Kampanye Perempuan: Akhiri Tuduhan Palsu terhadap Syariah
HTI Press. Bandung. Muslimah DPD I Hizbut Tahrir Indonesia Jawa Barat menyelenggarakan dua perhelatan penting untuk menyadarkan perempuan agar tidak terprovokasi oleh tuduhan miring terhadap Syariah Islam tentang Perempuan (22/03/2015). Dengan mengambil Tema “Kampanye Perempuan: Akhiri Tuduhan Palsu Terhadap Syariah”. Kampanye dimulai dengan aksi damai yang dilakukan oleh perempuan dari mulai kalangan ibu rumah tangga, dosen, mahasiswa, pelajar dan aktivis, melakukan longmarch dari Gedung sate menuju Mesjid Al Ukhuwah jalan wastukencana Bandung. Peserta aksi kemudian bergabung dengan jama’ah “Majelis Ta’lim Rindu Syariah” (MTRS) di Mesjid Al Ukhuwah.
Dalam Orasinya di depan Gedung Sate, Andriana SPd, memaparkan bahwa ada tiga tuduhan miring terhadap Syariah Islam. Pertama, kaum feminis mengklaim bahwa Syariah Islam bukanlah ajaran yang universal. Kedua, kaum feminis mengklaim bahwa Syariah Islam tidak menghargai dan mensejahterahkan perempuan. Ketiga, kaum feminis juga mengklaim bahwa Syariah Islam tidak adil terhadap perempuan. Namun, klaim yang mereka katakan bertolak belakang dengan fakta perempuan saat ini.
Senada dengan Rina, Nurul Hidayani saat menyampaikan materi di Majelis Ta’lim Rindu Syariah mengatakan, bahwa kaum liberal menuduh penerapan Syariat Islam memenjarakan perempuan dan menghalangi kemajuan. Kemudian mereka berupaya merekonstruksi fikih Islam terkait perempuan seperti kepemimpinan laki-laki, ketaatan istri, hukum tentang hijab, izin hamil dan sebagainya. Nurul memandang bahwa paradigma berpikir mereka yang salah, karena melandaskannya kepada kebebasan manusia yang dituangkan dalam kesepakatan internasional sebagai Hak asasi manusia. Padahal konsep kebebasan tersebut batil dan bobrok serta tidak bisa menyelesaikan masalah masyarakat.
Pemateri lainnya, Hj. Rina Komara mengungkapkan bahwa Syariat Islam memberikan mekanisme yang sempurna untuk menyelesaikan masalah manusia, khususnya perempuan. Islam menjamin kesejahteraan perempuan melalui penerapan hukum-hukum Allah, baik yang berkaitan dengan individu, seperti nafkah adalah kewajiban suami. Sementara istri menjadi pendidik utama anak, yang dilengkapi dengan hukum melahirkan, menyusui, dan yang terkait dengan potensinya sebagai perempuan. Islam menetapkan Khalifah melalui penerapan sistem ekonominya wajib menjamin para ayah dapat mencari nafkah dengan layak dan mudah, dan jika tidak ada laki-laki yang menafkahi, maka negaralah yang mengambil alih tugas tersebut. Selain itu Khilafah memberi keamanan melalui penerapan sistem sanksi dan sistem pergaulan dalam Islam, sehingga tidak boleh ada satu pun perempuan yang terdzalimi. Syariah Islam adalah rahmat bagi dunia, termasuk perempuan jika diterapkan secara sempurna. Bukan dalam wadah demokrasi, tapi dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah. []