Konferensi Perempuan dan Syariah 2015: Khilafah, Negara Pelindung Bagi Umat dalam Naungan Islam

850322822_17590

HTI Press. Banda Aceh, 07/03/2015. Gelora acara Konferensi Perempuan dan Syariah (KPS) tak ayal membuat suasana ruangan konferensi pers turut bersemangat. Dibuka oleh Ustadzah Rezkiana Rahmayanti, sejumlah jurnalis dari berbagai media hadir. Diantaranya dari The Jakarta Post dan Serambi Indonesia. Dari MHTI, hadir Ustadzah Iffah Ainur Rochmah, selaku Juru Bicara MHTI, dan Ustadzah Fika Monika Komara, selaku anggota Central Media Office (CMO) of Hizb ut Tahrir.

salah satu jurnalis yang hadir

salah satu jurnalis yang hadir

Mengawali konferensi pers, seorang jurnalis dari The Jakarta Post, Khotli, menyoroti tentang hukum cambuk. Ustadzah Iffah menyatakan bahwa hukum cambuk bagi pezina bukanlah sesuatu yang baru dalam khasanah fiqih Islam. Maksud pemberlakuannya tak lain adalah sebagai pencegah dan pemberi efek jera, sehingga zina dapat diminimalisasi.

“Hukum cambuk sendiri seringkali menjadi celah yang potensial diserang oleh ide-ide Barat, yang dikatakan sebagai bentuk pelanggaran HAM. Padahal hukum tersebut bersumber dari nash syara’ semata-mata. MHTI mengajak umat mengkritisi cara pandang Barat ini dan memunculkan sikap waspada terhadap penyerangan Islam secara masif dan sistematis. Pemberlakuan syariat Islam secara lokal dan parsial memberi celah bagi musuh-musuh Islam untuk memberikan tuduhan miring terhadap syariat,” tegas Iffah.

Ustadzah Iffah Ainur Rochmah, Juru Bicara MHTI

Ustadzah Iffah Ainur Rochmah, Juru Bicara MHTI

Menanggapi hal yang sama, Ustadzah Fika menyatakan, “Dalam skala yang lebih luas, ini adalah sebuah serangan terhadap syariah. Akibat narasi media, syariah malah menjadi musuh perempuan.  Di Asia Tenggara misalnya. Belum lagi di Barat. Media-media Barat selalu berupaya mencari hal-hal yang tidak relevan dari penerapan syariat. Karenanya, urgen bagi MHTI untuk selalu melalukan konsolidasi terhadap umat, sekaligus menyamakan visi Islam.”

“Meski kadang media terkesan membela perempuan, namun sejatinya tidak. Karena itu, seyogyanya media dapat bersinergi melakukan kampanye membongkar motif busuk Barat. KPS ini menegaskan bahwa MHTI memiliki visi politik, bahwa Islam menjamin kemuliaan perempuan. Problematika perempuan saat ini sesungguhnya tak lain akibat penerapan sistem kapitalisme. Sayangnya, hal ini tidak pernah dibongkar oleh media,” lanjut Fika.

Ustadzah Fika Monika Komara, anggota Central Media Office (CMO) of Hizb ut Tahrir

Ustadzah Fika Monika Komara, anggota Central Media Office (CMO) of Hizb ut Tahrir

Lebih lanjut, Iffah pun menyinggung penerapan Islam secara parsial, sebagaimana pertanyaan Nurul, dari Serambi Indonesia. “Penerapan syariat Islam adalah tuntutan keimanan. Allah SWT telah menjelaskan metode penerapan syariat Islam, yang sayangnya tidak dipahami oleh kebanyakan kaum muslim. Metode baku penerapan syariat Islam secara kaffah adalah dengan institusi Khilafah,” ulasnya.

“Perda syariah sebagai parsialitas penerapan Islam bukanlah metode penerapan syariat Islam yang sempurna. Maka jelas, masalah besarnya adalah pada metode penerapan syariat Islam yang belum diadopsi oleh umat Islam. Jadi wajar, jika dengan penerapan syariat Islam-nya yang masih parsial, Aceh justru disebut horor. Ironis sebenarnya,” lanjutnya.

“Penerapan syariat Islam harus diimbangi dengan proses edukasi di tengah-tengah masyarakat. Islam adalah risalah. Ketika penerapan Islam minus visi politik, maka penerapannya akan cacat. Disamping itu, penting pula keberadaan penguasa yang memiliki kompetensi dasar untuk melaksanakan syariat Islam,” tambah Fika.

“Proses edukasi tersebut saat ini menjadi esential, khususnya oleh parpol, karena Khilafah belum tegak. Ini penting, karena sejak Khilafah runtuh tahun 1924, senantiasa ada upaya sistematis dari negara-negara Barat (Eropa dan Amerika) untuk menghapus sejarah Islam. Yang dilakukan oleh MHTI dalam hal ini adalah edukasi dengan mengenalkan bahwa syariat Islam tidak terbatas pada hukum-hukum terkait ibadah mahdloh,” jelas Iffah, menambahkan.

“Lebih dari itu, Islam sungguh memiliki paket hukum yang lengkap. Karenanya, MHTI selalu terpanggil untuk menyeru penguasa yang dengan kekuasaannya mereka dapat menerapkan syariat Islam. Ini adalah tuntutan global. KPS ini tak lain adalah edukasi untuk mendekatkan kembali Khilafah kepada masyarakat, sebagai negara yang berideologi Islam. Negara pelindung bagi umat dalam naungan Islam,” pungkas Iffah. []

One comment

  1. Syariah itu memuliakan wanita. Jika syariah diterapkan Insya Allah keterpurukan wanita dalam sistem kapitalis akan segera sirna.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*