Anton Tabah: “Kominfo Jangan Gegabah!”

anton tabahTerkait pemblokiran sejumlah situs media Islam, anggota Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat  Irjenpol (Purn) Anton Tabah meminta Kementerian Komunikasi dan Informasi jangan gegabah.  “Saya minta Kominfo jangan gegabah!” tegasnya kepada mediaumat.com , Senin (6/4) melalui email.

Menurutnya, berbeda dengan pemblokiran situs pornografi yang pembuktiannya sangat mudah dan terukur, sedangkan masalah akidah sangat kompleks dan rumit. Karena itu, jika akan memblokir atau membredel situs media-media agama, Kemenkominfo jangan gegabah. Tidak boleh pembredelan  dilakukan hanya atas laporan satu lembaga tertentu. Harus melalui kajian mendalam dan melibatkan beberapa lembaga yang berkompeten, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), perwakilan Ormas Islam-ormas Islam, dan  para pakar Islam.

Di era reformasi segala bidang, termasuk bidang hukum dan informasi media cetak, elektronik, cyber media, tidak boleh asal bredel dan asal blokir.  “Apalagi untuk masalah yang dianggap sensitif  radikal. Harus dikaji secara mendalam dulu dengan bukti dan alat bukti yang terukur, bukan cuma pesanan,” ujarnya.

Belum jelas apa alasan pastinya. Meskipun pemerintah mengatakan tindakan itu adalah pemblokiran. “Tapi menurut saya, nantinya adalah pembredelan. Sesuai UU Pers Nomor 40/1999, seharusnya sudah tidak boleh ada pembredelan lagi,” bebernya.

Pembina Perhimpunan Jurnalis Muslim Indonesia (PJMI) tersebut merasa heran dengan pemblokiran tanpa keputusan pengadilan.  “Saya heran, di era Jokowi hukum kok jadi demikian runyam. Ada apa? Apa yang terjadi? Apa dia tidak tahu, bahwa membredel media sekarang sudah dilarang UU? Lagi pula, kalau pun ada media yang melanggar, pemblokiran atau pembredelan harus melalui keputusan pengadilan. Tidak boleh membredel, memblokir atau membrangus media semaunya sendiri,” ungkapnya.

BNPT Salah Besar

Kemenkominfo mengakui telah memblokir 19 laman sejak Ahad (29/3). Menurut Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo, Ismail Cawidu, ke-19 laman itu dilaporkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai laman yang menyebarkan paham atau simpatisan radikalisme.

Tapi anehnya, lanjut Anton,  Humas BNPT Irfan Idris mengatakan, penutupan situs-situs media Islam itu disebabkan mereka suka menghina dan menjelek-jelekkan Jokowi.

“Jadi, itu sebabnya? Bukan karena pro ISIS? Nah, kalau begitu berarti sudah bergeser dari surat permintaan resminya? Bukankah surat resmi BNPT ke Kementerian Kominfo karena media-media Islam itu pro ISIS? Kenapa sekarang Irfan mengatakan karena sering menjelek-jelekkan Jokowi?” ujarnya.

Menurut Anton, BNPT salah besar kalau seperti itu. Karena jika masalahnya menjelek-jelekkan Jokowi, jelas itu bukan ranah tugas BNPT. “Lagi pula, kalau media menyuguhkan fakta yang sebenarnya, apa itu berarti menjelek-jelekkan?” pungkasnya. (mediaumat.com, 8/4/2015)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*