MHTI: Islam Menjawab Tuduhan Keji Feminis Liberal

850324236_76309
HTI Press. Banda Aceh, 7 Maret 2015. Konferensi Perempuan dan Syariah yang diselenggarakan oleh Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia di AAC Dayan Dawood, Komplek Unsyiah, Banda Aceh, Sabtu (7/3/2015), dihadiri oleh lebih dari seribu muslimah dari kalangan tokoh nusantara dan tokoh Aceh serta dari perwakilan masyarakat Aceh.

Konferensi ini dibuka dengan pembacaan ayat suci Alquran surat ash-Shaff ayat 7-13 oleh Ustadzah Rahmatillah. Sambutan dari Masulah Ammah MHTI Ratu Erma Rachmayanti mengawali rangkaian acara.

850322307_17987

Erma mengatakan bahwa Konferensi Perempuan dan Syariah ini adalah satu dari kegiatan kampanye global yang dilakukan Hizbut Tahrir di seluruh dunia, di 4 benua. Acara ini bertujuan untuk menyadarkan ummat bahwa terdapat serangan massif oleh kaum kuffar dan pegiat feminisme yang mengarus opinikan negatif terhadap syariah Islam. Mereka meng-claim bahwa perempuan dalam syariah selamanya tidak akan sejahtera, untuk itu mereka menawarkan konsep-konsep kesetaraan gender, dan yang lainnya. Maka, ummat perlu kekuatan, perlu kesatuan, bahkan kita butuh negara yang seimbang dengan lawan kita. Tidak ada solusi lain selain kita berusaha untuk menegakkan Khilafah.

Pembicara pertama Ustadzah Hj. Ir. Ishmah Cholil, Anggota Dewan Pimpinan Pusat Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, menyampaikan materi yang mengambil tema “Menjawab Tuduhan Keji Feminis Liberal”.

850321487_21232

Ishmah dengan semangat menuturkan, bahwa saat ini ide kesetaraan gender yang diusung para pegiat feminisme, telah mendorong perempuan untuk meninggalkan rumah untuk bekerja, berpolitik atau sekedar mengejar eksistensi diri. Kondisi ini kemudian memunculkan berbagai persoalan, dari pelecehan seksual, kekerasan, kerusakan moral sampai pada runtuhnya institusi keluarga serta rusaknya generasi.

Kondisi seperti ini pada akhirnya mengakibatkan adanya perbenturan yang kuat antara feminisme dan Islam. Kaum feminis menuduh bahwa Syariah Islam yang diterapkan di beberapa daerah –biasa disebut Perda Syariah dan Qanun Syariah- telah mengakibatkan hak-hak kaum perempuan terampas, perempuan berada dalam subordinat laki-laki dan mengalami diskriminasi.

Feminis menilai bahwa perempuan yang berada di daerah-daerah yang menerapkan Perda Syariah banyak mengalami penindasan dan ketidakadilan. Dikatakan bahwa penerapan Syariah tidak ada relevansinya dengan kesejahteraan kaum perempuan. Penilaian mereka terhadap Syariah bersumber pada pemahaman ideologi yang mereka anut, yaitu kapitalisme, sekulerisme dan liberalisme. Mereka mendefinisikan keadilan sebagai persamaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan.

Mereka juga menyerang berbagai ajaran Islam seperti aturan berpakaian, khalwat, safar, poligami, warisan, izin istri dan sebagainya yang dianggap sebagai bentuk ketidakadilan terhadap perempuan.

Bagi kaum feminis dan liberal, kemuliaan perempuan diukur dari kemampuan menghasilkan uang, jabatan, partisipasi dalam politik dan segala yang bersifat materi.  Islam sesungguhnya mengangkat martabat dan kedudukan kaum perempuan jauh lebih tinggi daripada yang disadari banyak orang saat ini. Hanya Islam yang mengangkat kedudukan kaum perempuan dari jurang penindasan yang amat dalam menuju sebuah kedudukan yang penuh kemuliaan dan kemerdekaan. Kedudukan perempuan semacam ini bahkan belum pernah dapat diwujudkan oleh peradaban Barat “modern” seperti saat ini. Islam menyelamatkan perempuan dari ketidakadilan dan tirani, serta mengeluarkan mereka dari penelantaran dan kegelapan. Islam membuka gerbang pengetahuan, kemajuan, ketinggian, kemenangan dan kebanggaan bagi perempuan di hadapan umat manusia. Namun konsep tidak akan berarti apa-apa tanpa upaya menerapkannya. Dan konsep ini menjadi niscaya, bila diterapkan oleh Khilafah, sistem pemerintahan Islam yang mempunyai pandangan dan aturan unik dalam memainkan peran strategis perempuan dalam kehidupan. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*