28 Rajab 1342 H bertepatan dengan 3 Maret 1924 merupakan peristiwa penting yang perlu diingat kembali oleh umat Islam. Saat dimana umat Islam secara resmi kehilangan perkara penting dalam kehidupannya, yaitu khilafah Islam. Pada tanggal itu lewat tangan kotor Kamal Atatürk yang bekerjasama dengan negara imperialis Inggris, Khilafah Islam dihapuskan. Majelis Nasional Agung Turki dibawah kendali penuh Kamal yang penuh darah mengeluarkan tiga keputusan penting: menghapuskan kekhilafahan, menurunkan kholifah , dan mengasingkan kholifah bersama keluarganya.
Itu artinya lebih dari 91 tahun umat Islam telah hidup tanpa kepemimpinan Khilafah. Padahal hukum syara’ berdasarkan ijma’ sahabat hanya membolehkan umat Islam hidup tanpa kepemimpinan Kholifah selama 3 hari. Waktu yang sempit 3 hari ini , harus digunakan oleh umat Islam untuk bersungguh-sungguh mengangkat kembali Kholifah yang baru.
Ath-Thabari meriwayatkan bahwa Umar ra. benar-benar menegaskan pentingnya pembatasan waktu selama tiga hari untuk mengangkat khalifah dengan mengatakan: “Jika saya meninggal maka bermusyawarahlah kalian selama tiga hari. Hendaklah Suhaib yang mengimami shalat masyarakat. Tidaklah datang hari keempat, kecuali kalian sudah harus memiliki amir (khalifah).”
Para Imam Madzhab sendiri telah menegaskan kewajiban mengangkat Kholifah ini ditengah-tengah umat Islam. Imam Ibnu Hazm dalam Al-Fashlu fi Al Milal wal Ahwa` wan Nihal menegaskan telah sepakat semua Ahlus Sunnah, semua Murji`ah, semua Syiah, dan semua Khawarij akan wajibnya Imamah [Khilafah].
Pentingnya kewajiban Khilafah ini ditegaskan pula oleh Syaikh Abdurrahman Al Jaziri dengan menyebutkan : “ para imam mazhab yang empat [Imam Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad] rahimahumullah, telah sepakat bahwa Imamah [Khilafah] itu fardhu, dan bahwa kaum muslimin itu harus mempunyai seorang Imam (Khalifah) yang akan menegakkan syiar-syiar agama dan menolong orang yang dizalimi dari orang zalim. Mereka juga sepakat bahwa kaum muslimin dalam waktu yang sama di seluruh dunia, tidak boleh mempunyai dua imam, baik keduanya sepakat atau bertentangan.”
Syekh Abdul Qadim Zallum, dalam kitabnya Nizhâm al-Hukm fi al-Islâm memberikan penjelasan jernih tentang apa Khilafah. Dalam kitabnya itu dijelaskan : “Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi kaum muslimin seluruhnya di dunia, untuk menegakkan hukum-hukum syariah Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia.”
Berdasarkan pengertian Khilafah itu, kita bisa melihat ketiadaan Khilafah telah menyebabkan umat Islam kehilangan tiga perkara penting. Perkara pertama, kehilangan kepemimpinan umum di tengah umat Islam. Padahal keberadaan pemimpin ini adalah sangat penting untuk menyatukan, mengurus, melindungi umat Islam. Tanpa Khilafah, umat Islam saat ini tercerai berai menjadi negara-negara bangsa yang lemah tidak berdaya. Lemahnya persatuan umat Islam ini pulalah yang membuat negara-negara imperilais yang buas memperlakukan umat Islam seenaknya dengan keji.
Umat Islam juga kehilangan pelindung yang sejati. Pemimpin negara-negara bangsa yang ada saat ini, alih-alih menjadi pemimpin dan pelindung umat mereka justru berperan sebagai boneka yang mengokohkan penjajahan negara-negara imperialis. Membiarkan rakyatnya dibunuh dan kekayaan alam negeri Islam dirampas.
Perkara kedua, ketiadaan khilafah , telah menyebabkan dilalaikannya penegakan hukum-hukum Islam (syariah Islam) secara menyeluruh (kaffah). Padahal penegakan syariah Islam merupakan kewajiban yang shorih (tegas) . Pasalnya, penegakan syariah Islam yang merupakan konsekuensi keimanan seorang muslim ini tidak bisa dilaksanakan secara totalitas tanpa adanya institusi negara yang legal yaitu Khilafah.
Karena itu sesungguhnya keberadaan Khilafah merupakan bagian dari upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara melaksanakan seluruh perintah Allah dan Rosul-Nya. Bahkan Ibnu Taimiyah mengatakan hal ini sebagai bagian dari sebaik-baik pendekatan diri kepada Allah SWT (min afdholil qurrubat). Ibnu Taimiyah menegaskan wajib menjadikan kepemimpinan (Khilafah) sebagai bagian dari agama dan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, taqorrub kepada Allah di dalam kepemimpinan itu dengan mentaati Allah Dan Rosulnya termasuk dalam taqorrub yang paling utama.
Perkara ketiga, ketiadaan khilafah juga telah membuat umat Islam lalai menjalankan perkara penting yang harus dilakukan oleh negara, yaitu mengemban dakwah ke seluruh penjuru dunia. Padahal perkara dakwah ini dengan tegas dinyatakan kewajibannya oleh Allah SWT dan Rosul-Nya. Dengan dakwah yang dilakukan oleh Khilafah ini, Islam kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia. Umat manusia pun berbondong-bondong untuk memeluk Islam.
Walhasil inilah perkara penting yang harus sungguh-sungguh diperjuangkan umat Islam. Para ulama menyebutnya sebagai tâj al-furûdh (mahkota dari semua kewajiban). Artinya, penerapan Islam secara kâffah (menyeluruh) hingga tercapai kehidupan berkah itu mustahil diwujudkan tanpa adanya Khalifah dan tegaknya Khilafah. Oleh karena itu, menegakkan Khilafah dan mengangkat khalifah merupakan kewajiban yang paling penting.
Mengingat pentingnya hal ini sampai-sampai Imam Ibnu Hajar Al Haitami dalam As Shawa’iqul Muhriqah berkata :“Ketahuilah juga, bahwa para shahabat -semoga Allah meridhai mereka- telah bersepakat bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) setelah berakhirnya zaman kenabian adalah wajib, bahkan mereka menjadikannya sebagai kewajiban paling penting ketika mereka menyibukkan diri dengan kewajiban itu dengan meninggalkan kewajiban menguburkan jenazah Rasulullah SAW.”
Kerena itu, keruntuhan Khilafah bukanlah perkara untuk diratapi, atau sekedar kenangan historis masa kejayaan Islam belaka, namun merupakan kewajiban yang harus sama-sama diperjuangkan oleh umat Islam. Kelalaian memperjuangkan Khilafah berarti melalaikan tiga kewajiban penting yang diperintahkan agama ini yaitu persatuan umat Islam, penegakan syariah Islam dan dakwah. Melalaikan tiga perkara kewajiban penting di dalam Islam, tentu merupakan dosa.
Apa yang diperingatkan oleh Syaikh Abdul Qadim Zallum tentu perlu kita renungkan. Pemimpin Hizbut Tahrir ini dalam kitabnya Nizhâm al-Hukm fi al-Islâm menegaskan, “Mengangkat seorang khalifah adalah wajib atas kaum Muslim seluruhnya di segala penjuru dunia. Melaksanakan kewajiban ini—sebagaimana kewajiban manapun yang difardhukan Allah atas kaum Muslim—adalah perkara yang pasti, tidak ada pilihan di dalamnya dan tidak ada toleransi dalam urusannya. Kelalaian dalam melaksanakan kewajiban ini termasuk sebesar-besar maksiat yang (pelakunya) akan diazab oleh Allah dengan azab yang sepedih-pedihnya”. (Farid Wadjdi)