Diskusi Publik HTI DPC Matraman

Diskusi publik matraman (3)HTI Press, Jakarta. Indonesia Dalam Ancaman Neoliberalisme dan Neo-Imperialisme, itulah tema dalam Acara Diskusi Publik yang digelar oleh HTI DPC Matraman – Jatinegara. Acara yang berformat diskusi bebas itu menghadirkan pembicara dari kalangan partai, dan ormas Islam, antara lain Dwi Rio Sambodo, SE, MM, anggota DPR fraksi PDIP, Abdul Ghofur, S.IP dari LPBH NU dan Farid Wajdi dari DPP Hizbut Tahrir Indonesia. Diskusi yang bertempat di Jalan Kayu Manis VIII, Matraman, Jakarta Timur (19/04) itu diawali dengan presentasi makalah dari ketiga pembicara lalu kemudian dilanjutkan diskusi dan diakhiri dengan ramah tamah.

“Jauh- jauh hari, Neo-Kolonialisme dan Neo-Imperialisme (Nekolim) sudah pernah diingatkan oleh bapak pendiri bangsa ini, Soekarno.”, papar Dwi Rio Sambodo. Kemudian beliau menjelaskan bagaimana neo-liberalisme dan neo-imperalisme ada, dimulai dari kegagalan Eropa menggunakan liberalisme, dimana tidak ada ikut campur negara sama sekali terhadap ekonomi dan sosial. Dari kegagalan itu, negara dari tidak memiliki peran diubah memiliki peran sebagai penjaga kegiatan neo-liberalisme dan kapitalisme.

Beliau juga menjelaskan bahwa Neo-Imperialisme dan Neo-Liberalisme ini sudah terjadi secara sistemik, dimana sistem sel ini telah menjalar ke sendi – sendi kehidupan saat ini. Sedangkan menurut bapak Abdul Ghofur, neo-liberalisme ini adalah anak dari globalisasi yang mana merupakan “pembaratan” nilai-nilai Barat di luar Barat. Beliau menegaskan bahwa penjajah tak akan pernah rela melepas negeri jajahannya, dan dengan nilai itu lahirnya mental feodal, pemimpin berjiwa penjajah dan hukum warisan penjajah yang belum hilang hingga kini. “Revolusimu belum selesai”, kata beliau mengutip kata Soekarno.

Pembicara ketiga, Farid Wajdi (DPP HTI) kemudian juga menjelaskan hal serupa, dimana Neo-liberalisme adalah pintu bagi Neo-Imperialisme yang mengakibatkan banyak kerusakan, dari kerusakan aqidah, kerusakan generasi, menimbulkan kesenjangan, menumbuh-suburkan kemiskinan dan perampokan kekayaan alam. Neo-Liberalisme dan Neo-Imperialisme merupakan ancaman, tapi tidak boleh berhenti disitu, perlu sebuah solusi.

Hizbut Tahrir memandang kerusakan ini terjadi secara sistemik bukan individu, dimana ini terbukti Indonesia sudah berganti-ganti pemimpin dari yang revolusioner, bapak pembangunan, kyai, wanita dan merakyat, tapi masalah tidak usai. “Solusinya adalah Syariah dan Khilafah, tidak ada yang lain. Kapitalisme, Sosialisme gagal karena bersumber dari akal manusia, sedangkan Islam adalah asas dan sistem dari Allah. Hanya kekuatan ideologi global yang dapat melawan sistem global seperti Kapitalisme, hanya Islam, tiada yang lain”, terang Farid Wajdi.

Diskusi dipanaskan dengan berbagai pertanyaan hingga akhir acara. Semua sepakat bahwa Neo-Liberalisme dan Neo-Imperialisme adalah ancaman bagi Indonesia dan butuh solusi untuk hal ini. “Untuk itu kita harus membentuk Front Anti-Imperialisme”, saran Dwi Rio. Sedangkan menurut Farid Wajdi, solusi hanya satu yaitu Syariah dan Khilafah. Mengenai syariah, Abdul Ghofur mengungkapkan bahwa ia ingin syariat Islam itu diterapkan, bukan hanya 100%, tapi 1000%.

Diskusi diakhiri dengan ramah tamah dan ajakan kepada semua peserta untuk hadir dalam Agenda Besar, yaitu Rapat dan Pawai Akbar 1436 H. [] MI Jakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*