Rencana Perubahan Status PLN Menjadi Perusahaan Jasa: Agenda Neolib Rezim Pemerintahan Jokowi – JK
Oleh: Maiyesni Kusiar (Lajnah Mashlahiyah MHTI)
Pemerintah membuka kesempatan lebih lebar pada perusahaan listrik swasta atau independent power producer (IPP) dalam pembangunan pembangkit listrik di Indonesia. Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla menyatakan, pemerintah akan mengubah status dan fungsi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Perusahaan ini akan berubah menjadi perusahaan jasa (service company). Tugasnya antara lain menyediakan jaringan distribusi listrik, transmisi listrik, dan jasa perawatan infrastruktur kelistrikan. PLN tidak lagi membangun pembangkit listrik namun pembangunan pembangkit listrik diserahkan kepada swasta. Tugas PLN membeli listrik dari IPP (kontan.co.id, 13/3/2015).
Berubahnya status PLN tersebut menjadi perusahaan jasa (service company), tentu memberi dampak yang besar bagi masyarakat mengingat PLN yang selama ini menjadi penyedia listrik, merupakan hajat hidup orang banyak. Bagaimana Islam mengatur industri yang menghasilkan harta milik umum seperti listrik sehingga dapat dinikmati oleh seluruh rakyat dengan harga yang murah atau bahkan gratis. Untuk itu penting kita membahas topik kali ini dalam kaca mata syariah.
Matinya Fungsi Negara
Pembatalan UU No. 20 Tahun 2002 tentang Unbundling Vertikal dan Horizontal tidak menghentikan upaya Pemerintah untuk melakukan privatisasi PLN. Upaya Pemerintah untuk melakukan privatisasi PLN atau mereduksi fungsinya terus dilakukan. Wacana terbaru pemerintah adalah sebagaimana yang dinyatakan oleh Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla bahwa pemerintah akan mengubah status dan fungsi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dari badan usaha penyedia ketenagalistrikan dari hulu ke hilir menjadi perusahaan jasa (service company). Hal senada juga disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said, di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin 16 Maret 2015. Dan wacana ini disambut baik oleh pihak PLN.
Perubahan fungsi PLN menjadi perusahaan jasa, maka PLN hanya menyediakan jaringan distribusi listrik, transmisi listrik, dan jasa perawatan infrastruktur kelistrikan. Sementara pembangkit listrik dan ritail diserahkan kepada pihak swasta. Pemerintah mengisyaratkan akan membuka ruang selebar-lebarnya bagi perusahaan listrik swasta nasional maupun asing (IPP) untuk membangunan pembangkit listrik di Indonesia
Sejalan dengan rencana tersebut, maka pada program pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW dalam lima tahun ke depan. Sebanyak 25.000 MW dari program ditawarkan ke pihak swasta. Bahkan jika PLN tidak mampu maka cukup membangun pembangkit 5000 MW saja. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim sudah ada sekitar 39 perusahaan produsen listrik swasta (IPP) berminat mengembangkan pembangkit listrik .sebagian besar berasal dari perusahaan asing, seperti dua perusahaan asal Jepang, yaitu Mitsubishi Corp dan Sumitomo Corp (kabarbisnis.com, 27/3/2015).
Pemerintah beralasan, memberikan kesempatan luas kepada pihak swasta agar ketersediaan pasokan listrik terjamin. Pasalnya, guna merealisasikan program 35 ribu MW dibutuhkan dana mencapai Rp 500 triliun yang tidak mampu dibiayai oleh APBN. Itu artinya, IPP asing maupun domestik akan diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menggarap pembangkit listrik di Indonesia. Sebagai dampaknya, PLN hanya akan mengurusi pembangunan jaringan listrik distribusi, transmisi hingga perawatan infrastruktur.
Dalam konsep tersebut, PLN tak lagi mengoperasikan pembangkit listrik seperti yang dilakukannya saat ini. Yang menarik, urusan pembangkit, baik pembangkit listrik baru atau pembangkit yang sudah beroperasi, akan diserahkan ke pihak swasta (IPP). Pemerintah bahkan berniat menyerahkan pengelolaan pembangkit listrik milik PLN ke swasta. PLN akan fokus ke layanan transmisi dan distribusi saja,” tutur Jarman, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM kepada Kontan, Minggu (15/3).
Kebijakan ini dapat dipastikan semakin melapangkan jalan bagi pihak swasta baik lokal maupun asing berbisnsis listrik. Saat ini hanya 15 persen swasta yang terlibat dalam penyediaan pembangkit listrik namun dengan diterapkannya kebijakan tersebut peran swasta akan semakin dominan dalam penyediaan listrik dan bahkan dapat menggantikan peran PLN secara total. Artinya industri listrik pengelolaannya diserahkan sepenuhnya pada pihak swasta.
Kondisi ini tentu sangat membahayakan dan mengkhawatirkan. Betapa tidak, listrik merupakan hajat hidup publik setiap individu masyarakat. Hampir seluruh sendi kehidupan masyarakat ditopang oleh listrik. Dapat dibayangkan ketika listrik menjadi komoditas yang harganya diserahkan kepada mekanisme bisnis, maka akan berlaku hukum pasar dimana harga ditentukan oleh penawaran dan permintaan (supply and demand). Artinya karena listrik merupakan kebutuhan pokok publik maka berapapun harganya rakyat akan terpaksa membelinya.
Meski penentuan tarif pembelian listrik PLN dari IPP akan berada di tangan Kementerian ESDM, namun tidak ada jaminan tidak terjadi kartel harga antar IPP dalam menetapkan tarif. Pemerintah tentu tidak bisa memaksa perusahaan swasta tersebut yang dengan berbagai alasan ingin menaikkan tariff listrik, jika tidak menginginkan terjadinya kekacauan. Jelas pemerintah berada pada posisi yang lemah karena pada faktanya hampir seluruh sendi perekonomian didukung oleh listrik.
Sebagaimana yang disampaikan Ahmad Daryoko, Dewan Pembina Serikat Pekerja PLN “Apabila PLN menjadi service company, maka statusnya sama dengan perusahaan listrik milik negara di Filipina. “Harga jual listrik di Filipina dipermainkan swasta, dan harga listriknya sangat mahal. Bahkan di Kamerun, saat peak load, harga listrik melonjak sampai 15 kali lipat, yang menyebabkan terjadi revolusi sosial di sana.
Golongan yang paling merasakan dampaknya dan menderita akibat kebijakan ini adalah rakyat miskin . Mereka harus siap menghadapi kenaikan tarif listrik kapan saja. Beban hidup ini akan semakin berat seiring dengan kenaikan harga barang dan jasa yang lain yang selalu mengikutinya. Ditambah lagi tidak terjadinya kenaikan gaji atau pendapatan, bahkan mereka juga menghadapi ancaman PHK dari perusahaan-perusahan yang terpaksa gulung tikar karena tidak bisa bersaing dengan pasar bebas MEA yang akan diterapkan pada akhir 2015 mendatang akibat besarnya ongkos produksi. Perlu diketahui perubahan status PLN ini tidak terlepas dari melapangkan jalan penerapan MEA itu sendiri.
Liberalisasi hajat publik seperti listrik dengan mengubah status PT PLN yang merupkan institusi negara yang seharusnya bertanggung-jawab di bidang tenaga listrik dari hulu sampai hilir menjadi perusahaan jasa tidak terlepas dari sistem politik demokrasi dan ekonomi kapitalis yang mencengkram negeri ini. Sistem ini telah memangkas fungsi negara hanya sebagai regulator dan fasilitator saja. Negara telah berlepas tangan dari fungsi utamanya yaitu sebagai junnah (pelindung) rakyat. Akibatnya rakyat dibiarkan berjuang sendiri untuk memenuhi hajat hidupnya yang telah kuasai pihak swasta sebagai lahan bisnis.
Sistem kapitalis hanya bertumpu pada pertumbuhan ekonomi dengan mengabaikan bagaimana kue ekonomi itu dapat terdistribusi dengan baik sehingga seluruh individu mendapat jaminan terpenuhinya kebutuhan pokoknya. Sebaliknya sistem kapitalis menyerahkan mekanisme distribusi mengikuti pasar bebas. Artinya negara hanya memastikan bahwa barang dan jasa yang dibutuhkan rakyat tersedia di pasar namun tidak menjamin bahwa setiap individu rakyat dapat mengaksesnya. Hal ini tercermin dari ungkapan Senior Manager Hubungan Masyarakat PLN, Bambang Dwiyanto bahwa yang penting kebutuhan listrik nasional bisa terpenuhi. Artinya pemerintah tidak peduli dengan dikuasainya industri listrik oleh pihak swasta menyebabkan tarif listrik semakin mahal.
Sistem ini telah membuat Pemerintah tak ubahnya seperti makelar yang mendagangkan harta milik rakyat. Ketika negara sebagai makelar yang ada adalah negara bukanlah sebagai pemelihara dan pelayan urusan rakyat. Namun negara justru berkolaborasi dengan para pemilik modal mengambil keuntungan dari rakyat dalam setiap kebijakan. Kondisi ini jelas terlihat , setiap saat pemerintah menaikkan tarif listrik, selalu diikuti dengan ‘tangisan’ rakyat akan bertambahnya beban hidup. Namun disatu sisi , PLN dengan bangganya menyampaikan keuntungan yang mereka dapat dari menjual harta milik rakyat ini.
Jelaslah,rencana pemerintah merubah fungsi PLN menjadi perusahaan jasa semakin mempertegas wajah neolib di bidang ketenagalistrikan. Peran penting negara sebagai pihak yang paling bertanngung jawab terhadap pengelolaan listrik sepenuhnya berada di tangan swasta. Bahayanya, tidak saja membuat tarif listrik semakin mahal, tetapi ancaman terhadap stabilitas negara, karena ketergantungan pasokan energi nasional terhadap swasta terutama asing.
Tata Kelola Listrik Khilafah Yang Menyejahterakan
Kepemilikan terhadap industri tergantung pada produk yang dihasilkannya. Jika produk yang dihasilkan termasuk katagori harta milik umum maka industri tersebut tidak boleh dimiliki oleh individu atau swasta. Listrik termasuk harta milik umum. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW “ Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal yaitu padang rumput, api dan air” (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Hadis ini menetapkan bahwa sumber energi (listrik), termasuk tiang-tiang penyangga listrik yang terletak di jalan-jalan umum semuanya adalah milik umum sesuai dengan status jalan umum itu sendiri sebagai milik umum . Disamping itu sumber energi yang digunakan untuk menghasilkan listrik seperti minyak , gas dan batu bara merupakan barang tambang yang juga terkategori harta milik umum, sebagaimana yang terdapat dalam hadis yang diriwayatkan dari Abyad bin Hamal . Oleh karena itu industri listrik adalah milik umum sehingga tidak boleh dimiliki pribadi/swasta. Sebagaimana sabda Rasulullah “ Tidak ada penguasaan (atas harta milik umum) kecuali bagi Allah dan Rasul- Nya (HR. Abu Daud).
Pengelolaan listrik,termasuk industri listrik sepenuhnya menjadi wewenang dan tanggung jawab Khalifah. Apapun alasannya negara tidak boleh menyerahkan pengelolaannya kepada pihak swasta apalagi asing, sementara negara berfungsi sebagai regulator saja. Industri-industri pengehasil energi, listrik dapat dilimiliki negara, berfungsi sebagai perpanjangan fungsi negara. Alhasil pengelolaan harta milik umum , termasuk listrik yang sesuai syariah meniscayakan seluruh rakyat dapat menikmati listrik dengan kualiatas terbaik namun harga murah bahkan gratis. Allahu a’lam. []