Bahkan, batu akik yang sedang booming pun sempat diwacanakan dikenakan PPnBM alias Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Tak butuh waktu lama. Rezim Jokowi-JK menorehkan ‘prestasi’. Setelah memecahkan rekor Indonesia untuk kategori menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dalam waktu kurang dari sebulan berkuasa, kini rezim ini kembali mencatat ‘prestasi’ lainnya.
Tiga bulan berkuasa Jokowi-JK menghadiahi rakyat dengan kenaikan harga beras. Kenaikannya cukup signifikan, di atas Rp 1.000, bahkan sampai Rp 2.000 per kilogram. Sekilog beras tembus Rp 10 ribu per kilo. Ini adalah rekor tertinggi harga beras sejak era Soeharto. Tak heran di beberapa daerah ada masyarakat yang kembali harus makan nasi aking. Beras raskin yang semula kurang diminati, kini kembali jadi rebutan.
Dalam sebulan terakhir, harga-harga kebutuhan pokok sehari-hari pun ikut naik. Sayur mayur dan bumbu dapur harganya sudah di luar kebiasaan. Cabe bahkan sempat naik sangat tinggi. Demikian pula bawang merah dan bawang putih. Untung saja, harganya kini berangsur-angsur turun.
Di tengah kondisi tersebut, rakyat harus menghadapi kenyataan kenaikan harga elpiji 12 kg. PT Pertamina resmi menaikan harga gas elpiji 12 kilogram pada awal tahun 2015. Gas elpiji 12 kg ini mengalami kenaikan sebesar Rp 1.500 per kg, dari yang sebelumnya Rp 7.569 menjadi Rp 9.069. Konsumen harus merogoh kocek sekitar Rp 135 ribu untuk satu tabung. Tapi di pasaran, harganya bisa sampai Rp 150 ribu per tabung. Memang sempat ada penurunan pada 19 Januari lalu ke harga Rp 129 ribu per tabung, tapi 1 Maret kembali ke harga semula.
Wajar jika kemudian masyarakat beralih ke elpiji 3 kg yang harganya lebih murah. Permintaan elpiji melon pun naik. Di pasaran harganya dipermainkan oleh para pedagang dari harga resmi sekitar Rp 16 ribu per tabung menjadi Rp 19 ribu-Rp 20 ribu per tabung.
Sudah begitu pemerintah akan menaikkan harga elpiji melon ini. Kenaikannya diusulkan Rp 1.000 per kg-nya. Ini disampaikan Plt Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, I Gusti Nyoman Wiratmadja, beberapa waktu lalu. Pemerintah berargumen harga elpiji melon terlalu jauh dengan yang 12 kg.
Tak hanya itu, pemerintah berancang-ancang untuk membatasi pembelian elpiji melon ini dengan menuliskan di tabungnya “Hanya untuk Rakyat Miskin”. Bahkan sempat muncul ide gila bahwa yang boleh membeli elpiji itu nanti hanya mereka yang memegang Kartu Indonesia Sehat (KIS). Alasannya, distribusi elpiji ini salah sasaran.
‘Prestasi menaikkan’ pun terus berlanjut. Terhitung 1 April 2015, PT Kereta Api Indonesia (Persero) akan menaikkan tarif KA Ekonomi jarak sedang dan jauh. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar yang menyentuh angka Rp 13 ribu menjadi alasan.
“Sekarang kan sudah sampai Rp 13.000 per dollar AS, jadi kurs dolar sangat memengaruhi. Karena sebagian besar dari sparepart kita juga mengandung kurs dolar,” ujar Direktur Utama KAI Edi Sukmoro di Jakarta, Jumat (6/3/2015).
Iuran BPJS pun akan ditingkatkan. Alasannya, setoran nasabah BPJS tak mencukupi jumlah klaim yang masuk.
Genjot Pajak
Rezim Jokowi rupanya belum puas dengan menaikkan harga, tahun ini pemerintah menargetkan
penerimaan pajak serta bea dan cukai sebesar Rp 1.484,6 trilyun. Ini jauh dibandingkan tahun lalu yang hanya sebesar Rp 1.058,3 trilyun. Target tahun ini 40 persen lebih besar.
.
Mau tidak mau, pemerintah pun “mengejar setoran” dengan melakukan berbagai cara agar penerimaan negara bisa maksimal. Perhiasan, penjahit pakaian, struk belanja, listrik, sampai kos-kosan pun menjadi target pengenaan pajak. Bahkan, batu akik yang sedang booming pun sempat diwacanakan dikenakan PPnBM alias Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Dengan kebijakan baru ini, siapa yang berbelanja di atas Rp 250 ribu wajib membayar materai Rp 3 ribu. Demikian pula para pemilik kos-kosan khususnya yang ada di sekitar perguruan tinggi akan dikejar oleh pegawa pajak. Alasannya, saat ini bisnis indekos sudah sangat berkembang dan menggiurkan.
Termasuk pula para pengguna listri rumah tangga di atas 2.200 watt hingga 6.600 watt akan kena pajak sebesar 10 persen. Padahal mereka ini sekarang tiap bulan sudah harus menanggung biasa kenaikan tarif dasar listrik.
Sementara bagi para pengguna jalan tol, pemerintah siap menarik pajak jalan tol 1 April 2015. Namun kemudian Jokowi meminta PPN jalan tol ini diundur.
Di luar itu, Ditjen Pajak tengah mengkaji kenaikan bea meterai, yang saat ini berupa bea tetap sebesar Rp 3.000 dan Rp 6.000, menjadi Rp 10.000 dan Rp 18.000.
Guna mendukung ‘pemalakan umum’ ini rezim Jokowi menjanjikan kenaikan gaji kepada jajaran Ditjen Pajak. Menteri Keuangan RI Bambang Sumantri Brodjonegoro. Ia mengakui, saat ini gaji yang didapat oleh PNS di dirjen pajak sudah cukup tinggi, apalagi jika dibandingkan dengan PNS di lingkungan kerja lainnya. Namun menurut dia, kesejahteraan pegawai pajak sejauh ini belum cukup dan masih perlu ditingkatkan. Menurut Bambang, nantinya seorang direktur jenderal pajak akan menjadi pejabat pemerintah yang menerima gaji tertinggi.
“Yang sekarang ini belum. Dengan sistem baru dia akan jadi yang tertinggi, di atas Rp 100 juta per bulan. Termasuk untuk pegawai baru, nantinya Rp 8 juta per bulan. Itu fresh entry,” ucapnya.
Itu baru di level pusat, di daerah, pemerintah daerah sudah berancang-ancang untuk menaikkan tarif retribusi. Di Yogyakarta misalnya, tarif parkir kendaraan roda empat akan dinaikkan dari Rp 2.000 menjadi Rp 6.000.
Utang
Tidak hanya memeras keringat rakyat, rezim Jokowi pun ketagihan ngutang seperti rezim sebelumnya. Padahal sebelumnya ia berjanji tidak akan menambah utang luar negeri.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, rezim Jokowi pada tahun ini akan berutang sebesar Rp 451,8 trilyun, melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Hanya dalam setahun Jokowi akan mengambil utang 4 kali utang selama 30 tahun Soeharto berkuasa.
Sudah begitu, pemerintah masih ngutang ke luar negeri (bruto) tahun ini sebesar Rp 48 trilyun. Terdiri dari pinjaman program sebesar Rp 7 trilyun, pinjaman proyek Rp 41 trilyun.
Nah utang itu kian bengkak karena nilai rupiah terus terpuruk. Rupiah mencapai level Rp 13.200-an per dolar Amerika saat tulisan ini dibuat. Ini adalah rekor yang paling buruk sejak Krismon yang memporak-porandakkan Indonesia pada tahun 1998 yang silam. Jokowi effect yang dulu didengung-dengungkan tak bisa menahan laju rupiah yang kian lemah. [] MJ
Sumber: Tabloid Mediaumat edisi 147