Perkawinan antara Feminisme dan Kolonialisme di Dunia Islam

cws 52

Perkawinan antara Feminisme dan Kolonialisme di Dunia Islam

Selama lebih dari satu abad, telah terjadi perkawinan antara feminism dan kolonialisme di dunia Muslim. Pemerintah dan politisi Barat telah menjadikan feminism sebagai alat melanjutkan kepentingan penjajahan mereka. Mereka menyatakan para Muslimah butuh diselamatkan dari ‘penindasan’  hukum-hukum danaturan Islam serta butuh dibebaskan melalui budaya dan sistem Barat. Hal inibertujuan agar intervensi dan penjajahan mereka di negeri-negeri Muslim semakin menguat  dan dapat diterima secara moral

Strategi Kolonial Barat untuk Memperlemah Pemerintahan Islam di bawahKhilafah

Negara penjajah mendatangi negeri-negeri muslim karena sumberdaya yang kaya. Ini dibuktikan oleh perkataan Lord Cromer, KonsulJenderal Inggris yang memerintah Mesir tahun 1883-1907, “Eropa tidak akan berada di Mesir jika tidak bisa menghasilkan uang.”

Untuk memperkuat dan memperluas dominas imereka atas wilayah tersebut hanya bisa dicapai dengan merongrong otoritas politik dan budaya yang saat itu berada di bawah negara Khilafah; karena Khilafah adalah penghadang kendali Eropa atas wilayah ‘Timur’. Oleh karena itu, para penguasa kolonial  Barat menyusun strategi untuk menghancurkan Khilafah serta mencegah penegakannya kembali.

Rencana ini termasuk menjauhkan umat Islam dari keyakinan dan nilai-nilai Islam, sehingga loyalitas dan keterikatan mereka beralih kepada budaya dan system sekuler Barat. Terutama melalui penghancuran pemikiran dan identitas muslimah. Barat paham bahwa dalam Islam perempuan adalah pusat keluarga, jantung masyarakat dan pendidik generasi masa depan. Jika mereka bisa membuat Muslimah menghina dan menolak Syariah maka terciptalah penentang gigih terhadap  pemerintahan Islam di dunia Muslim. Terlebih jika para muslimah menjadikan sistem Barat sebagai jalan menuju pembebasan dan keselamatan, maka terwujudlah duta budaya Barat di dunia Islam.

Oleh karena itu, para penjajah mengarang cerita : bahwa Islam dan aturan Islam menindas perempuan, dan kewajiban moral bagi mereka untuk menyelamatkan perempuan dengan menghilangkan hukumSyariah dan menjadikan masyarakatnya ‘beradab’ melalui penerapan aturan dan sistem Barat.

Sejumlah kebohongan dan pemelintiran tentang posisi, hak dan perlakuan terhadap perempuan di bawahSyariah dibangun dan disebarluaskan. Caranya adalah dengan menyebar cerita palsu penulis orientalis Barat tentang penganiayaan perempuan dalam Islam. Beberapa bahkan mengatakan bahwa keterbelakangan dunia Muslim disebabkan sikap buruk Islam terhadap perempuan, sehingga masyarakat Muslim hanya bisa maju dan beradab jika hukum Islam dibuangsertadiganti dengan budaya dan system Eropa.

Secara historis, penjajah barat telah mempropagandakan dengan luas narasi penindasan perempuan untuk mendapatkan legitimasi pendudukan mereka atas negeri-negeri muslim. Kini, politisi dan pemerintah barat melanjutkan menggunakan retorika “hak-hak perempuan”, “menyelamatkan perempuan muslim dari penindasan syariah” sebagai alat untuk membenarkan invasi di dunia Islam maupun sebagai perlawanan terhadap kebangkitan Islam dan penegakan kembali Khilafah, seakan mengulang kembali strategi nenek moyang mereka.

Invasi ke Afghanistan dan Irak adalah contoh terkini dimana pembicaraan mengenai hak-hak perempuan dan kebohongan terkait penganiayaan perempuan dibawah naungan Syariat Islam telah digunakan oleh para pemimpin barat dan pendukungnya untuk membenarkan perang.

Laura Bush, istri dari mantan presiden AS George Bush mengatakan dalam pidatonya tahun 2001, “ karena militer kita telah menguasai Afghanistan, para perempuan tidak lagi terpenjara dalam rumah mereka…perjuangan melawan terorisme juga merupakan perjuangan bagi hak-hak dan kehormatan perempuan.”Cherie Blair,Istri mantan perdana menteri Inggris Tony Blair, menyuarakan dukungan yang sama bagi intervensi AS tahun 2001.

Hal ini kemudian didengungkan oleh berbagai macam kelompok feminis untuk mendukung perang, termasuk organisasi feminis terkemuka yang didirikan oleh Eleanor Smeal, ‘Feminist Majority’. Tindakan kelompok-kelompok ini memiliki peran penting dalam menyebarluaskan dukungan terhadap “perang melawan teror”. Pakar antropologi-sosial AS, Saba Mahmood dan Charles Hirschkind menyatakan bahwa hubungan antara pemerintahan Bush yang neokonservatif dan beberapa feminis AS merupakan hubungan timbal-balik dan hangat.

Namun, mereka semuahanya menunjukkan sedikit kepedulian terhadap dampakmelumpuhkan yang diderita perempuan negara ini karena perang.Misalnya, kepedulian terhadap konsekuensiperang yang berujung pada kematian, korban luka dan puluhan ribu pengungsi perempuan. Perang ini jugamelahirkan masyarakat tanpa hukum dengan angka penculikan, pemerkosaan, dan kekerasan terhadap perempuan terus meningkat.

Berdasarkan data dari PBB, 5000 orang dibunuh pada semester pertama 2014. Kematian dan luka-luka yang dialami oleh perempuan dan anak-anak meningkat sampai 38% pada semester pertama 2013. Sekarang terdapat 1.5 juta janda perang di negara tersebut.Satu perempuan meninggal setiap dua jam saat melahirkan akibat sistem pelayanan kesehatan yang memprihatinkan. Hal ini adalah warisan yang telah bertahan selama 13 tahun di bawah kebijakan penjajah barat terhadap perempuan Afghanistan.

Terlepas dari hal tersebut, lebih dari satu dekade setelah perang dimulai, politisi barat dengan absurd tetap berargumen bahwa intervensi barat di Afghanistan telah meningkatkan taraf hidup perempuan Afghan.

Pada bulan November 2013, saat AS berniat untuk meyakinkan masyarakat Amerika dan Afghanistan tentang kebutuhan pasukan militer AS bertahan di wilayah tersebut, baik John Kerry atau Hillary Clinton, berargumen bahwa AS harus tetap bertahan dalam pertempuran demi hak-hak perempuan di Afghanistan, memperingatkan tentang bahaya bagi perempuan Afghanistan ketika penarikan mundur pasukan AS pada tahun 2014.

Ketika perang melawan teror pindah ke Irak, para pemimpin negeri barat sekali lagi menggunakan bahasa feminisme dan terlihat peduli pada hak-hak perempuan Irak untuk membenarkan pengeboman yang terjadi di negara tersebut. Sebagai contoh, Presiden Bush pada Hari Perempuan Internasional 2004mengatakan,“Peningkatan kebebasan di Timur Tengah telah memberikan hak-hak dan harapan baru bagi perempuan disana”.

Namun, sebagaimana diAfghanistan, “kepedulian” bagi hak-hak perempuan Irak diantara pemimpin dan pemerintah barat terlihat kosong ketika menyangkut dampak buruk dari 13 tahun sangsi PBB terhadap perempuan dan keluarganya di negara ini.

Sebagai bagian dari upaya peperangan, pemerintah Inggris dan Amerika juga secara aktif mendanai, membangun dan mendukung sejumlah kelompok feminis Irak. Pemerintah barat mendanai organisasi, sejumlah workshop, seminar, konferensi dan program training keperempuanan mengenai demokrasi dan hak asasi manusia.

Pada tahun 2003, AS mengalokasikan 27 juta USD untuk program keperempuanan di Iraq melalui organisasi feminis. Mereka mendukung adanya intervensi penjajah di Iraq sebagaimana mereka mempromosikan kesadaran “hak-hak perempuan” dari kaca mata sekuler kepada perempuan Irak. Kebanyakan dari kelompok ini bekerja secara aktif untuk memastikan bahwa jalan menuju masa depan Irak adalah konstitusi sekuler dan Islam dijauhkan dari negara.

Namun, terlepas dari semua pembicaraan seputar hak-hak perempuan, perempuan di Irak seperti halnya diAfghanistan telah membayar mahal atas intervensi barat di negeri mereka. Mereka terjebak dalam kekacauan tak berujung, kekerasan, dan ketiadaan hukum membawa pada tingginya angka penculikan, pemerkosaan dan pembunuhan.

Saat ini 9.5 juta populasi di Irak hidup di bawah garis kemiskinan dengan angka yang semakin meningkat. Dan ribuan perempuan di Irak telah dilecehkan, disiksa, atau dipenjarakan oleh pasukan keamanan barat. Semua hal ini sekali lagi menunjukkan bahwa politisi dan pemerintah barat tidak punya kepedulian apapun terhadap keadaan perempuan Irak selain menggunakan bahasa feminisme untuk mengamankan kepentingan politik dan minyak mereka di negara tersebut.

Kesimpulan

Perkawinan antara feminisme dan kolonialisme di dunia Islam sangat hidup dan kuat hari ini. Pemerintah barat telah menggunakan hak-hak perempuan dan impian feminis untuk mengejar dan memperpanjang kepentingan penjajahan mereka di wilayah tersebut. Termasuk tujuan untuk mensekulerkan sistem dan budaya masyarakat dengan cara mengikis keimanan mereka terhadap Islam, sebagaimana mereka memerangi kebangkitan Islam di tengah masyarakat Muslim. Semua hal itu untuk menguatkan pijakan kaki mereka untuk menjajah.

Semua pembicaraan dan usaha oleh penjajah terhadap perempuan di negeri-negeri muslim tidak memiliki kepedulian untuk kebahagiaan dan kesejahteraan muslimah. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya hubungan mesra antara pemerintah barat dengan para pemimpin diktator sekuler di negeri-negeri muslim yang dengan memalukan menindas perempuan dan merampas hak-hak dasar mereka.

Lebih jauh lagi, mereka pun berbohong bahwa Islam telah menindas perempuan dibawah Syariah dan Khilafah yang terus menerus digaungkan oleh para pemimpin dan politisi Barat dari generasi ke generasi, yang telah menghasilkan kebencian dan ketakutan diantara masyarakat dan bahkan umat muslim terhadap aturan Islam. Mereka juga terus mencari-cari pembenaran untuk demi berlanjutnya dan langgengnya intervensi tanah-tanah umat Islam. Idealisme para feminis harus ditolak dengan tegas sebagaimana konsep kolonialisme di negeri-negeri muslim yang juga harus dilawan. Lebih jauh lagi, narasi sejarah yang ketinggalan jaman mengenai penindasan perempuan dibawah sistem Islam atau Khilafah, yang berakar pada agenda penjajahan untuk menguasai dunia muslim dan merampok sumber daya alamnya, harus di campakkan ke tong sampah sejarah.

﴿يُرِيدُونَ أَن يُطۡفِـُٔواْ نُورَ ٱللَّهِ بِأَفۡوَٲهِهِمۡ وَيَأۡبَى ٱللَّهُ إِلَّآ أَن يُتِمَّ نُورَهُ ۥ وَلَوۡ ڪَرِهَ ٱلۡكَـٰفِرُونَ

Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahay-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” [TMQ At-Taubah: 32]. []

850325907_97868

850512874_4399

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*