kritik yang sah oleh individu dan organisasi atas kebijakan-kebijakannya.”
Kaum Muslim, yang telah berada di Australia selama lebih dari 200 tahun, merupakan 1,7 persen penduduk Australia yang berjumlah 20 juta. Islam adalah agama terbesar kedua di negara itu setelah agama Kristen.
Dalam masa pasca 11/09, kaum Muslim Australia telah dihantui oleh kecurigaan dan sikap patriotisme mereka dipertanyakan.
Sentimen anti-Muslim telah lebih meningkat setelah terjadinya serangan anti-teror baru-baru ini, yang dianggap sebagai serangan terbesar dalam sejarah Australia, di mana 15 orang ditangkap di utara-barat Sydney.
Kemudian terjadi penggerebekan yang diikuti oleh sejumlah besar serangan anti-Muslim, termasuk terhadap sebuah masjid yang dirusak di Queensland dan ancaman langsung yang dikeluarkan terhadap Mufti Besar Australia.
Reaksi
Pernyataan masyarakat itu dikeluarkan di tengah laporan bahwa umat Islam merasa reaksi dan menjadi target oleh masyarakat dan pemerintah.
Sebuah insiden dilaporkan oleh seorang wanita Muslim yang diinterogasi oleh polisi saat dia menunggu untuk menjemput anaknya dari sekolah Kristen dimana dia belajar disana dan merupakan contoh dari meningkatnya reaksi anti-Muslim.
“Kami secara tegas menolak Perdana Menteri Abbott dan penggunaan ‘bahasa yang menggambarkan umat Islam dan komunitas Muslim sebagai ancaman keamanan,” oleh para anggota partainya kata para pemimpin Muslim dalam pernyataannya.
“Narasi ini mengancam kohesi sosial karena mengundang kecurigaan dan perasaan sakit hati dari anggota komunitas yang lebih luas. Kehadiran Muslim di Australia sebagai kontributor produktif kepada masyarakat bukanlah suatu pengecualian; namun UU itu mengecualikannya. ”
Para pemimpin Muslim menambahkan bahwa penggunaan istilah-istilah seperti ‘radikalisasi’ dan ‘ekstremisme’ telah mengkriminalisasi komunitas Muslim yang sebagian besar bersikap damai
“Kami menyesalkan penggunaan definisi dan makna politis dari kata-kata ‘radikalisasi’ dan ‘ekstremisme’ untuk mengkriminalisasi wacana politik yang sah dan mengkritik kebijakan pemerintah oleh anggota komunitas Muslim,” tulis mereka.
Pernyataan itu dirilis menjelang penyampaian pidato Abbott di parlemen yang dijadwalkan pada hari Senin ini untuk menjelaskan perubahan kerangka keamanan nasional negara.
Hal ini diyakini akan mencakup langkah-langkah untuk menghapus kewarganegaraan ganda Australia jika seseorang terlibat dalam kegiatan terorisme.
“Kami menyesalkan dan mengutuk penargetan secara terbuka terus menerus terhadap Muslim melalui UU ‘anti-teror’ yang keji,” tulis para pemimpin Muslim.
“Undang-undang yang disahkan pada tahun 2014 telah digunakan untuk membenarkan serangan oportunistik terhadap rumah-rumah kaum Muslim, setelah membuat histeria di media dan masyarakat di mana pada sebagian besar kasus tidak ada kejahatan yang dilakukan, dan telah menciptakan reaksi yang menyedihkan dan berbahaya terhadap Muslim, terutama kaum perempuan dan anak-anak.” (onislam.net,22/2/2015)