MHTI Banyumas: Saatnya Mengakhiri Serangan terhadap Syariah
HTI Press. Banyumas. Perbincangan seputar perempuan dan syariat selalu mengundang perhatian. Salah satu yang krusial adalah tentang relevansi penerapan syariat bagi kemajuan dan kesejahteraan perempuan. Terlebih, tantangan global partisipasi perempuan di ranah publik telah menghasilkan dampak luar biasa pada corak kehidupan masyarakat khususnya di negeri-negeri muslim semacam Indonesia. Merespon kondisi ini dan menyadari tanggung jawab imani setiap muslim untuk menjadikan syariat sebagai sumber hukum bagi kehidupannya, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia DPD II Banyumas, menggelar Aksi Damai Mendukung Kampanye Global Women and Shariah dengan tema “Saatnya Mengakhiri Serangan Terhadap Syariah” di Alun Alun Purwokerto yang diikuti sekitar 100 aktivis Muslimah HTI Banyumas (Ahad 8 Maret 2015).
Dalam kampanye ini, MHTI menyampaikan bahwa Fakta menyedihkan terkait kehidupan perempuan sejak lebih dari satu abad yang lalu, setelah Hari Perempuan Internasional 1911.
- Secara global 1 dari 3 wanita akan dipukuli atau diperkosa selama hidup mereka;
- 70% dari 1,2 miliar orang yang hidup dalam kemiskinan adalah perempuan dan anak-anak;
- 700 juta wanita hidup tanpa kecukupan makanan, air, sanitasi, kesehatan, atau pendidikan;
- 85 juta anak perempuan di seluruh dunia tidak dapat bersekolah; dan diperkirakan 1,2 juta anak diperdagangkan sebagai budak setiap tahun, 80% di antaranya adalah perempuan.
Kondisi perempuan begitu mengerikan di bawah peradaban kapitalisme sekuler. Sebagaimana diketahui feminisme merupakan suatu kajian yang mencari akar ketertindasan perempuan sampai pada upaya penciptaan pembebasan perempuan. Wacana feminisme muncul sebagai perlawanan terhadap stuktur dan sistem yang melakukan penindasan atas nama gender. Oleh karena itu wajarlah jika pada awalnya, feminisme bisa berjalan harmonis dengan kapitalisme yang meneriakkan ide kebebasan dalam menentang Islam, yang dianggap patriarkhis. Bahkan karena ide kebebasan berpikir dan berekspresi dalam kapitalisme inilah feminisme bisa terlahir di dunia. Namun ketika kapitalisme ini telah menjelma menjadi neoliberalisme, feminisme mulai melakukan “perlawanan”. Maka kesalahan mendasar ide feminis, baik aliran feminis radikal maupun aliran post kolonial (termasuk feminis muslim), justru terletak pada penggunaan akal sebagai asas dalam berpikir dan memandang berbagai persoalan perempuan sekaligus memberikan solusi terhadap masalah perempuan.
Dalam kacamata feminis, tugas-tugas domestik seorang perempuan lebih dirasakan sebagai beban yang sangat berat dibandingkan dengan tugas laki-laki dalam mencari nafkah. Pun demikian ketika kaum feminis memandang pembagian waris, kepemimpinan dalam rumah tangga dan pemerintahan, ataupun dalam masalah yang lainnya. Perasaan nyaman tidak nyaman, menguntungkan atau tidak, enak atau tidak, berat atau ringan inilah yang mendominasi kacamata feminis. Padahal tidak semua hal bisa terjangkau oleh akal dan perasaan manusia. Demikian juga tidak semua akal dan perasaan perempuan sama. Bahkan bisa jadi pula perempuan-perempuan yang awalnya memiliki akal dan perasaan yang sama dalam rentang waktu tertentu bisa berubah, bahkan bertentangan satu dengan yang lain.
Dengan metode berpikir yang hanya berlandaskan pada akal dan perasaan seperti ini, maka kondisi ketertindasan yang diklaim oleh para feminis akan memiliki standar yang tidak jelas. Demikian juga dengan gambaran kebebasan perempuan yang mereka idamkan. Sama-sama tidak jelas standarnya dan kabur karena masing-masing pegiatnya akan memiliki pemikiran dan perasaan yang berbeda pula pada 2 hal diatas. Jika seperti ini yang mereka perjuangkan maka apapun sistemnya mereka akan senantiasa menggugat dan melakukan perlawanan.
Sangat kontras dengan Kapitalisme, Islam memandang perempuan sebagai manusia yang harus dilindungi dan selalu difasilitasi secara finansial oleh kerabat laki-laki mereka ataupun oleh negara sehingga mereka bisa memenuhi peran utama mereka sebagai istri dan ibu, di saat yang sama negara melakukan penjagaan terhadap fungsi keibuan kaum perempuan sebagai investasi bagi lahirnya generasi berkualitas di bawah naungan khilafah.
Di sisi lain Islam juga mengijinkan perempuan untuk mencari pekerjaan jika mereka menginginkannya. Namun perempuan harus berada dalam kondisi terbebas dari tekanan ekonomi dan sosial dalam bekerja, sehingga tanggung jawab rumah mereka tidak terganggu. Kaum perempuan juga harus terbebas dari kondisi yang menindas mereka berperan ganda sebagai pencari nafkah sekaligus pengurus rumah tangga untuk keluarga mereka
Karena itu Muslimah HTI Banyumas menyerukan kepada Barat dan kaum Feminis, untuk mengakhiri serangan terhadap syariah karena Peradaban kapitalisme yang neoliberal dan neoimperalism hari ini telah terbukti menyengsarakan perempuan. []